Sepintas Kisah Nabi Idris

Nabi Idris Allahissalam (bahasa Arab: إدريس , Alkitab: Henokh) (sekitar 4533-4188 SM) adalah salah seorang rasul yang pertama kali diberikan tugas untuk menyampaikan risalah kepada kaumnya. Ia diberikan hak kenabian oleh Allah setelah Adam dan Syits.

Dikatakan bahwa Idris lahir dan tinggal di Babil, Iraq, untuk berdakwah kepada kaumnya yang bernama Bani Qabil dan Memphis. Sedangkan beberapa kisah menyebutkan, Idris lahir di daerah Munaf, Mesir. Namanya disebutkan sebanyak 2 kali dalam Al-Qur'an.


Kisah beliau tak banyak diketahui. Hanya ada di dua tempat dalam Al-Qur’an, dan riwayat-riwayat maupun atsar-atsar yang membahas beliau pun tidak banyak. Walaupun begitu, tidak mengurangi kemuliaan beliau sebagai seorang Nabi Allah yang wajib kita imani sebagai wujud pengamalan salah satu rukun iman.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا. وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. [QS Maryam : 56-57]

Allah Ta’ala telah memuji Idris dan mensifatkannya dengan kenabian dan kejujuran, beliau bernama Khanukh bin Yard bin Mahla’il bin Qanin bin Anusy bin Syits bin Adam. Para ulama ahli nasab berpendapat bahwa nasab beliau bergaris lurus dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. Beliau merupakan Nabi yang diutus setelah Adam dan Syits Alaihimussalam. Muhammad bin Ishaq menyebutkan bahwa Idris-lah yang pertama kali menulis menggunakan pena, hal itu sudah diketahui dari kehidupan Adam selama 308 tahun.

Sebagian orang berkata, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Mu’awiyyah bin Al-Hakam As-Sulami ketika dia bertanya kepada Rasulullah terkait menulis dengan krikil, beliau Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya dia (Idris) adalah Nabi yang menulis dengan itu, maka siapa saja yang tulisannya sesuai, maka itulah tulisannya.” (1).

Firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi,” ayat ini seperti yang telah dijelaskan di dalam hadits riwayat Bukhari-Muslim peristiwa Isra’ Mi’raj bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam melintasinya ketika Idris berada di langit keempat. Al-Imam Ibnu Jarir meriwayatkan dari Yunus, dari Abdul A’la, dari Ibnu Wahab, dari Jarir bin Hazim, dari Al-A’masy, dari Syimr bin Athiyyah, dari Hilal bin Yasaf, dia berkata, Ibnu Abbas bertanya kepada Ka’ab sementara aku berada disitu, “Apa maksud firman Allah tentang Idris, “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi,” Ka’ab berkata, “Adapun tentang Idris, sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadanya bahwa: Aku telah mengangkat untukmu setiap hari sebagaimana amalan anak keturunan Adam. Maka Idris suka untuk menambah amalan, kemudian malaikat mendatanginya, lalu Idris berkata, “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku begini dan begitu maka katakanlah kepada malaikat maut agar menangguhkanku hingga aku dapat menambahkan amalan-amalanku.” Kemudian malaikat itu membawanya dengan sayapnya naik ke atas langit. Ketika mereka sampai di langit keempat, malaikat maut pun menyambut, maka malaikat yang bersama Idris menyampaikan pesan Idris kepadanya. Malaikat maut berkata, “Dimana Idris?”, dijawab oleh malaikat, “Dia ada di atas punggungku.” Malaikat maut berkata, “Aku takjub karena telah dikatakan kepadaku, cabutlah ruh Idris di langit keempat, kemudian aku berkata, bagaimana mungkin aku mencabut ruhnya di langit keempat sedangkan dia berada di bumi.” Kemudian malaikat mautpun mencabut ruh Idris di langit keempat. Demikianlah, sesuai dengan  firmanNya, “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (2).

Di dalam tafsir Ibnu Abi Hatim, terdapat tambahan, Idris bertanya kepada malaikat yang membawanya, “Tanyakan kepada malaikat maut berapa sisa umurku?”, maka malaikat pun menanyakan kepada malaikat maut, malaikat maut menjawab, “Aku tidak tahu hingga aku melihatnya.” Kemudian malaikat maut melihatnya dan berkata kepada malaikat yang membawa Idris, “Kau bertanya kepadaku berapa sisa umur seseorang, sesungguhnya umurnya tinggal beberapa saat lagi.” Malaikat pun melihat ke bawah sayapnya untuk melihat Idris dan ternyata nyawanya sudah dicabut namun dia tidak merasakannya. Ibnu Katsir berkata : Riwayat ini israiliyat yang mana di dalamnya terdapat banyak kemungkaran.

Sementara itu, Ibnu Abi Najih berkata dari Mujahid dalam firman Allah Ta’ala, “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” Dia berkata, Idris diangkat ke langit dalam keadaan hidup, belum dicabut nyawanya sebagaimana ‘Isa Alaihissalam (3), namun hal ini harus dikaji lebih dalam lagi, adapun jika maksudnya adalah dia diangkat ke langit dalam keadaan masih hidup kemudian dicabut nyawanya disana maka tidak dapat dinafikan dari apa yang diriwayatkan oleh Ka’ab Al-Ahbar. Allahu a’lamu bishawab.

Al-Aufi berkata, dari Ibnu Abbas terkait firmanNya, “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” Maksudnya dia diangkat ke langit keenam dan wafat disana (4), demikian yang dikatakan Adh-Dhahhak. Namun hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim yang menyebutkan di langit keempat adalah lebih shahih dan sanadnya lebih terpercaya. Al-Hasan berkata tentang firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” Yaitu diangkat ke surga. Sementara yang lain ada yang mengatakan Idris diangkat kepada kehidupan bapaknya, Yard bin Mahla’il.
Allahu a’lamu bishawab. Semoga bermanfaat.
------------------------------------------
Dinukil dari Al-Bidayah wa An-Nihayah hal. 441-444 karya Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah. Penerbit Pustaka Azzam
Tahqiq : Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin At-Turki
Footnote :
(1) HR Muslim (537); Abu Dawud (930); An-Nasa’i (1218); Ahmad (2253)
(2) HR Ibnu Jarir (Jami’ul Bayan 16/96 no. 23768); para perawinya tsiqah
(3) HR Ibnu Jarir (Jami’ul Bayan 16/96 no. 23769); Ibnu Hibban berkata, Ibnu Abi Najih tidak mendengar tafsir dari Mujahid tetapi mengambilnya dari kitab Al-Qasim.
(4) HR Ibnu Jarir (Jami’ul Bayan 16/96 no. 27770); sanadnya dha’if dan mursal.

Tidak ada komentar