Jenasah Koruptor tidak disholatkan Nabi Muhammad?

Seseorang yang wafat dalam kondisi suul khatimah, disarankan agar tokoh agama tidak turut menshalati jenazahnya, sebagai hukuman sosial baginya.

Hal ini akan memberikan efek jera bagi masyarakat lainnya. Hukuman sosial seperti ini, pernah diberikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada jenazah seorang koruptor.

Sebagaimana hadits, yang berasal dari Zaid bin Khalid al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :

Ada salah seorang sahabat Nabi Muhammad, meninggal pada peristiwa Khaibar.

Kami berharap agar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalati jenazahnya. Namun beliau tidak berkenan menshalatkannya. Beliau justru menyuruh kami,


صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ
“Shalati teman kalian.”

 
Mendengar itu, wajah para sahabat spontan berubah karena sikap beliau.

Di tengah kesedihan yang menyelimuti mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan alasanya,


إِنَّ صَاحِبَكُمْ غَلَّ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Teman kalian ini melakukan korupsi saat jihad fi sabilillah.”

 
Kami pun memeriksa barang bawaannya, ternyata dia mengambil manik-manik milik orang Yahudi (hasil perang Khaibar), yang nilainya kurang dari dua dirham. (HR. an-Nasai 1959, Abu Daud 2710, Ibnu Majah 2848, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).


Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas:
1. Orang yang wafat suul khotimah statusnya masih muslim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap menyuruh para sahabat untuk menshalati, meskipun beliau tidak mau menshalatkannya.

2. Sekecil apapun korupsi, tetap korupsi. Manik-manik seharga dua dirham, merupakan nilai yang sangat murah.

3. Pahala jihad, tidak memadamkan dosa korupsi. Orang tersebut meninggal dimedan jihad. Namun karena sebelum meninggal, dia korupsi, Rasulullah menolak untuk menshalatkannya
(Sumber : konsultasisyariah.com)

Walloohu a’lam bishshowab

Tidak ada komentar