Sholat Di Mesjid Yang Ada Kuburan

Di beberapa daerah di negeri kita, beberapa masjid nampak bersandingan dengan kuburan. Ada yang kuburannya berada di arah kiblat, di belakang masjid atau di samping masjid. Kuburan tersebut bisa berada di dalam masjid, bisa jadi untuk diagungkan, bisa jadi pula sebagai wasiat dari pemilik tanah yang mewakafkan tanahnya untuk masjid, di samping ada yang punya tujuan agar si mayat dalam kuburan terus didoakan oleh orang-orang yang berkunjung di masjid tersebut.

Padahal adanya kuburan di masjid semacam ini adalah wasilah untuk mengagungkan kuburan, akan mengarah pada menggantungkan hati pada mayat dan jalan menuju kesyirikan.


LARANGAN SHOLAT DI KUBURAN

Seluruh tempat di muka bumi ini bisa dijadikan tempat untuk sholat, itulah asalnya. Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah Shallallahu’‘alaihiwasallam bersabda:

وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ
    
“Seluruh bumi dijadikan sebagai tempat sholat dan untuk bersuci. Siapa saja dari ummatku yang mendapati waktu sholat, maka sholatlah di tempat tersebut!”. (Hadits Riwayat Bukhari no. 438 dan Muslim no. 521).

Namun ada tempat-tempat terlarang untuk sholat diantaranya kuburan atau daerah pemakaman.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, Rasulullah -Shallallahu’alaihiwasallam- bersabda,

الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبُرَةَ وَالْحَمَّامَ
   
“Seluruh bumi adalah masjid (boleh digunakan untuk sholat) kecuali kuburan dan tempat pemandian!”. (Hadits Riwayat Tirmidzi no. 317, Ibnu Majah no. 745, Ad-Darimi no. 1390, dan Ahmad 3: 83. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dari Abu Martsad Al-Ghonawi, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا
“Janganlah sholat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya!”. (HR Muslim no. 972).

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

اجْعَلُوا مِنْ صَلاَتِكُمْ فِى بُيُوتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
 
“Jadikanlah sholat (sunnah) kalian di rumah kalian dan jangan menjadikannya seperti kuburan!”. (Hadits riwayat Muslim no. 777. Menurut Ibnu Hajar, hadits ini menunjukkan bahwa kuburan bukanlah tempat untuk ibadah. Hal ini menunjukkan bahwa sholat di pekuburan adalah terlarang (hukumnya haram). (Lihat Fathul Bari, 1: 529)).

Para ulama’ mengatakan bahwa dikecualikan dalam masalah sholat di kuburan adalah sholat jenazah.

MASJID TIDAK BOLEH DISATUKAN DENGAN KUBURAN

Dari Jundab, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
    
“Ingatlah bahwa orang sebelum kalian, mereka telah menjadikan kuburan nabi dan kuburan orang sholeh mereka sebagai masjid. Ingatlah, janganlah menjadikan kuburan menjadi masjid (tempat untuk beribadah / tempat untuk bersujud). Sungguh aku (Nabi Muhammad) benar-benar melarang dari yang demikian!”. (Hadits Riwayat Muslim no. 532).


Ummu Salamah pernah menceritakan pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai gereja yang ia lihat di negeri Habaysah yang disebut Mariyah. Ia menceritakan pada beliau apa yang ia lihat yang di dalamnya terdapat gambar-gambar. Lantas Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ الْعَبْدُ الصَّالِحُ – أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ – بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
   
“Mereka adalah kaum yang jika hamba atau orang sholeh mati di tengah-tengah mereka, maka mereka membangun masjid di atas kuburnya. Lantas mereka membuat gambar-gambar (orang sholeh) tersebut. Mereka inilah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah”. (Hadits riwayat Bukhari no. 434).



Dari ‘Aisyah Radhiyallahu’anha, Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى ، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا
   
“Allah melaknat orang Yahudi dan Nashrani di mana mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid”. (Hadits riwayat Bukhari no. 1330 dan Muslim no. 529).

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al‘Utsaimin Rahimahullah berkata:

“Tidak boleh membangun masjid di atas kuburan karena seperti itu adalah wasilah (perantara) menuju kesyirikan dan dapat mengantarkan pada ibadah kepada penghuni kuburan. Dan tidak boleh pula kuburan dijadikan tujuan (maksud) untuk sholat. Perbuatan ini termasuk dalam menjadikan kuburan sebagai masjid. Karena alasan menjadikan kuburan sebagai masjid ada dalam sholat di sisi kuburan. Jika seseorang pergi ke pekuburan lalu dia sholat di sisi kuburan wali -menurut sangkaannya-, maka ini termasuk menjadikan kuburan sebagai masjid. Perbuatan semacam ini terlaknat sebagaimana laknat yang ditimpakan pada Yahudi dan Nashrani (Kristen) yang menjadikan kuburan nabi mereka sebagai masjid!”. (Al-Qoulul Mufid, 1: 404).

Para ulama menerangkan bahwa jika masjid yang dahulu, setelah itu masuklah kuburan, maka kuburan yang mesti dimusnahkan. Sedangkan jika kuburan lebih dahulu, barulah setelah itu dibangun masjid, berarti masjid tersebut yang mesti dimusnahkan. Inilah jalan untuk menutup pintu dari kesyirikan.


MENGENAI SHOLAT DI MASJID YANG ADA KUBURANNYA


Mengenai hadits-hadits di atas, Syaikh Muhammad At-Tamimi Rahimahullah, membawakannya dalam Kitab Tauhid dalam Bab “Peringatan keras terhadap siapa yang beribadah kepada Allah di sisi kuburan orang sholeh, lebih-lebih jika beribadah kepada orang sholeh tersebut”. Penulis Fathul Majid, Syaikh ‘Abdurrahman Alu Syaikh berkata:

“Jika seseorang beribadah pada orang sholeh (yang ada dalam kuburan, pen), maka perbuatan tersebut adalah syirik akbar. Sedangkan beribadah kepada Allah di sisi kuburan orang sholeh adalah wasilah (perantara) untuk beribadah padanya dan ini adalah termasuk perantara kepada syirik yang diharamkan. Beribadah di sisi kuburan orang sholeh dapat mengantarkan kepada Syirik Akbar. Dan itu adalah sebesar-besarnya dosa”. (Fathul Majid, hal. 243).

Penjelasan hadits-hadits di atas menunjukkan larangan sholat di masjid yang ada kuburan. Apalagi bertambah jelas dengan penjelasan Syaikh Muhammad At-Tamimi dan Syaikh ‘Abdurrahman Alu Syaikh Rahimahumallah, mengenai penafsiran hadits-hadits di atas.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin Rahimahullah, menerangkan bahwa yang dimaksud menjadikan kuburan sebagai masjid ada dua makna:

- Membangun masjid di atas kuburan.
- Menjadikan kuburan sebagai tempat untuk sholat, di mana kuburan menjadi maksud (tujuan) ibadah. Namun jika seseorang sholat di sisi kuburan dan tidak menjadikan kuburan sebagai maksud (tujuan), maka ini tetap bermakna menjadikan kuburan sebagai masjid dengan makna umum. (Al Qoulul Mufid, 1: 411).

Kami pernah mengajukan pertanyaan pada Syaikh Sholeh Al-Fauzan -Hafizhohullah- mengenai kasus suatu masjid, yaitu masjid tersebut terdapat satu kuburan di arah kiblat namun di balik tembok, di mana kuburan tersebut masih masuk halaman masjid, bagaimana hukum shalat di masjid semacam itu? Jawaban beliau -Hafizhohullah-: “Jika kuburan tersebut masih bersambung (muttashil) dengan masjid (artinya: masih masuk halaman masjid), maka tidak boleh sholat di masjid tersebut. Namun jika kuburan tersebut terpisah (munfashil), yaitu dipisah dengan jalan misalnya dan tidak menunjukkan bersambung dengan masjid (artinya bukan satu halaman dengan masjid), maka boleh sholat di masjid semacam itu”. (Durus Syaikh Sholeh Al-Fauzan, Al-Muntaqo).

Al-Lajnah Ad-Daimah, komis fatwa di Saudi Arabia menjelaskan:

إذا كان المسجد مبنيًا على القبر فلا تجوز الصلاة فيه وكذلك إذا دفن في المسجد أحد بعد بنائه ، ويجب نقل المقبور فيه إلى المقابر العامة إذا أمكن ذلك ؛ لعموم الأحاديث الدالة على تحريم الصلاة في المساجد التي فيها قبور .
    
“Jika masjid dibangun di atas kuburan, maka tidak boleh sholat di masjid seperti itu. Begitu pula jika di dalam masjid dikubur seseorang setelah masjid dibangun, maka tidak boleh shalat di masjid semacam itu. Wajib memindahkan mayit yang dikubur ke pemakaman umum karena hal ini ditunjukkan oleh hadits yang mengharamkan sholat di masjid yang ada kuburan!”. (Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah no. 4335).


LANTAS BAGAIMANA DENGAN MASJID NABAWI?

Sebagian orang menyampaikan syubhat mengenai masjid Nabawi (di kota Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni Kota Madinah). Jika memang sholat di masjid yang ada kuburan terlarang, lantas bagaimana dengan keadaan Masjid Nabawi itu sendiri? Bukankah di dalamnya ada kuburan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam?!


Syaikh Sholeh Al-Fauzan Hafidzahullah mengatakan: “Syubhat (Kerancuan) ini adalah talbis (tipu daya Iblis), yaitu ingin menyamarkan manusia”. (Durus Syaikh Sholeh Al-Fauzan, Al-Muntaqo).

Cukup, syubhat di atas dijawab dengan penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin berikut ini:

1] Masjid Nabawi tidaklah dibangun di atas kuburan. Bahkan yang benar, Masjid Nabawi dibangun di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup.

2] Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah dikuburkan di masjid sehingga bisa disebut dengan orang sholeh yang dikuburkan di masjid. Yang benar, beliau dikuburkan di rumah beliau.

3] Pelebaran Masjid Nabawi hingga sampai pada rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan rumah ‘Aisyah bukanlah hal yang disepakati oleh para shahabat Radhiyallahu ‘anhum. Perluasan itu terjadi ketika sebagian besar shahabat telah meninggal dunia dan hanya tersisa sebagian kecil dari mereka. Perluasan tersebut terjadi sekitar tahun 94 H, di mana hal itu tidak disetujui dan disepakati oleh para shahabat. Bahkan ada sebagian mereka yang mengingkari perluasan tersebut, di antaranya adalah seorang tabi’in, yaitu Sa’id bin Al-Musayyib. Beliau sangat tidak ridho dengan hal itu.


4] Kuburan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tidaklah di masjid, walaupun sampai dilebarkan. Karena kuburan Beliau Saw di ruangan tersendiri, jelas-jelas terpisah dari masjid. Masjid Nabawi tidaklah dibangun dengan kuburan Beliau SAW. Oleh karena itu, kuburan beliau dijaga dan ditutupi dengan tiga dinding. Dinding tersebut akan memalingkan orang yang sholat di sana menjauh dari kiblat karena bentuknya segitiga dan tiang yang satu berada di sebelah utara (arah berlawanan dari kiblat). Hal ini membuat seseorang yang sholat di sana akan bergeser dari arah kiblat. (Al-Qoulul Mufid, 1: 398-399).

Demikian bahasan kami mengenai hukum sholat di masjid yang ada kuburan. Yang nampak dari dalil, bahwa solat di tempat semacam itu hukumnya haram. Adapun mengenai kesahan sholat di masjid yang ada kuburan, butuh dibahas dalam bahasan lainnya.


Shalat di Masjid yang Ada Kubur, Sahkah ataukah Shalatnya Perlu Diulang?

Jumhur ulama berpendapat, makruh shalat di masjid yang ada kubur. Demikian pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyah, juga merupakan salah satu pendapat Imam Ahmad dan salah satu pendapat Imam Malik.

Adapun ulama Malikiyah berpendapat bolehnya tanpa ada penilaian makruh.

Sedangkan ulama Hambali menganggap bahwa shalat di masjid yang ada kubur dihukumi haram dan shalatnya tidak sah.


Pahami Kaedah!

Ulama punya kaedah dalam memahami hal ini,

فَكُلُّ نَهْيٍ عَادَ لِلَّذَوَاتِ أَوْ لِلشَّرْطِ مُفْسِدًا سَيَأْتِي

وَإِنْ يَعُدْ لِخَارِجٍ كَالعِمَّهْ فَلَنْ يَضِيْرَ فَافْهَمَنَّ العِلَّةَ

Setiap larangan yang kembali pada dzat atau syarat ibadah, maka itu akan mencacati dan nanti akan datang penjelasannya

Sedangkan larangan yang kembali pada luar ibadah seperti menggunakan imamah (yang haram), maka tidak mencatati, oleh karenanya pahamilah ‘illah

Ada dua hal yang bisa dipahami dari kaedah yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin di atas dalam Manzhumah Ushul Fiqh (hal. 89) di atas: (1) suatu larangan yang ada kaitannya dengan zat atau syarat ibadah, (2) suatu larangan yang tidak kaitannya dengan zat atau syarat ibadah, namun di luar ibadah.

Larangan yang ada kaitannya dengan zat ibadah, maka membuat ibadah itu tidak sah. Contohnya, wanita yang sedang haidh dilarang untuk shalat. Larangan tidak boleh shalat ini ada kaitannya dengan zat ibadah, maka jika ada wanita haidh shalat dalam keadaan tidak suci seperti itu, maka ibadahnya tidak sah. Begitu pula larangan berpuasa pada hari Idul Fitri dan Idul Adha, ini kembali pada zat ibadah. Sehingga jika ada yang beribadah pada dua hari tersebut, ibadahnya tidak sah bahkan dinilai berdosa.

Sedangkan larangan yang berkaitan dengan syarat ibadah seperti yang para ulama bahas yaitu hukum shalat dengan kain sutera yang dilarang bagi pria, apakah shalatnya sah ataukah tidak. Perlu kita ingat bahwa syarat shalat adalah menutup aurat dengan pakaian yang mubah. Sedangkan sutera adalah pakaian yang haram. Larangan ini ada kaitannya dengan syarat  shalat, maka membuat shalatnya tidak sah.

Adapun contoh larangan yang tidak ada kaitannya dengan zat maupun syarat seperti:

– Shalat dengan imamah penutup kepala dari sutera. Hal ini tetap membuat ibadah sah karena menutup kepala tidak termasuk syarat shalat, namun di luar shalat.

– Memakai cincin emas bagi pria saat shalat. Hal ini tetap membuat ibadahnya sah, sedangkan memakai cincin tersebut dinilai sebagai dosa tersendiri.

Mengenai kaedah apakah larangan membatalkan ibadah, baca pula di Ma’alim Ushul Fiqh karya Muhammad bin Husain Al Jizani (cetakan ke-9, tahun 1433 H), hal. 302-303.

Adapun yang sedang kita kaji yaitu shalat di masjid yang ada kubur, apakah kembali pada zat ataukah di luarnya, para ulama khilaf. Namun karena memperhatikan hadits-hadits yang ada, kami sendiri cenderung pada pendapat yang mengatakan bahwa larangan shalat di masjid yang ada kubur kembali pada zat ibadah. Sehingga shalat di masjid seperti itu tidak sah.

لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا 

“Janganlah shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya” (HR. Muslim no. 972). Ini di antara dalil yang menunjukkan bahwa memang shalat di masjid yang ada kubur itu terlarang. Sehingga konsekuensinya, ibadahnya tidak sah. Wallahu Ta’ala a’lam.

Bagaimana Jika Shalat di Masjid yang Ada Kubur Dalam Keadaan Tidak Tahu?

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,


وسر الفرق أن من فعل المحظور ناسيا يجعل وجوده كعدمه ونسيان ترك المأمور لا يكون عذرا في سقوطه كما كان فعل المحظور ناسيا عذرا في سقوط الإثم عن فاعله 

“Perbedaan penting yang perlu diperhatikan bahwa siapa yang melakukan yang haram dalam keadaan lupa, maka ia seperti tidak melakukannya. Sedangkan yang meninggalkan perintah karena lupa, itu bukan alasan gugurnya perintah. Namun bagi yang mengerjakan larangan dalam keadaan lupa, maka itu uzur baginya sehingga tidak terkenai dosa.” (I’lamul Waqi’in, 2: 51). Lihat bahasan selengkapnya: Melakukan Larangan dan Meninggalkan Kewajiban Karena Lupa.

Dari kaedah Ibnul Qayyim di atas berarti yang mengerjakan shalat di masjid yang ada kubur -padahal itu termasuk larangan- dalam keadaan tidak tahu, maka berarti ia seperti tidak melakukannya dan ini berarti ibadahnya sah dan tidak perlu diulang. Hal ini berbeda jika seseorang itu tahu dan dalam keadaan ingat, lalu tetap tidak mengindahkan larangan dan shalat di masjid semacam itu, maka ibadahnya tidak sah. Wallahu a’lam.

Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

Selesai disusun di malam hari, 15 Syawal 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang-Gunungkidul


Semoga Allah memberi hidayah demi hidayah.

Wallahu waliyyut taufiq.

===================
REFERENSI:

- Al-Muntaqo fil Ahkamisy Syari’ah min Kalami Khoiril Bariyyah, Majduddin Abul Barokat ‘Abdussalam bin Taimiyah Al Haroni, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan kedua, tahun 1431 H.
- Al-Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan kedua, 1424 H.
- Fathul Majid Syarh Kitab Tauhid, ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, terbitan Darul Ifta’, cetakan ketujuh, tahun 1431 H.
- Durus Syaikh Sholeh Al-Fauzan -Hafidzahullah-, kitab Al-Muntaqo karya Majduddin Abul Barokat ‘Abdussalam bin Taimiyah Al-Haroni, 8 Jumadal Ula 1433 H, di Hay Malaz, Riyadh, KSA.

Disusun @ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 8-9 Jumadal Ula 1433 H.
Selesai disusun di malam hari, 15 Syawal 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang-Gunungkidul

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal. 

Tanya: Ustadz, kalo misalkan masjid berada satu halaman dengan kubur, lalu Ketua Masjid telah dinasehati akan hal itu, akan tetapi tidak ada usaha lanjut, apakah kita tetap meniggalkan masjid itu?
Jawab: Cari masjid lain itu lebih baik.


Tanya: Assalamualaikum pak Ustadz, Bagaimana hukumnya sholat di masjid yang di arah kiblatnya ada kuburan tetapi tidak termasuk halaman masjid dan dibatasi oleh tembok dari masjid saja. Untuk masjidnya juga ada di lantai 2, untuk lantai 1 khusus aula saja. Jazzakallohu Khoiron.
Jawab: Wa'alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh. Kalau kuburan bukan satu pagar dg masjid, boleh.

Tanya: Assalamualaikum pak Ustadz, Di dekat kantor saya ada masjid yang kuburannya dibatasi oleh tembok miliki masjid tersebut, dan arah kiblatnya menghadap kuburan tersebut, akan tetapi masalahnya untuk sholat Jum'at itu di lantai atas, lantai 2. Sehingga orang sholat di lantai 2 tetapi menghadap kuburan. Bagaimana hukumnya pak Ustadz. Terima kasih.
Jawab: Wa'alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh. Selama masjid masih satu pagar dg masjid, tdk boleh.

Tanya: Assalamualaikum Pak Ustadz,.. Saya bekerja di daerah Gunawarman. satu2nya masjid terdekat adalah di masjid di tepi kuburan. masjid tersebut sisi kirinya menempel di kuburan umum. walaupun tidak di sisi depan (arah kiblat). akan tetapi masjid lain sangat jauh dari kantor Saya. Mohon berikan nasihat kepada Saya bagaimana sebaiknya apakah Saya tetap menunaikan sholat fardhu dan Jumatan di masjid tersebut? Jazakallahu Khair...
Jawab: Wa'alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh. Kalau masjid tsb tdk satu pagar dg kuburan, tdk ada masalah shalat di situ.

Tanya: Bagaimana klo kita sedang safar,lalu jauh dari mesjid yg lain sedangkan waktu jumat sudah mau habis/adzan jumat sebentar lagi.jazakallah khoiron katsir.
Jawab: Musafir tdk wajib shalat jumat.

Tanya: Assalamualaikum, Mau tanya, kalau misalnya di area mesjid terdapat satu kuburan, tetapi ada sebagian jama'ah yang kemudian sholat di luar area mesjid, misalnya di jalan depan mesjid, padahal imam berada di mesjid. Bagaimana hukumnya ya? Apakah diperbolehkan atau tidak?Jazakumullahu khairan
Jawab: Wa'alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh. Jika kuburan bersatu dg masjid, mk masjid tsb tdk boleh dijadikan tempat shalat. Hanya Allah yg memberi taufik.

Tidak ada komentar