Kisah Samiri (Musa bin Za’far)

Samiri (Bahasa Arab: السامري – As-Samiri) adalah seorang Bani Isra’il dari suku As-Samirah (Samaria) dan menjadi pengikut Nabi Musa AS yang kemudian menjadi sesat. Dikatakan bahwa nama asli Samiri adalah Musa’ bin Za’far dan dia merupakan salah satu tokoh kafir yang disebut dalam Al-Qur’an Al-Karim. Ayahanda Samiri adalah bernama Za’far.

Samiri berasal dari bahasa Arab dan digunakan secara meluas oleh penduduk Albania. Samiri adalah sebuah variasi dari “Samir” bagi pengguna bahasa Albania, bahasa Arab, bahasa India, dan bahasa Iran yang berasal dari bahasa Arab yaitu “Samara”. Bentuk feminim dari “Samir” adalah “Samira”. (Samiri-wikipedia.com)

KELAHIRAN SAMIRI
Kata Dajjal menjadi kosa kata Arab yang lazim digunakan untuk istilah "nabi palsu". Namun istilah Ad-Dajjal, merujuk pada sosok "Penyamar" atau "Pembohong" yang muncul menjelang kiamat. Istilahnya adalah Al-Masih Ad-Dajjal (Bahasa Arab untuk "Al Masih Palsu") adalah terjemahan dari istilah Syria Meshiha Deghala yang telah menjadi kosa kata umum dari Timur Tengah selama lebih dari 400 tahun sebelum Al-Quran diturunkan.(Dajal.Wikipedia.com)

Dajjal adalah musuh besar bagi manusia. Siapakah dia sebenarnya? Ketahuilah, dajjal sebenarnya adalah Samiri, yang nama aslinya adalah Musa’ bin Za’far.(Dajal.Wikipedia.com)

Dajjal terlahir dari keluarga penyembah patung sapi. Yang dalam Al-Qur’an Al-Karim disebut Ijlu (anak sapi). Dajjal terlahir dari perkawinan sedarah. Dampak dari perkawinan ini, menjadikan Dajjal menjadi manusia cacat. Dengan mata buta sebelah.

Menurut Dr. ‘Isa Dawud, Dajjal lahir 100 tahun sebelum kelahiran Nabi Musa AS. Dia terlahir dengan nama Musa. Kata ini diambil dari bahasa Mesir, yang artinya ‘terapung’. Karena memang Dajjal pada masa kecilnya terapung di atas air karena bencana tsunami di negeri Samirah (Samaria), Palestina. Nama lengkap Dajjal adalah Musa Samiri, yang artinya adalah, Musa dari negeri Samirah (Samaria). Jadi ada dua Musa yang popular di kalangan Bani Isra’il, yaitu Musa bin ‘Imran, yang kelak menjadi rasul Allah, dan Musa Samiri, yang merupakan cikal bakal Dajjal dan utusan Iblis Laknatullah.

Sejak kelahirannya, Dajjal (Samiri/Musa’ bin Za’far) tidak mau menyusu dan senantiasa tertidur. Hingga mengakibatkan payudara ibunya mengalami pembengkakan hebat dan menimbulkan panas yang luar biasa. Dua bulan kemudian ibunya meninggal. Pada saat itulah di negeri Samirah (Samaria) gempa di dasar laut yang menimbulkan tsunami yang sangat hebat. Seluruh negeri itu hancur disapu oleh banjir. Nyaris penduduk pulau itu tak ada yang tersisa.

Atas bencana ini, Allah SWT mengutus Malaikat Jibril AS untuk menyelamatkan Samiri yang masih bayi, sang biang Dajjal itu. Dia pun diselamatkan oleh Malaikat Jibril AS ketika terapung di atas laut dan diselamatkan ke dalam sebuah gua. Di dalam gua di tengah pulau terpencil itulah, Samiri diurus oleh Malaikat Jibril AS. Menurut riwayat, Samiri diberi air susu dari surga yang keluar dari jempol Malaikat Jbril AS. Begitulah hari-hari Samiri dibesarkan dalam asuhan raja malaikat, yakni Malaikat Jibril AS.

Banyak pengetahuan yang didapat Samiri dari Jibril AS, meski bukan dalam kata-kata. Diantara pengetahuannya adalah: setiap benda yang disentuh oleh Malaikat Jibril AS bisa hidup. Seolah-olah ada ruhnya. Karenaya Jibril diberi gelar Ruhul Qudus (Roh Kudus) atau Ruhul Amin. Konon ketika Nabi ‘Isa AS menghidupkan orang-orang mati di hadapan Bani Isra’il, Jibril-lah yang membantunya, dengan cara menempelkan sayapnya di atas kuburan-kuburan. Pengetahuan inilah yang kelak menyesatkan Bani Isra’il, menjadi penyembah patung anak sapi dari emas, ketika Nabi Musa AS bersemedi di Gunung Thursina selama 40 hari. Kisah ini dengan sangat panjang lebar dimuat dalam Qur’an Surat Thaha.

Pada usia remaja, keluarlah Samiri dari persembuyiannya. Sejak itu Samiri (alias Musa’ bin Za’far) punya cita-cita aneh. Ia bercita-cita ingin menjadi tuhan. Dan agar manusia menyembahnya. Ini dikarenakan Samiri punya keistimewaan-keistimewaan, berkat pergaulannya dengan Malaikat Jibril AS. Di samping itu, Samiri punya kelebihan dari Allah SWT berupa kecakapan luar biasa dan kesehatan. Diriwayatkan, Dajjal (alias Samiri) tidak pernah tua dan pikun. Setiap mencapai usia 100 tahun akan menjadi muda kembali. Itulah antara lain kelebihan Allah yang diberikan kepada Dajjal Samiri. Maka dalam perjalanannya yang pertama ini, Dajjal (Samiri) berinisiatif untuk mendatangi guru-guru sihir ternama dan berguru kepadanya. Diantara guru ternama itu seorang penyihir dari Yaman. Tentu saja setelah mengunjungi dan menjajal master-master sihir di Mesir, yang memang pada waktu itu profesi sihir banyak dimanfaatkan oleh para Fir’aun Mesir. Akhirnya Samiri berhasil mengalahkan guru-gurunya dalam ilmu sihir. Maka jadilah Dajjal Samiri menjadi orang yang sangat pandai dalam hal ilmu sihir dan ilmu teknologi.

SAMIRI BERKELAHI DENGAN FATUN (PRAJURIT FIR’AUN)

Allah SWT berfirman: ”Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Musa berdoa: “Yaa Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku!”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Musa berkata: “Yaa Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa”.

Karena itu jadilah Musa di kota (Memphis) itu merasa takut menunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya) maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongannya kemarin (Samiri) berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang sesat, yang nyata (kesesatannya)”.

Maka tatkala Musa hendak memegang dengan kuat orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: “Hai Musa, apakah engkau bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu bermaksud menjadi salah seorang dari orang yang mengadakan perdamaian”.

Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas, seraya berkata: “Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri ini sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, oleh karenanya keluarlah (dari kota ini). Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.

Maka keluarlah Musa dari kota ini dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir. Dia berdoa: “Yaa Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zhalim itu!”. “.(Lihat QS Al-Qashash: 14 – 21).

Sesungguhnya kisah Samiri berkelahi dengan Fatun (prajurit Fir’aun), adalah kisah tentang keluarnya Nabi Musa AS dari Mesir.

Sejak Musa AS dikembalikan ke istana oleh Yukabad, ibu kandungnya, setelah disusui, Nabi Musa AS hidup sebagai salah seorang dari keluarga kerajaan Fir’aun hingga mencapai usia dewasanya, dimana ia memperoleh asuhan dan pendidikan sesuai dengan tradisi istana Firaun. Allah SWT mengurniakan Nabi Musa AS hikmah dan pengetahuan sebagai persiapan tugas kenabian dan risalah yang diwahyukan kepadanya. Di samping kesempurnaan dan kekuatan rohani, ia dikurniai oleh Allah kesempurnaan tubuh dan kekuatan jasmani.

Nabi Musa mengetahui dan sadar bahwa dia hanya seorang anak pungut di istana Fir’aun dan tidak setitik darah Fir’aun pun mengalir di dalam tubuhnya dan bahwa ia adalah keturunan Bani Isra’il yang ditindas dan diperlakukan sewenang-wenang oleh kaum Fir’aun. Karenanya dia berjanji kepada dirinya sendiri, akan menjadi pembela kamunya yang tertindas dan menjadi pelindung bagi golongan yang lemah yang menjadi sasaran kezhaliman dan keganasan para penguasa. Demikianlah maka terdorong oleh rasa setia kawannya kepada orang-orang yang mazhlum dan teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkan dia terpaksa meninggalkan istana Fir’aun dan keluar dari Mesir.

Peristiwa itu terjadi ketika Nabi Musa AS sedang berjalan-jalan di sebuah lorong di waktu tengah hari di mana keadaan kota sunyi sepi ketika penduduknya sedang tidur siang. Kemudian Nabi Musa’ AS melihat kedua orang sedang berkelahi, yang seorang dari golongan Bani Isra’il (orang Israel) bernama Samiri (Musa’ bin Za’far) dan seorang lagi dari kaum Fir’aun bernama Fatun (prajurit Fir’aun). Nabi Musa AS yang mendengar teriakan Samiri mengharapkan akan pertolongannya terhadap musuhnya yang lebih kuat dan lebih besar itu. Maka langsunglah Nabi Musa AS melontarkan pukulan dan tonjokannya kepada Fatun yang seketika itu Fatun jatuh rebah dan menghembuskan nafasnya yang terakhir (meninggal).

Nabi Musa AS terkejut melihat Fatun, prajurit Fir’aun itu, mati karena pukulannya yang sebenarnya tidak disengaja untuk membunuhnya. Dia AS merasa berdosa dan beristighfar kepada Allah SWT seraya memohon ampun atas perbuatannya yang tidak sengaja itu, yakni telah membunuh nyawa salah seorang dari hamba-hamba-Nya.

Peristiwa matinya Fatun menjadi pembicaraan ramai dan menarik perhatian para penguasa kerajaan Fir’aun, dan mereka menduga bahwa pastinya orang-orang Israel-lah yang melakukan perbunuhan itu. Mereka menuntut agar pelakunya diberi hukuman yang berat, bila dia tertangkap.

Anggota dan pasukan keamanan negara Fir’aun dihantarkan ke seluruh pelosok kota mencari jejak orang yang telah membunuh Fatun, yang sebenarnya hanya diketahui oleh Samiri dan Nabi Musa saja. Akan tetapi, walaupun tidak ada orang ketiga yang menyaksikan peristiwa itu, Musa AS merasa cemas dan takut dan berada dalam keadaan bersedia menghadapi akibat perbuatannya itu bila sampai tercium oleh pihak penguasa. Alangkah malangnya nasib Nabi Musa AS yang sudah cukup berhati-hati menghindari kemungkinan terbongkarnya rahasia pembunuhan yang beliau AS lakukan tatkala beliau AS membunuh Fatun yang tanpa disengaja dalam suatu perbuatan yang menyebabkan namanya disebut-sebut sebagai pembunuh yang dicari.

Nabi Musa AS bertemu lagi dengan Samiri yang telah ditolongnya melawan Fatun. Untuk kedua kalinya lagi-lagi Samiri berkelahi pada saat bertemu dengan Nabi Musa AS, Samiri berkelahi dengan salah seorang dari kaum Fir’aun lagi. Melihat Nabi Musa AS maka berteriak-lah Samiri meminta pertolongannya. Nabi Musa AS menghampiri mereka yang sedang berkelahi seraya berkata untuk menegur Samiri: “Sesungguhnya engkau adalah orang yang telah sesat”. Samiri menyangka bahwa Nabi Musa AS akan membunuhnya ketika dia mendekatinya, lalu berteriaklah Samiri berkata: “Apakah engkau hendak membunuhku sebagaimana kemarin engkau telah membunuh seorang manusia? Rupanya engkau hendak menjadi seorang yang sewenang-wenang di negeri ini dan bukan orang yang mengadakan kedamaian!”.

Kata-kata Samiri itu segera terdengar oleh para prajurit Fir’aun, maka mereka dengan cepat memberitahukannya kepada para penguasa yang memang sedang melacak pembunuh Fatun. Maka berundinglah para pembesar dan penguasa Mesir, yang akhirnya memutuskan untuk menangkap Musa AS dan membunuhnya sebagai balasan bagi Musa AS karena telah membunuh Fatun, prajurit Fir’aun.

Ketika para prajurit Fir’aun sedang mengatur rancangan untuk menangkap Nabi Musa AS, maka seorang lelaki dari salah seorang shahabat Nabi Musa AS datang dari ujung kota memberitahukan kepadanya dan menasihatinya agar segera meninggalkan Mesir, karena para penguasa Mesir telah memutuskan untuk membunuhnya apabila Nabi Musa AS ditangkap. Lalu keluarlah Nabi Musa AS dengan terburu-buru meninggalkan Mesir, sebelum anggota prajurit Fir’aun menutup pintu-pintu gerbang kota Mesir.

SAMIRI DI MESIR
Menurut sebagian ahli tarikh (ahli sejarah), Samiri adalah salah seorang Bani Israil yang terasing di antara mereka. Ada pula yang berpendapat lain, dia termasuk penduduk Karman atau Bajarna, dan nama aslinya adalah Mikha, atau Musa bin Za’far. Samiri adalah penisbatan kepada salah satu kabilah bani Israil.

Dahulu, Samiri bergaul dengan orang-orang yang menyembah patung anak sapi, sehingga cintanya kepada anak sapi benar-benar merasuk tulangnya.

Dikisahkan oleh sebagian orang, diceritakan bahwa ketika Fir’aun Mesir membantai anak laki-laki bani Isra’il, ibunda Samiri juga berusaha menyelamatkan putranya, Samiri, seperti halnya ibunda Nabi Musa AS yang menyelamatkan Nabi Musa AS ketika masih bayi dari pembunuh Raja Fir’aun.

Samiri disembunyikan di dalam sebuah gua oleh ibunya lalu ditinggal pergi. Diceritakan mereka bahwa Allah SWT mengutus Malaikat Jibril AS untuk merawat Samiri yang masih bayi ini untuk satu urusan yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Sejak saat itulah Samiri mengenal Malaikat Jibril AS. Ketika bani Isra’il menyeberangi laut bersama Miryam, Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS, Malaikat Jibril AS berada di depan rombongan itu di atas kudanya. Samiri mengenalinya, lalu mengambil bekas tapak kaki kuda Jibril AS yang membuat tanah yang diinjaknya menghijau.


PATUNG LEMBU EMAS BUATAN SAMIRI


Allah SWT berfirman: “Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri”.

Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Musa berkata: “Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?”.

Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya”,

Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa”.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan?

Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku!”.

Mereka menjawab: “Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami”.

Musa berkata: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat,

(Sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?”.

Harun menjawab: “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): ‘Kamu telah memecah antara Bani Isra’il dan kamu tidak memelihara amanatku'”.

Musa berkata: “Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian), hai Samiri?”.

Samiri menjawab: “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku”.

Musa berkata: “Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan: ‘Janganlah menyentuh (aku)’. Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan)!”.(Lihat QS Thaha: 85 – 97).

Ali berkata: “Ketika Musa bersegera kepada Tuhannya, Samiri mengumpukan perhiasan semampunya; perhiasan Bani Isra’il. Dia mencetaknya menjadi anak sapi, kemudian dia memasukkan segenggam (dari jejak rasul) ke dalam perutnya. Ternyata ia menjadi anak sapi yang bersuara. Maka Samiri berkata kepada mereka: ‘Ini adalah Tuhan kalian dan Tuhan Musa’. Harun berkata kepada mereka: ‘Wahai kaumku, bukankah Tuhan kalian telah memberi janji baik kepada kalian?’ Ketika Musa kembali kepada Bani Isra’il yang telah disesatkan oleh Samiri, Musa memegang kepala saudaranya, maka Harun berkata apa yang dikatakan Musa kepada Samiri: ‘Apa yang membuatmu melakukan ini?’ Samiri menjawab: ‘Aku mengambil segenggam dari jejak rasul, lalu aku melemparkannya. Demikianlah nafsuku membujukku’. Lalu Musa mendatangi anak sapi itu. Dia meletakkan serutan dan menyerutnya di tepi sungai. Maka tidak seorang pun yang minum dari air itu yang menyembah anak sapi kecuali wajahnya menguning seperti emas. Mereka berkata kepada Musa: ‘Bagaimana taubat kami?’. Musa menjawab: ‘Sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain’. Lalu mereka mengambil pisau. Maka mulailah seorang membunuh bapaknya dan saudaranya tanpa peduli, hingga yang terbunuh berjumlah tujuh puluh ribu. Lalu Allah mewahyukan kepada Musa: ‘Perintahkan mereka agar berhenti. Aku telah mengampuni yang terbunuh dan memaafkan yang hidup!'”.(Riwayat Imam Hakim dalam Al-Mustadrak).

Menurut Ibnu Ishaq, diriwayahkan oleh Ibnu ‘Abbas, bahwa Samiri adalah seorang penduduk Bajarma dan dia berasal dari kaum yang menyembah berhala. Dalam dirinya telah tertanam kecintaan kepada penyembahan terhadap patung dan berhala sapi. Samiri menampakkan dirinya adalah pengikut Musa di hadapan Bani Isra’il namun hatinya bergelojak dengan kepercayaan nenek-moyangnya.

Menurut Ibnu Ishaq, diriwayahkan oleh Ibnu ‘Abbas, bahwa Samiri adalah seorang penduduk Bajarma dan dia berasal dari kaum yang menyembah berhala. Dalam dirinya telah tertanam kecintaan kepada penyembahan terhadap patung dan berhala sapi. Samiri menampakkan dirinya adalah pengikut Musa di hadapan Bani Isra’il namun hatinya bergelojak dengan kepercayaan nenek-moyangnya.

Samiri dikisahkan merupakan tokoh yang menyesatkan Bani Isra’il. Bani Isra’il diperintahkan oleh Samiri untuk membawa perhiasan emas milik orang-orang Mesir, lalu Samiri menganjurkan agar perhiasan itu dilemparkan ke dalam api yang telah dinyalakannya dalam suatu lubang untuk dijadikan patung berbentuk anak lembu. Kemudian mereka melemparkannya dan diikuti pula oleh Samiri. Akhirnya Samiri berhasil membuat berhala anak sapi betina yang terbuat dari emas.

Setelah berhala itu jadi, Samiri berkata bahwa berhala sapi itu adalah ilah (tuhan) bani Isra’il dan ilah Musa. Kejadian tersebut sewaktu Musa menerima wahyu Taurat di bukit Sinai. Samiri meletakkan bekas jejak kuda malaikat Jibril AS yang memimpin Nabi Musa AS dan Bani Isra’il melewati Laut Merah yang terbelah, sehingga bisa mengeluarkan suara jika tertiup angin.

Samiri memiliki ilmu sihir, sebuah ilmu yang dia pelajari sewaktu berada di Mesir. Belum hilang pula kepercayaannya terhadap kekuatan dewa yang ia yakini, yaitu agama paganisme, Samiri harus mempercayai keesaan Tuhan Musa. Sekte pagan yang memengaruhi Samiri adalah ajaran yang terdapat di Mesir Kuno.

Ketika itu Nabi Musa AS berada di Bukit Sinai selama empat puluh hari, yang meninggalkan orang-orang bani Isra’il. Maka ketika itulah kesempatan Samiri untuk membuat patung emas yang berbentuk sapi betina untuk dijadikan ilah (sembahan). Maka Samiri berkata kepada mereka: “Ini adalah tuhan kalian dan tuhan Musa, tapi Musa melupakannya”. Maka Nabi Harun AS berkata kepada mereka: “Wahai kaumku, bukankah Tuhan kalian telah memberi janji baik kepada kalian?”.

Ketika Nabi Musa AS ada di bukit Sinai, Allah SWT memberitahukan kepada beliau AS untuk segera turun dari bukit tersebut dan memperingatkan kaumnya yang tersesat. Melihat kaumnya (bani Isra’il) menyembah berhala, Nabi Musa AS marah besar, bahkan kepala dan janggut Nabi Harun AS, kakak laki-lakinya pun dipegang dan ditariknya. Nabi Musa AS bertanya kepada Nabi Harun AS, kakak laki-lakinya: “Wahai Harun, apa yang menghalangi engkau dari mencegah mereka ketika engkau melihat mereka sesat? Apakah engkau tidak mengikuti aku atau engkau menduharkai perintahku?”. Nabi Harun AS menjawab: “Wahai Musa, adik laki-lakiku, janganlah engkau merenggut janggutku dan janganlah engkau menarik kepalaku, sesungguhnya aku takut engkau akan berkata: ‘Engkau mengadakan perpecahan dalam Bani Isra’il dan engkau tidak memelihara perkataanku'”.

Kemudian Nabi Musa AS mendapatkan Samiri kemudian beliau AS bertanya kepadanya: “Hai Samiri, apa yang membuatmu melakukan hal ini?”. Samiri menjawab: “Aku mengambil segenggam dari jejak rasul (Malaikat Jibril AS), lalu aku melemparkannya. Demikianlah nafsu (kehendak hati)ku membujukku”. Nabi Musa AS berkata: “Pergilah kamu dari sini bersama pengikutmu, hai Samiri. Patung sapi betina yang menjadi tuhanmu itu akan aku bakar, kemudian akan aku hanyutkan ia ke dalam laut. Kamu dan pengikutmu pasti mendapat azab!”.

Kemudian Nabi Musa’ AS mendatangi patung anak sapi itu. Beliau AS meletakkan serutan dan menyerutnya di tepi sungai. Maka tidak seorang pun yang minum dari air itu yang menyembah anak sapi kecuali wajahnya menguning seperti emas. Mereka berkata kepada Musa AS: “Bagaimana taubat kami?”. Musa AS menjawab: “Sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain”. Lalu mereka mengambil pisau. Maka mulailah seorang membunuh bapaknya dan saudaranya tanpa peduli, hingga yang terbunuh berjumlah tujuh puluh ribu. Lalu Allah SWT mewahyukan kepada Musa AS: “Perintahkan mereka agar berhenti. Aku telah mengampuni yang terbunuh dan memaafkan yang hidup!”.

Setelah berhala anak sapi itu dihancurkan dengan cara dibakar oleh Musa AS dan dibuang ke laut, lalu Samiri di usir dari kelompoknya dan tak pernah ada yang tahu lagi keberadaannya.

PERINTAH UNTUK SALING MEMBUNUH DIANTARA PARA PENYEMBAH BERHALA


Dalam kisah lain, Musa AS menghancurkan berhala tersebut kemudian abunya dibuang ke sungai, kemudian Musa AS memerintahkan untuk memimum air sungai itu, orang-orang yang menyembahnya memiliki tanda, yaitu berubahnya kulit wajah mereka menjadi warna kuning emas setelah mereka minum air sungai. Kemudian para penyembah berhala diperintahkan untuk saling membunuh, seorang membunuh bapaknya dan saudaranya tanpa peduli, hingga yang terbunuh berjumlah tujuh puluh ribu. Lalu Allah mewahyukan kepada Musa: “Perintahkan mereka agar berhenti. Aku telah mengampuni yang terbunuh dan memaafkan yang hidup!”.

Perbuatan Samiri membuat patung anak lembu dan menyembahnya itu dianggap sebagai salah suatu cobaan Allah untuk menguji Bani Isra’il, yang kuat imannya dan yang masih ragu-ragu. Orang-orang yang lemah imannya itulah yang mengikuti Samiri dan menyembah patung anak lembu itu, akan tetapi orang-orang yang kuat imannya tetap dalam jalur keimanannya.

1 komentar: