Dimanakah Roh Setelah Mati dan Tempat Roh Setelah Mati

Menurut Dienul Islam, roh-roh orang mati itu disimpan disuatu tempat. Roh orang mu’min disimpan di tempat bernama Illiyyin, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa-Jalla:

إِنَّ كِتَابَ الأَبْرَارِ لَفِي عِلِّـيِّـيْن 

“Sesungguhnya tempat kembali orang-orang berbakti itu ada di Illiyyin.” (Al-Qur’an, surat Al-Muthaffifiin : 7)

Adapun roh orang kafir dan jahat berada di tempat bernama Sijjin, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa-Jalla:

وَإِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِ لَفِي سِجِّـيْن

“Dan sesungguhnya tempat kembali orang-orang durhaka itu ada di Sijjin.” (Al-Qur’an, surat Al-Muthaffifin : 18)

Sahabat Abdullah bin Abbas bertanya kepada Sahabat Ka’b Radhiyallaahu ‘anhumaa tentang Illiyyin dan Sijjin itu, maka Sahabat Ka’b menjelaskan bahwa Illiyyin adalah sebuah tempat di langit ketujuh, tempat ditampungnya roh-roh orang shaleh. Sedangkan Sijjin adalah sebuah tempat di bumi ketujuh, bumi yang paling bawah, tempat ditampungnya roh-roh orang kafir.

Roh orang mati dijaga di tempatnya sampai hari Kiamat, tidak ada istilah gentayangan atau jelma menjelma. Namun, sebagaimana menurut sebagian riwayat, Allah ‘Azza wa-Jalla memang memberi kesempatan buat roh orang-orang shaleh untuk turun ke bumi dan menyaksikan kehidupan orang-orang dekat mereka, itupun hanya sesekali saja. Menurut riwayat ini, roh itu biasanya dititipkan pada seekor burung berwarna hijau, bukan menjelma! Selebihnya, roh orang mati itu dijaga di tempatnya, di Illiyyin atau di Sijjin, dan tidak turun ke bumi kecuali setelah Kiamat tiba ketika manusia akan dibangkitkan lagi, maka roh-roh itu turun ke kuburan masing-masing, kemudian menyatu dengan jasad yang telah diciptakan oleh Allah ‘Azza wa-Jalla dengan suatu proses, yaitu ditumbuhkan-Nya tulang belulang dan daging pembalut melalui hujan air sperma.

Dari keterangan diatas dapat dipastikan, bahwa hantu orang mati itu bukanlah jelmaan roh orang yang mati, dan sama sekali tidak berhubungan dengan orang yang mati, melainkan semua itu hanyalah ulah syaiton dan jin. Sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan melebihi manusia, syaiton dapat dengan mudah melakukan sesuatu yang mengherankan buat manusia, namun sebagai manusia yang beriman dan berakal, kita harus jeli terhadap asumsi dan produksi alam gaib itu, agar kita tidak terkecoh oleh tipuan mereka.


Tempat Roh Setelah Kematian

Pertanyaan: Assalamu’ alaikum. Di mana roh ditempatkan setelah mati, apakah di langit, di surga dan
neraka? Apakah ada di sekeliling kita? Apakah ia mempunyai hubungan dengan jasad yang ditanam di bumi?
Jawaban: Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Bismillah, wash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah.

Pertama, kami ingatkan agar kita tidak disibukkan dengan pertanyaan yang “kurang bermanfaat” dalam kehidupan kita sehari-hari, karena ilmu semacam ini, baik kita ketahui maupun tidak kita ketahui, tidak memberikan banyak pengaruh bagi ibadah maupun amal kita. Salah satunya adalah pertanyaan tentang roh.

Jika kita mengetahui keberadaan roh–apakah di jasad, di langit, atau di bumi–apakah kemudian kita akan menjadi semakin rajin beribadah, atau kita menjadi semakin takut kepada Allah? Jika yang ditanyakan “Apakah roh orang yang zalim juga disiksa?”, mungkin bisa kita katakan bahwa pertanyaan tersebut termasuk pertanyaan yang wajar karena, boleh jadi, jawaban atas pertanyaan tersebut bisa menambah ketakwaan kita. Namun, tentunya tidak bermanfaat jika pertanyaan tentang keberadaan roh ini terkait dengan pemahaman yang salah di masyarakat. Oleh karena itu, Allah mencela sikap orang Yahudi yang bertanya tentang roh, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Isra`, ayat 85.

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”

Kedua, dari penjelasan di atas, bukan berarti bahwa para ulama tidak membahas masalah tempat roh setelah orangnya meninggal. Syeikh Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar menjelaskan posisi roh setelah terpisah dari jasad (dalam buku Al-Yaumul Akhir, hlm. 102), dengan rincian sebagai berikut:

a. Roh para nabi.
Roh mereka berada di tempat tertinggi, bersama para malaikat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada detik-detik wafatnya, mengatakan, “Ar-Rafiiqul a’la (kumpulkanlah aku bersama sahabat terbaik yang berada di atas).

b. Roh para syuhada.

Roh mereka berada di tembolok burung-burung hijau di surga. Burung ini memiliki sarang yang menggantung di bawah ‘Arsy, sebagaimana disebutkan dalam hadis sahih riwayat muslim.

c. Roh orang mukmin yang saleh.
Roh mereka berada di tembolok burung (bukan burung berwarna hijau) yang bergelantungan di pohon-pohon surga, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Ahmad yang dinilai sahih oleh Al-Albani.

d. Roh ahli maksiat (orang yang gemar bermaksiat).
Roh mereka berada di tempat mereka mendapat siksaan.
– Roh pezina berada di suatu lubang seperti tanur; bagian atasnya sempit, dan bagian bawahnya longgar. Dari bawah tanur ini dinyalakan api, kemudian mereka berlomba-lomba berebut naik ke atas.
– Roh orang yang makan hasil riba berada di sungai darah; dia berenang, berusaha menepi. Ketika hampir sampai ke tepi, dia dilempari batu, kemudian dia berbalik lagi ke tengah.
– Roh tukang bohong akan digantung, kemudian mulutnya dirobek sampai ke tengkuk.
Semua ini disebutkan dalam hadits sahih yang diriwayatkan Bukhari.


e. Roh orang kafir.
Roh mereka disiksa di alam kubur, dengan siksaan yang pedih. Dia dipukul dengan gadha oleh sosok makhluk yang buta lagi tuli. Andaikan gadha itu dipukulkan ke gunung, niscaya gunung tersebut akan menjadi tanah. Ini, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat An-Nasa’i. Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits, dari Dewan Pembina Konsultasi Syariah.
Artikel www.KonsultasiSyariah.com


Orang Meninggal Datang Menemui Keluarganya

Pertanyaan: Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Beberapa waktu yang lalu ada salah seorang ustadz muda yang meninggal yang beritanya diblow up di media massa, kebetulan sehari setelah sang ustad meninggal saya membaca disebuah media yang menceritakan bahwa ustadz tersebut kembali kerumah menemui ibu dan keluarganya, hal tersebut dinyatakan dengan pernyataan ibunya ketika akan sholat tahajud anaknya yang sudah meninggal menemui, hal tersebut dibuktikan dengan parfum yang biasa dipake sang ustadz tiba tiba tercium diruangan tersebut padahal tidak ada yang memakai parfum tersebut, begitu menurut pengakuan ibunya, pertanyaannya, apakah hal tersebut benar, bahwa orang sudah meninggal bisa menemui orang yang masih hidup seperti cerita diatas, adakah dalil yang bisa menerangkannya.
Jazakallahu Khoiron

Dari : A. Althaf

Jawaban: Wa alaikumus salam warahmatullahi wabarokatuh.
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Hubungan Ruh dengan orang yang hidup ada tiga:

Pertama, pertemuan ruh orang yang telah meninggal dengan ruh orang yang masih hidup di alam mimpi

Para ulama menegaskan bahwa hal ini bisa terjadi. Ruh orang yang telah meninggal bisa berjumpa dengan ruh orang yang masih hidup dalam mimpi.

Berikut beberapa keterangan mereka,

1. Tafsir firman Allah di surat Az-Zumar ayat 42.

Allah berfirman,


اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ 

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) ruh (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah ruh (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan ruh yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Az-Zumar : 42)

Ada dua pendapat ahli tafsir tentang ayat ini. Salah satunya, bahwa ruh orang yang ditahan adalah ruh orang yang sudah meninggal, sehingga dia tidak bisa kembali ke jasadnya di dunia. Sedangkan ruh orang yang dilepas adalah ruh orang yang tidur. (Ar-Ruh, Ibnul Qoyim, hlm. 31).

Diriwayatkan dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menjelaskan tafsir ayat tersebut,


إِنَّ أَرْوَاحَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ تَلْتَقِي فِي الْمَنَامِ فَتَتَعَارَفُ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْهَا، فَإِذَا أَرَادَ جَمِيعُهَا الرُّجُوعَ إِلَى الْأَجْسَادِ أَمْسَكَ اللَّهُ أَرْوَاحَ الْأَمْوَاتِ عِنْدَهُ، وَأَرْسَلَ أَرْوَاحَ الْأَحْيَاءِ إِلَى أَجْسَادِهَا 

Sesungguhnya ruh orang yang hidup dan ruh orang mati bertemu dalam mimpi. Mereka saling mengenal sesuai yang Allah kehendaki. Ketika masing-masing hendak kembali ke jasadnya, Allah menahan ruh orang yang sudah mati di sisi-Nya, dan Allah melepaskan ruh orang yang masih hidup ke jasadnya. (Tafsir At-Thabari 21/298, Al-Qurthubi 15/260, An-Nasafi 4/56, Zadul Masir Ibnul Jauzi 4/20, dan beberapa tafsir lainnya).

2. Kejadian nyata yang dialami para sahabat

Kejadian ini pernah dialami seorang sahabat yang dijamin masuk surga karena kerendahan hatinya. Sahabat Tsabit bin Qois radhiyallahu ‘anhu. Peristiwa ini terjadi ketika perang Yamamah, menyerang nabi palsu Musailamah Al-Kadzab di zaman Abu Bakr. Dalam peperangan itu, Tsabit termasuk sahabat yang mati syahid. Ketika itu, Tsabit memakai baju besi yang bernilai harganya.

Sampai akhirnya lewatlah seseorang dan menemukan jasad Tsabit. Orang ini mengambil baju besi Tsabit dan membawanya pulang. Setelah peristiwa ini, ada salah seorang mukmin bermimpi, dia didatangi Tsabin bin Qois. Tsabit berpesan kepada si Mukmin dalam mimpi itu:

“Saya wasiatkan kepada kamu, dan jangan kamu katakan, ‘Ini hanya mimpi kalut’ kemudian kamu tidak mempedulikannya. Ketika saya mati, ada seseorang yang melewati jenazahku dan mengambil baju besiku. Tinggalnya di paling pojok sana. Di kemahnya ada kuda yang dia gunakan membantu kegiatannya. Dia meletakkan wadah di atas baju besiku, dan diatasnya ada pelana. Datangi Khalid bin Walid, minta beliau untuk menugaskan orang agar mengambil baju besiku. Dan jika kamu bertemu Khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yaitu Abu Bakr), sampaikan bahwa saya punya tanggungan utang sekian dan punya piutang macet sekian. Sementara budakku fulan, statusnya merdeka. Sekali lagi jangan kamu katakan, ‘Ini hanya mimpi kalut’ kemudian kamu tidak mempedulikannya.”

Setelah bangun, orang inipun menemui Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu dan menyampaikan kisah mimpinya bertemu Tsabit. Sang panglima, Khalid bin Walid mengutus beberapa orang untuk mengambil baju besi itu, dia memperhatikan kemah yang paling ujung, ternyata ada seekor kuda yang disiapkan. Mereka melihat isi kemah, ternyata tidak ada orangnya. Merekapun masuk, dan langsung menggeser pelana. Ternyata di bawahnya ada wadah. Kemudian mereka mengangkat wadah itu, ketemulah baju besi itu. Merekapun membawa baju besi itu menghadap Khalid bin Walid.

Setelah sampai Madinah, orang itu penyampaikan mimpinya kepada Khalifah Abu Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, dan beliau membolehkan untuk melaksanakan wasiat Tsabit. Para sahabat mengatakan, “Kami tidak pernah mengetahui ada seorangpun yang wasiatnya dilaksanakan, padahal baru disampaikan setelah orangnya meninggal, selain wasiat Tsabit bin Qais. (HR. Al-Baihaqi dalam Dalail An-Nubuwah 2638 dan Al-Bushiri dalam Al-Ittihaf 3010)

Kasus semacam ini juga terjadi pada beberapa ulama. Kisah-kisah mereka banyak disebutkan Ibnul Qoyim dalam bukunya Ar-Ruh (hlm. 30 – 48). Salah satunya adalah kisah sahabat tsabit bin Qois di atas.

Kedua, Allah memperlihatkan keadaan keluarga yang masih hidup kepada beberapa orang yang telah meninggal.

Para ulama menegaskan bahwa mayit bisa mendengar suara orang yang berada di dunia dalam kondisi tertentu. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis, diantaranya,

1. Hadis dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن العبد إذا وضع في قبره، وتولى عنه أصحابه، إنه ليسمع قرع نعالهم.. 

“Sesungguhnya seorang hamba ketika telah diletakkan di kuburan dan ditinggal pulang orang yang mengantarkannya, dia bisa mendengar suara sandal mereka…” (HR. Muslim 2874)

2. Hadis dari Abu Thalhah, bahwa setelah belalu 3 hari pasca-perang Badr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi tempat pertempuran bersama para sahabat dan memasukkan mayit orang musyrik ke dalam satu lubang. Selanjutnya beliau bersabda,


يا أبا جهل بن هشام، يا أمية بن خلف، يا عتبة بن ربيعة، يا شيبة بن ربيعة، أليس قد وجدتم ما وعد ربكم حقاً؟ فإني قد وجدت ما وعدني ربي حقاً 

Wahai Abu Jahl bin Hisyam, wahai Umayah bin Khalaf, wahai Uthbah bin Rabi’ah, wahai Syaibah bin Rabi’ah, apakah kalian telah mendapatkan kenyataan dari apa yang dijanjikan Rab kalian? Sungguh aku telah mendapatkan kenyataan dari apa yang dijanjikan Rabku.

Spontan Umar bertanya,

“Ya, Rasulullah, bagaimana mereka bisa mendengar? Bagaimana mereka bisa menjawab? Padahal mereka sudah jadi bangkai.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

والذي نفسي بيده! ما أنتم بأسمع لما أقول منهم، ولكنهم لا يقدرون أن يجيبوا 

Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Kalian tidak lebih mendengar dari apa yang aku ucapkan dari pada mereka. Namun mereka tidak bisa menjawab. (HR. Bukhari 3976)
Apakah Kasus Semacam Ini Berlaku Umum?

Ulama berbeda pendapat apakah kasus semacam ini berlaku untuk semua keadaan. Dalam arti mayit bisa mendengar dan mengetahui semua keadaan orang yang masih hidup.

Sebagian menegaskan bahwa mayit mengetahui keadaan keluarganya dengan izin Allah, dan dia di alam kubur. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, Ibnul Qoyim menyebutkan bahwa terdapat berbagai riwayat dari para ulama masa silam yang menjelaskan bahwa mayit mengetahui keadaan keluarganya. Dia merasa senang ketika keluarganya dalam kondisi baik, dan dia merasa sedih ketika keluarganya dalam kondisi tidak baik.

Mereka yang menegaskan bahwa mayit mengetahui keadaan keluarganya, berdalil dengan hadis dari Anas. Namun hadis statusnya lemah, karena ada perawi yang tidak disebutkan namanya. (Majma’ Zawaid, 2/329).

Dalam riwayat lain dari Abu Ayyub, diriwayatkan Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir, namun dalam sanadnya terdapat perawi bernama Maslamah bin Ali Al-Khusyani, dan dia perawi dhaif. Maslamah bin Ali orang syam, perawi yang lemah, dan matruk (ditinggalkan). Sebagaimana dijelaskan dalam Mizan I’tidal (4/109). Ringkasnya, hadis dalam masalah ini tidak shahih.

Adapun Atsar yang disebutkan Ibnul Qoyim dalam Ar-Ruh, dinukil dari kitab Al-Qubur karya Ibnu Abi Ad-Dunya. Dan atsar-atsar ini dinilai bermasalah.

(Multaqa Ahlulhadits, 52691).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak mengatakan


والميت كذلك لا يعلم بشيء من أحوالهم لأنه غائب عنهم في نعيم أو عذاب ، ولكن قد يُطلع الله بعض الموتى على بعض أحوال أهله ولكن دون تحديد. وقد جاءت آثار لا يعتمد عليها بأن الأموات قد يعرفون أشياء من أحوال أهلهم 

Demikian pula mayit, dia tidak mengetahui keadaan keluarganya, karena dia tidak ada di tengah-tengah mereka. Mereka sibuk dalam kenikmatan atau adzab. Hanya saja, terkadang Allah tampakkan kepada beberapa mayit sebagian keadaan keluarganya, namun ini tanpa batasan waktu tertentu. Terdapat beberapa atsar (riwayat dari para ulama) tentang hal ini yang belum bisa dijadikan dalil (karena perllu dilakukan penelitian ulang) yang menyebutkan bahwa mayit terkadang mengetahui keadaan keluarganya. (Fatwa Islam, 13183).

Mengingat keterangan semacam ini belum jelas, sebagian ulama menasehatkan agar tidak kita tidak disibukkan dengan pembahasan semacam ini. Karena tidak memberikan banyak manfaat. Yang lebih penting, kita berusaha menunaikan semua yang menjadi tanggungan mayit, seperti utang, nadzar, fidyah, wasiat, dan semacamnya. Sehingga tidak ada beban baginya yang tidak ditunaikan. Kemudian kita berusaha menjadi hamba yang baik, bertaqwa kepada Allah, baik jenazah bisa mengetahui keadaan kita, atau tidak.

Nasehat semacam ini pernah disampaikan Imam Ibnu Utsaimin. Ketika beliau ditanya, apakah mayit bisa mengetahui kondisi keluarga ataukah tidak?

أما السؤال وهو: معرفة الميت ما يصنعه أهله في الدنيا؟ فإنني لا أعلم في ذلك أثراً صحيحاً يعتمد عليه.
وعلى أية حال فلا نرى نفعا في البحث عن هذا الأمر، والذي ينفعك أنك إذا كنت كذبت فالواجب عليك التوبة إلى الله، والتوبة تمحو ما قبلها، …. ، والانشغال بقبول التوبة، وإصلاح النفس بدلا من الانشغال بمعرفة الميت بهذا الأمر. 

Adapun pertanyaan, apakah mayit mengetahui apa yang dilakukan keluarganya di dunia? Saya tidak mengetahui atsar (riwayat) yang shahih yang bisa dijadikan dalil. Namun apapun itu, saya berpendapat tidak ada banyak manfaat untuk melakukan pembahasan masalah ini. Pelajaran yang bermanfaat bagi anda, bahwa jika anda mendustakan hal itu maka anda wajib bertaubat kepada Allah. Dan taubat bisa menghapus dosa sebelumnya. … dan hendaknya anda sibukkan diri agar diterima taubatnya, dan memperbaiki diri, dari pada menyibukkan diri dengan mengetahui keadaan mayit semacam ini.

(Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 192755)


Ketiga, ruh orang yang meninggal mendatangi keluarganya di alam nyata

Sebagian orang berkeyakinan bahwa ruh orang yang meninggal akan kembali ke keluarganya selama 40 hari. Terlebih setelah peristiwa meninnggalnya salah satu dai di indonesia, disusul dengan cerita sebagian keluarganya yang merasakan kehadiran ruh sang dai. Akhirnya banyak orang semakin yakin dengan aqidah ini. Padahal semuanya diyakini tanpa dasar dan dalil yang tegas.

Ada beberapa catatan yang menunjukkan bahwa keyakinan ini adalah keyakinan yang menyimpang dan bertentangan dengan Al-Quran dan sunah,

1. Allah mengingkari permintaan orang mati untuk dikembalikan ke dunia

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ ( ) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ 

(Demikianlah Keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, Dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), ( ) agar aku bisa berbuat amal yang saleh yang telah aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah Perkataan yang dia ucapkan saja. dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan. (QS. Al-Mukminun: 99 – 100)

Allah mengabarkan bagaimana orang kafir menyesali hidupnya. Mereka berharap agar dikembalikan ke dunia di detik-detik menghadapi kematian. Sehingga mereka mendapat tambahan usia untuk memperbaiki dirinya. Namun itu hanya ucapan lisan, yang sama sekali tidak bermanfaat baginya. Kemudian Allah menyatakan bahwa setelah mereka mati akan ada barzakh, dinding pemisah antara dirinya dengan kehidupan dunia. Mereka yang sudah memasuki barzakh, tidak akan lagi bisa keluar darinya. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 559).

2. Ruh mereka berada di alam yang lain, alam kubur, yang berbeda dengan alam dunia

Pada surat Al-Mukminun di atas, Allah telah menegaskan bahwa ada barzakh (dinding pemisah) antara orang yang telah meninggal dan kehidupan dunia. Dan itu terjadi sejak mereka meninggal dunia. Selanjutnya masing-masing sudah sibuk dengan balasan yang Allah berikan kepada mereka. Ruh orang baik, berada di tempat yang baik, sebaliknya, ruh orang jelek berada di tempat yang jelek.

Dalam sebuah riwayat, seorang tabiin bernama Masruq pernah bertanya kepada sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, tentang tafsir firman Allah,

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. (QS. Ali Imran: 169)

Ibnu Mas’ud menjawab, “Saya pernah tanyakan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau menjawab,


أرواحهم في جوف طير خضر لها قناديل معلقة بالعرش تسرح من الجنة حيث شاءت ثم تأوي إلى تلك القناديل فاطلع إليهم ربهم اطلاعة ، فقال : هل تشتهون شيئا ؟ قالوا : أي شيء نشتهي ونحن نسرح من الجنة حيث شئنا . ففعل ذلك بهم ثلاث مرات ، فلما رأوا أنهم لن يُترَكوا من أن يَسألوا قالوا : يا رب نريد أن ترد أرواحنا في أجسادنا حتى نقتل في سبيلك مرة أخرى ، فلما رأى أن ليس لهم حاجة تُركوا 

“Ruh-ruh mereka di perut burung hijau. Burung ini memiliki sarang yang tergantung di bawah ‘Arsy. Mereka bisa terbang kemanapun di surga yang mereka inginkan. Kemudian mereka kembali ke sarangnya. Kemudian Allah memperhatikan mereka, dan berfirman: ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu?’ Mereka menjawab: ‘Apa lagi yang kami inginkan, sementara kami bisa terbang di surga ke manapun yang kami inginkan.’ Namun Allah selalu menanyai mereka 3 kali. Sehingga ketika mereka merasa akan selalu ditanya, mereka meminta: ‘Ya Allah, kami ingin Engkau mengembalikan ruh kami di jasad kami, sehingga kami bisa berperang di jalan-Mu untuk kedua kalinya.’ Ketika Allah melihat mereka sudah tidak membutuhkan apapun lagi, mereka ditinggalkan.” (HR. Muslim no. 1887)

Kemudian disebutkan dalam riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لما أُصِيب إخوانكم بأُحُد جعل الله أرواحهم في جوف طير خضر تَرِد أنهار الجنة تأكل من ثمارها وتأوي إلى قناديل من ذهب معلقة في ظل العرش ، فلما وجدوا طيب مأكلهم ومشربهم ومَقِيلهم قالوا : من يُبلِّغ إخواننا عنّـا أنا أحياء في الجنة نُرزق لئلا يزهدوا في الجهاد ولا ينكلوا عند الحرب ، فقال الله سبحانه أنا أبلغهم عنكم . قال فأنزل الله : ( ولا تحسبن الذين قتلوا في سبيل الله )

Ketika saudara kalian meninggal di perang Uhud, Allah menjadikan ruh mereka di perut burung hijau. Mendatangi sungai surga, makan buah surga, dan beristirahat di sarang dari emas, menggantung di bawah ‘Arsy. Ketika mereka merasakan lezatnya makanan, minuman, dan tempat istirahat, mereka mengatakan: ‘Siapa yang bisa memberi tahu kepada saudara-saudara muslim lainnya tentang kabar kami bahwa kami hidup di surga, dan kami mendapat rizki. Agar mereka tidak menghindari jihad dan tidak pengecut ketika perang. Lalu Allah menjawab: ‘Aku yang akan sampaikan kabar kalian kepada mereka.’ Kemudian Allah menurunkan firman-Nya: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya…”(HR. Abu Daud 2520 dan dinilai hasan oleh Al-Albani)

Demikian pula ruh orang yang jahat. Mereka mendapat hukuman dari Allah sesuai dengan kemaksiatan yang mereka lakukan.

Jika ruh itu bisa kembali dan tinggal bersama keluarganya selama rentang tertentu, tentu yang paling layak mendapatkan keadaan ini adalah ruh para nabi, para sahabat, atau para syuhada yang meninggal di medan jihad. Sementara hadis-hadis di atas merupakan bukti bahwa hal itu tidak terjadi. Allah tempatkan ruh mereka di surga, dan terpisah sepenuhnya dengan alam dunia.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak pernah ditanya, benarkan ruh orang yang meninggal akan kembali ke keluarganya dan bisa melihat semua keadaan keluarganya selama 40 hari?

Jawaban beliau,


الإنسان إذا مات يغيب عن هذه الحياة ويصير إلى عالم آخر ، ولا تعود روحه إلى أهله ولا يشعرون بشيء عنه ، وما ذكر من عودة الروح لمدة أربعين يوما فهي من الخرافات التي لا أصل لها ، والميت كذلك لا يعلم بشيء من أحوالهم لأنه غائب عنهم في نعيم أو عذاب

Seseorang setelah meninggal, dia menghilang dari kehidupan dunia ini, dan berpindah ke alam akhirat. Dan ruhnya tidak kembali ke keluarganya, dan tidak mengetahui semua keadaan keluarganya. Kabar yang menyebutkan bahwa ruh kembali ke keluarga selama 40 hari adalah khurafat, yang sama sekali tidak memiliki dalil. Demikian pula mayit, dia tidak mengetahui keadaan keluarganya, karena dia tidak ada di tengah-tengah mereka. Mereka sibuk dalam kenikmatan atau adzab. (Fatwa Islam, 13183).

Kembalikan Kepada Dalil!

Prinsip ini jangan sampai lepas dari lubuk hati kita. Apapun yang kita dengar, siapapun yang menyampaikan, kembalikan keterangan itu kepada dalil. Tidak semua keterangan yang disampaikan dai benar adanya. Mereka yang punya dalil, itulah yang menjadi pegangan. Karena informasi tentang syariat, apalagi terkait keyakinan baru boleh kita terima ketika ada dasar pijakannya. Mengingat semua harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah. Sebagaimana yang Allah tegaskan,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا 

Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra’: 36).

Semoga Allah menyelamatkan kita dari setiap keyakinan yang menyimpang.

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)

Tidak ada komentar