Perbedaan Nubuat, Ramalan dan Analisa
Banyak yang masih rancu dalam membedakan antara 3 (tiga) hal : Nubuat, Ramalan, dan Analisis Nubuat.
Ketiganya sekilas nampak mirip karena sama-sama berbicara tentang masa depan, tapi sejatinya adalah 3 hal yg sangat berbeda.
Nubuat adalah sesuatu yg pasti terjadi atas ijin Allah.
Ada 2 (dua) jenis nubuat, yaitu nubuat yang terdapat dalam kitab suci dan nubuat yang tidak dituliskan di kitab suci, berupa wahyu yang disampaikan oleh Allah pada para utusan Tuhan dan waliuallah.
Contoh nubuat yang bukan kitab suci adalah nubuat yang terdapat pada hadits.
Sedangkan meramal adalah kegiatan memprediksikan masa depan berdasarkan pola sebuah perilaku, tanda-tanda dan fenomena tertentu.
Termasuk dalam kegiatan meramal adalah menggambarkan masa depan atau mengabarkan hal-hal gaib berdasar wangsit.
Yang terakhir ini biasanya tak bisa dituliskan runtutannya.
Nah, berbeda dengan ramalan, analisis nubuat adalah melakukan kajian atas nubuat yang sudah ada,meliputi olah tafsir dan atau olah hitung atas konten nubuat.
Analisis nubuat dengan jelas dapat dijabarkan runtutan proses pikir dan asumsi-asumsinya. Jadi analisis nubuat berbeda dengan ramalan.
Akurasi hasil analisis bergantung pada ketepatan interpretasi atas nubuat (disebut tafsir nubuat) serta bergantung pada akurasi perhitungan.
Kegiatan ini menggunakan berbagai analyical tools, termasuk di dalamnya etimologi serta gatologi, sah digunakan.
Jadi, jangan menyebut ikhtiar Harold Camping tentang kiamat yang meleset 21 Mei 2011 lalu sebagai ramalan dan nubuat, jelas-jelas dia bukan nabi dan bukan peramal.
Itu hanya sebuah analisa. Mengapa meleset? Bisa jadi karena keliru tafsir, kurang cermat dalam menghitung, dan lain-lain.
Kenapa kita tak usah mempercayai pedukunan, peramalan dan ramalan?
Kahanah (perdukunan) adalah mengklaim mengetahui perkara gaib lewat permohonan bantuan kepada jin. Syaikh Abdurrahman bin Hasan berkata dalam Fath al-Majid, “Kebanyakan yang terjadi dalam hal ini ialah apa yang diberitakan oleh jin kepada para kekasihnya dari bangsa manusia tentang perkara-perkara gaib, yaitu berita-berita yang bakal terjadi di muka bumi, lalu orang yang bodoh menganggapnya sebagai penyingkapan tabir dan karamah. Banyak manusia tertipu dengan hal itu. Mereka mengira orang yang memberitakan hal itu dari jin sebagai wali Allah, padahal mereka adalah wali setan.”
Tidak boleh pergi kepada dukun. Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa mendatangi peramal lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim no. 2186, kitab as-Salam)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa mendatangi peramal lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. at-Tirmidzi no. 135, kitab ath-Thaharah, Ibnu Majah, no. 659, Ahmad dalam al-Musnad, no. 9252)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir keapda apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan at-Tirmidzi)
Diriwayatkan oleh imam yang empat dan al-Hakim; ia menilai shahih berdasarkan syarat keduanya,
“Barangsiapa mendatangi dukun atau peramal lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad.”
Al-Baghawi berkata, “Arraf (peramal, orang pintar) adalah orang yang mengklaim mengetahui banyak hal lewat pendahuluan-pendahuluan untuk mengetahui barang yang dicuri dan tempat binatang tersesat. Konon, ia adalah dukun.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiiyah mengatakan, “Arraf adalah nama untuk dukun, peramal perbintangan, dan sejenisnya dari kalangan yang berbicara untuk mengetahui berbagai hal dengan jalan ini.”
Ramalan bintang ialah mencari petunjuk dengan keadaan bintang atas kejadian-kejadian di bumi. Ini termasuk perbuatan Jahiliyah, dan ini adalah syirik besar, jika ia berkeyakinan bahwa bintang mengatur di alam semesta ini.
Al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, jilid 2, hal. 56-57
Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, Darul Haq Cetakan IV
Ketiganya sekilas nampak mirip karena sama-sama berbicara tentang masa depan, tapi sejatinya adalah 3 hal yg sangat berbeda.
Nubuat adalah sesuatu yg pasti terjadi atas ijin Allah.
Ada 2 (dua) jenis nubuat, yaitu nubuat yang terdapat dalam kitab suci dan nubuat yang tidak dituliskan di kitab suci, berupa wahyu yang disampaikan oleh Allah pada para utusan Tuhan dan waliuallah.
Contoh nubuat yang bukan kitab suci adalah nubuat yang terdapat pada hadits.
Sedangkan meramal adalah kegiatan memprediksikan masa depan berdasarkan pola sebuah perilaku, tanda-tanda dan fenomena tertentu.
Termasuk dalam kegiatan meramal adalah menggambarkan masa depan atau mengabarkan hal-hal gaib berdasar wangsit.
Yang terakhir ini biasanya tak bisa dituliskan runtutannya.
Nah, berbeda dengan ramalan, analisis nubuat adalah melakukan kajian atas nubuat yang sudah ada,meliputi olah tafsir dan atau olah hitung atas konten nubuat.
Analisis nubuat dengan jelas dapat dijabarkan runtutan proses pikir dan asumsi-asumsinya. Jadi analisis nubuat berbeda dengan ramalan.
Akurasi hasil analisis bergantung pada ketepatan interpretasi atas nubuat (disebut tafsir nubuat) serta bergantung pada akurasi perhitungan.
Kegiatan ini menggunakan berbagai analyical tools, termasuk di dalamnya etimologi serta gatologi, sah digunakan.
Jadi, jangan menyebut ikhtiar Harold Camping tentang kiamat yang meleset 21 Mei 2011 lalu sebagai ramalan dan nubuat, jelas-jelas dia bukan nabi dan bukan peramal.
Itu hanya sebuah analisa. Mengapa meleset? Bisa jadi karena keliru tafsir, kurang cermat dalam menghitung, dan lain-lain.
Kenapa kita tak usah mempercayai pedukunan, peramalan dan ramalan?
Kahanah (perdukunan) adalah mengklaim mengetahui perkara gaib lewat permohonan bantuan kepada jin. Syaikh Abdurrahman bin Hasan berkata dalam Fath al-Majid, “Kebanyakan yang terjadi dalam hal ini ialah apa yang diberitakan oleh jin kepada para kekasihnya dari bangsa manusia tentang perkara-perkara gaib, yaitu berita-berita yang bakal terjadi di muka bumi, lalu orang yang bodoh menganggapnya sebagai penyingkapan tabir dan karamah. Banyak manusia tertipu dengan hal itu. Mereka mengira orang yang memberitakan hal itu dari jin sebagai wali Allah, padahal mereka adalah wali setan.”
Tidak boleh pergi kepada dukun. Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa mendatangi peramal lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim no. 2186, kitab as-Salam)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa mendatangi peramal lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. at-Tirmidzi no. 135, kitab ath-Thaharah, Ibnu Majah, no. 659, Ahmad dalam al-Musnad, no. 9252)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir keapda apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan at-Tirmidzi)
Diriwayatkan oleh imam yang empat dan al-Hakim; ia menilai shahih berdasarkan syarat keduanya,
“Barangsiapa mendatangi dukun atau peramal lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad.”
Al-Baghawi berkata, “Arraf (peramal, orang pintar) adalah orang yang mengklaim mengetahui banyak hal lewat pendahuluan-pendahuluan untuk mengetahui barang yang dicuri dan tempat binatang tersesat. Konon, ia adalah dukun.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiiyah mengatakan, “Arraf adalah nama untuk dukun, peramal perbintangan, dan sejenisnya dari kalangan yang berbicara untuk mengetahui berbagai hal dengan jalan ini.”
Ramalan bintang ialah mencari petunjuk dengan keadaan bintang atas kejadian-kejadian di bumi. Ini termasuk perbuatan Jahiliyah, dan ini adalah syirik besar, jika ia berkeyakinan bahwa bintang mengatur di alam semesta ini.
Al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, jilid 2, hal. 56-57
Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, Darul Haq Cetakan IV
Post a Comment