Cara Shalat Seperti Diajarkan Rasulullah SAW Untuk Laki-laki
Menghadap Kiblat
āHadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram dan di mana saja kamu sekalian berada hadapkanlah muka kamu sekalian ke arah Masjidil Haram.ā (Al-Baqarah : 144 atau 150)
āHadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram dan di mana saja kamu sekalian berada hadapkanlah muka kamu sekalian ke arah Masjidil Haram.ā (Al-Baqarah : 144 atau 150)
Yang dimaksud dengan Masjidil Haram adalah Kaābah, menurut pendapat yang shahih, berdasarkan hadits Barraa, ia berkata : āKami shalat bersama Nabi saw. ke arah Baitul Maqdis selama enam belas bulan atau tujuh belas bulan, kemudian dialihkannya ke arah Kaābah.ā (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi saw. bersabda kepada orang yang melaksanakan shalatnya kurang baik : āApabila kamu akan berdiri melaksanakan shalat, sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke kiblat.ā (HR. Syaikhani dan lainnya)
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi saw. bersabda : āAntara timur dan barat adalah kiblat.ā (Hadits tersebut hasan shahih)
Cara menghadap kiblat waktu ibadah shalat termasuk juga ibadah shalat di kendaraan, hanya setelah menghadap kiblat kita meneruskan ibadah shalat walaupun arah kendaraan berubah-ubah. (Abu Dawud dan Ibnu Hibban, Sifat Shalat Nabi : 20) atau dimulai menghadap ke mana arah kita dibawa oleh kendaraan. (HR. Bukhari II : 37)
Niat
Yaitu menyengaja untuk ibadah shalat menghambakan diri kepada Allah swt. serta menguatkannya dalam hati sekaligus. Tidaklah disebutkan dari Nabi saw. dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafazhkan dengan cara mengucapkan āushalli fardhu (dzuhri/ashri/maghribi/isya/subhi) rakāah lillaahi taāaalaaā atau ucapan sejenisnya.
Berdiri
Berdiri bagi orang yang mampu berdiri, berdasarkan firman Allah swt. :
āā¦ berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.ā (QS. Al-Baqarah : 238)
Yang dimaksud dengan berdiri di sini adalah berdiri pada waktu shalat dan berdasarkan hadits: āāImran bin Husain r.a., dia berkata : āSaya mempunyai penyakit bawasir, lalu saya bertanya kepada Nabi saw., beliau bersabda : āShalatlah kamu dengan berdiri! Kalau tidak mampu, dengan duduk. Kalau tidak mampu, dengan berbaring.ā (HR. Bukhari dan Nasaāi)[1]
Takbiratul ihram
Takbiratul ihram merupakan batas awal dari ibadah shalat.
āDari āAli bin Abu Thalib r.a., sesungguhnya Nabi saw. bersabda : āKunci shalat adalah bersuci dan tahrim shalat adalah takbir, sedangkan tahlil shalat adalah taslim.ā (HR. Syafiāi, Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Hakim dan Tirmidzi)[2]
Menurut Malik, Ahmad dan kebanyakan para salaf, cara mengucapkan takbiratul ihram mesti dengan lafazh allahu akbar, karena al pada lafadz takbir adalah lilāahdi (karena sudah diketahui). Yang diketahuinya adalah takbir yang telah dinukil oleh umat yang sekarang dari yang dahulu, dari Nabi saw., bahwa beliau mengucapkan takbiratul ihram pada setiap shalat dan tidak mengucapkan yang lain.
Dari Rifaāah, sesungguhnya Nabi saw. bersabda : āAllah tidak akan menerima shalat seseorang, sehingga kesucian itu terletak pada tempatnya, kemudian menghadap ke kiblat dan mengucapkan allaahu akbar.ā (Abu Dawud)
Cara pengucapan kalimat takbir allaahu akbar dilakukan sambil mengangkat kedua tangan (telapak tangan menghadap ke depan) hingga betulan dada/sejajar dengan pundak.
Dari Waāil bin Hajar, bahwa ia melihat cara Nabi saw. mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir (HR. Ahmad, Baihaqi dan Abu Dawud)
Pada riwayat lain disebutkan caranya : āBeliau bertakbir, kemudian mengangkat tangannya[3].
Telah berkata Ibnu āUmar : āJika Rasulullah saw. beridiri hendak shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga berbetulan dengan kedua bahunya, lalu beliau bertakbir.ā (HR. Muslim I : 66, Bukhari I : 180)
Setelah mengangkat tangan, kemudian tangan itu disimpan di dada (antra susu dan pusar) dengan tangan kanan di atas tangan kiri, pergelangan tangan kanan menutup pergelangan tangan kiri atau dengan cara tangan kanan menggenggam hasta tangan kiri.
Waāil berkata : āSaya melihat Nabi saw. mengangkat kedua tangan saat shalat, kemudian takbir, lalu beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.ā (HR. Muslim I : 171, Bukhari I : 180)[4]
Thawus berkata : āTernyata Rasulullah saw. meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya dengan menguatkan keduanya di atas dadanya pada waktu shalat.ā (HR. Abu Dawud)
Dari Qabishah bin Halb, dari bapaknya, ia berkata : āSaya melihat Nabi saw. berpaling ke kanan dan ke kirinya dan saya melihat beliau meletakkan ini (kedua tangannya) di atas dadanya.ā (HR. Ahmad)
Dalam riwayat lain disebutkan :
Dari Abu Hurairah : āKeadaan Rasulullah saw mengangkat tangan (waktu takbir), jari-jarinya tegak ke atas.ā (HR. An-Nasaāi II : 124, At-Tirmidzi : 240)
āKeadaan (Rasulullah saw.) mengangkat kedua tangan dengan menegakkan jari-jemari serta menghadapkannya ke kiblat.ā (Ibnu Al-Qayyim, Zaadul Maāad I : 202)
Cara pandangan waktu ibadah shalat kita tujukan ke tempat sujud, tidak boleh memutar-mutar pandangan.
Rasulullah saw. bersabda : āBila shalat, janganlah kalian memutar-mutar pandangan, karena Allah menghadapkan pandangan-Nya pada wajah hamba-Nya waktu shalat selama ia tidak memutar-mutar pandangan.ā (HR. At-Tirmidzi, Hakim, Sifat Shalat Nabi : 47)
Dalam riwayat Abu Dawud diterangkan :
āSelama Allah menghadap kepada hamba-Nya dalam shalat selama ia tidak memutar-mutar pandangan. Apabila ia memutar pandangan, Allah akan berpaling darinya.ā (HR. Abu Dawud : 909)[5]
Dalam riwayat Abu Dawud diterangkan :
āSelama Allah menghadap kepada hamba-Nya dalam shalat selama ia tidak memutar-mutar pandangan. Apabila ia memutar pandangan, Allah akan berpaling darinya.ā (HR. Abu Dawud : 909)[5]
Rasulullah bersabda : āTidak pantas di dalam rumah terdapat sesuatu yang bisa mengganggu shalat.ā (HR. Abu Dawud dan Ahmad, Sifat Shalat nabi : 46)
Kalau berjamaāah, usahakan dengan cara memakai pakaian yang tidak berwarna-warni dan bergambar sehingga dapat mengganggu kekhusyuāan. Rasulullah pernah shalat memakai wol dan bergambar dan terlihat sekilas olehnya. Setelah selesai shalat beliau bersabda : āBerikanlah bajuku ini kepada Abu Jahm dan untukku baju polosnya, karena bajuku tadi telah mengganggu shalatku.ā (HR. Bukhari I : 183, Muslim I : 224)]
Membaca Doāa Iftitah
Membaca doāa iftitah dalam shalat pada rakaāat pertama diucapkan sebelum membaca Al-Fatihah:
Cara doāa iftitah pertama:
Allaahumma baaāid bainii wa baina khathayaaya kamaa baaāatta bainal masyriqi wal maghrib, allaahumma naqqinii min khathaayaaya kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minad danas, allaahummaghsil khathayaaya bil maaāi wats-tsalji wal barad.
āYa Tuhanku, jauhkanlah antaraku dan antara dosa-dosaku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Tuhanku, bersihkanlah dosa-dosaku bagaikan baju putih yang dibersihkan dari kotoran. Ya Tuhanku, cucilah dosa-dosaku dengan air, salju dan embun.ā (HR. Bukhari dan Muslim)
Cara doāa iftitah kedua :
Wajjahtu wajhiya lil ladzi fatharas samaawaati wal ardha haniifam muslimaw wa maa ana minal musyrikin, inna shalaati wa nusuki wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbilāaalamiin, laa syarika lahu wa bi dzaalika umirtu wa ana awwalul muslimin. Allahumma antal maliku laa ilaaha illaa anta, subhaanaka wa bi hamdika anta rabbii wa ana āabduk, zhalamtu nafsii waā taraftu bi dzambii faghfir lii dzambii jamii āan innahu laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta, wahdinii li ahsanil akhlaaqi laa yahdii li ahsanihaa illaa anta, washrif āanni sayyi āahaa laa yashrifuā āanni sayyi āahaa illaa anta, labbaika wa saādaik, wal khairu kulluhu fii yadaik, wasy syarru laisa alaik, wal mahdii man hadait, wa ana bika wa ilaik, laa manjaāa wa laa maljaāa minka illaa ilaik, tabaarakta wa taāaalait, astaghfiruka wa atuubu ilaik.
āKuhadapkan wajahku kepada Dzat yang membuat langit dan bumi dengan lurus dan menyerah dan aku bukanlah tergolong orang-orang yang menyekutukan (Dia). Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Dzat yang mengatur semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan untuk itulah aku diperintah dan aku adalah termasuk orang yang pertama menyerah (kepada-Nya). Ya Tuhanku, Engkau adalah raja tiada tuhan melainkan Engkau, Mahasuci Engkau dan dengan Memuji-Mu, Engkau adalah Tuhan yang mengatur aku. Aku adalah hambu-Mu, aku telah menzhalimi diriku dan (kini) aku mengakui akan dosaku. Oleh karena itu, ampunilah dosaku seluruhnya karena sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa selain Engkau dan bimbinglah aku kepada akhlaq yang teramat baik karena tidak ada yang bisa membimbing ke arah yang teramat baik selain Engkau dan palingkanlah adriku akhlaq yang jelek dariku selain Engkau. Kusambut panggilan-Mu dan demi kebahagiaan (dari)-Mu kebaikan itu semuanya berada di tangan-Mu dan kejelekan itu sama sekali bukan kembali kepada-Mu. Orang yang bisa memimpin adalah orang yang memang telah Engkau pimpin. Aku dengan-Mu dan kepada-Mu, tidak ada tempat keselamatan dan tempat kembali dari (adzab)-Mu melainkan kepada-Mu. Mahasuci Engkau dan Mahatinggi, aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.ā (HR. Muslim, Abu āAwanah, Abu Dawud, Nasaāi, Ibnu Hibban, Ahmad dan Syafiāi)
Cara doāa iftitah ketiga :
Subhaanakallaahumma wa bi hamdika wa tabaarakasmuka wa taāaalaa jadduka wa laa ilaaha ghairuk.
āMahasuci Engkau, ya Tuhanku, (aku) tetap memuji-Mu. Mahasuci nama-Mu dan Mahaagung keagungan-Mu, tiada tuhan yang layak diibadahi melainkan Engkau.ā (HR. Ibnu Majah dan Nasaāi)[6]
Cara doāa iftitah kelima :
Allaahu akbar kabiiraa, wal hamdu lillaahi katsiraa, wa subhaanallaahi bukrataw wa ashiilaa.
āMahabesar Allah dengan sebesar-besarnya. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang sebanyak-banyaknya. Mahasuci Allah pada waktu pagi dan sore.ā
Doāa iftitah ini diucapkan oleh salah seorang sahabat. Maka tatkala Rasulullah saw. Mendengarnya, beliau bersabda : āSungguh aku kagum kepada laki-laki ini. Baginya dibukakan pintu-pintu (barakah dari) langit.ā (HR. Muslim dan Abu āAwanah)
Cara doāa iftitah keenam :
Wal hamdu lillaahi hamdan katsiran thayiibam mubaarakan fiih.
āSegala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak lagi baik dan diberkati-Nya.ā
Doāa ini diucapkan oleh salah seorang sahabat. Ketika Rasulullah saw. Mendengar, beliau bersabda : āSungguh aku melihat dua belas malaikat yang berlomba untuk mengangkatnya, siapa di antara mereka itu yang dapat mengangkatnya.ā (HR. Muslim dan Abu āAwanah)
Cara doāa iftitah ketujuh :
Allahumma rabba jabraaāiila wa miikaaāiila wa israafiila faathiras samaawaati wal ardhi, āaalimal ghaibi wasy syahaadah, anta tahkumu baina āibaadika fiimaa kaanuu fiihi yakhtalifuun, ihinii limkhtalafa fiihi minal haqqi bi idznik, innaka tahdii man tasyaaāu ilaa shiraathim mustaqiim.
āYa Tuhanku, Than Jibril, Mikail, dan Israfil, Pencipta langit dan bumi yang menghukumi perkara yang ghaib dan alam nyata, Engkau menghukumi antara hamba-hamba-Mu tentang sesuatu yang mereka perselisihkan. Tunjukkanlah daku jalan yang benar dengan idzin-Mu karena sesuatu yang diperselisihkan itu. Engkau menunjukkan siapa saja yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.ā (HR. Muslim dan Abu āAwanah)
Cara doāa iftitah kedelapan :
Allaahu akbar (10x), alhamdu lillaah (10x), subhaanallaah (10x), laa ilaaha illaallaah (10x), astaghfirullaah 10x), allaahummaghfir lii wahdinii warzuqnii wa āaafinii (10x), allaahumma innii aāuudzu bika minadh dhayyiiqi yaumal hisaab (10).
āMahabesar Allah (10x). Segala puji bagi Allah (10x). Mahasuci Allah (10x). Tiada tuhan yang layak diibadahi melainkan Allah (10x). Aku mohon pengampunan kepada Allah (10x). Ya Tuhanku, ampunilah aku dan pimpinlah aku dan berilah aku rizki dan peliharalak aku (10x). Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung diri dengan-Mu dari kesempitan pada hari hisab nanti (10x).ā (HR. Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud dan Thabrani)
Cara doāa iftitah kesembilan :
Allahu akbar (3x), dzul malakuuti wal jabaruuti wal kibriyaaāi wal āazhamah.
āMahabesar Allah (3x), Dzat yang memiliki kerajaan ini, yang memiliki segala kekuasaan, kebesaran dan keagungan.ā (HR. Ath-Thayalisi dan Abu Dawud)
Membaca Taāawwudz
Sebelum membaca Al-Fatihah kita diperintahkan membaca taāawwudz, sebagaimana firman Allah :
āApabila kamu membaca Al-Qurāan, berlindunglah kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.ā (QS. An-Nahl : 98)
Dari Abu Saāid Al-Khudri, dari Nabi saw., sesungguhnya beliau apabila berdiri untuk shalat, beliau membaca doāa iftitah, kemudian membaca : āAku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, dari permainan gangguannya, serta ludahnya.ā (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Telah berkata Ibnu Al-Mundzir, telah datang dari Nabi (keterangan) bahwa ia membaca āaāuudzu billaahi minsysyaithaanir rajiimā sebelum Fatihah.
Telah berkata Al-Aswad : āSaya melihat āUmar ketika memulai (doāa) shalatnya ia membaca : āMahasuci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu, Mahaagung nama-Mu, luhur keagungan-Mu. Tiada tuhan selain Engkau, kemudian membaca taāawwudzā.ā (HR. Ad-Daruquthni, Nailu Al-Authar II : 220)[7]
Atau : āAku mohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Mendengar dan Mengetahui dari setan yang dirajam.ā (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi)
Membaca Al-Fatihah
Al-Fatihah sebagai rukun keutamaan dalam shalat, caranya dibaca setelah membaca taāawudz yang dimulai dengan membaca kalimat bismillaahir rahmaanir rahiim, sebagaimana diterangkan : āKetika kamu membaca alhamdu, hendaklah kamu membaca bismillaahir rahmaanir rahiim.ā (HR. Ad-Daruquthni)
Anas pernah berkata : āSaya pernah mendengar Rasulullah saw. Membaca bismillaahir rahmaanir rahiim dengan nyaring.ā (HR. Hakim)
Telah berkata Abu Hurairah : āAdalah Nabi saw. Apabila menjadi imam, beliau memulai dengan bacaan bismillaahir rahmaanir rahiim.ā (HR. Daruquthni)
Dari Ummi Salamah, sesungguhnya ia telah ditanya tentang bacaan Rasulullah saw., maka ia selalu menjawab : āAdalah Nabi memutuskan bacaan seayat-seayat, bismillaahir rahmaanir rahiim (berhenti), kemudian al-hamdulillaahi rabbil āaalamiin.ā (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dari Qatadah, ia berkata bahwa Anas telah ditanya tentang bagaimana bacaan Nabi saw., kemudian ia menjawab : āBacaannya panjang; beliau membaca bismillaahir rahmaanir rahiim, dengan memanjangkan lafadz rahmaan dan rahiim.ā (HR. Bukhari)[8]
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata : āRasulullah saw. Bersabda : āJika kamu sekalian akan membaca alhamdulillaahi rabbil āalamiin (Al-Fatihah), bacalah bismillaahir rahmaanir rahiim, itu adalah ummul Qurāan, ummul kitab dan asāsabāul matsaani, sedangkan bismillaahir rahmaanir rahiim adalah salah satunya.ā (HR. Daruquthni)
Kewajiban membaca Al-Fatihah ini berlaku bagi makmum dan imam (jika shalatnya tidak nyaring), sedang pada shalat jahar, maāmum diperintahkan untuk membaca dalam hati dan memperhatikan bacaan imam. Rasulullah saw. Bersabda : āAdakah di antara kalian tadi yang membaca bersamaan denganku?ā Salah seorang menjawab : āYa, saya ya Rasulullah.ā Nabi bersabda : āSekarang aku katakan, aku tak perlu disaingi.ā (HR. Daruquthni, Abu Dawud : 826, Tirmidzi)
Hadits dari Jabir r.a., ia berkata : āBarangsiapa melakukan shalat satu rakaāat, tetapi tidak membaca Al-Fatihah, maka dia tidak shalat, kecuali dia menjadi maāmum.ā (HR. Imam Malik dan Imam Tirmidzi) Imam Tirmidzi menshahihkannya.
Membaca Al-Fatihah dalam shalat hukumnya wajib. Rasulullah bersabda :
āTidak ada shalat (yang sah) bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah (Fatihah al-kitab).ā (HR. Bukhari dan Muslim, dari Ubadah bin Shamit)
āBarangsiapa yang shalat tidak membaca ummul Qurāan (Al-Fatihah), maka shalatnya tidak sempurna.ā (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim : I : 168)
Adapun cara membaca Al-Fatihah adalah sebagai berikut :
Ayat 1. Bismillaahir rahmaanir rahiim (Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).
Ayat 2. Alhamdu lillaahi rabbil āalamiin (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam).
Ayat 3. Ar-rahmaanir rahiim (Maha Permurah lagi Maha Penyayang).
Ayat 4. Maaliki yaumid diin (Yang menguasai hari pembalasan )
Ayat 5. Iyyaaka naābudu wa iyyaaka nastaāiin (Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan).
Ayat 6. Ihdinas shiraathal mustaqiim (Tunjukilah kami jalan yang lurus).
Ayat 7. Shiraathal ladziina anāamta āalaihim, ghairil maghdhuubi āalaihim wa ladh dhaalliin (Yaitu jalan orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat).
Setelah membaca āwa ladh dhaalliinā, maka disambung dengan cara pengucapan āaamiinā, baik berjamaah maupun munfarid[9].
Pada suatu riwayat (disebutkan) : āJika imam selesai membaca ghairil maghdhuubi āalaihim, wa ladh dhaalliin, ucapkanlah amin, sesungguhnya malaikat mengucapkan aamiin dan imam pun mengucapkan aamiin. Barangsiapa yang pengucapan aamiinnya bersamaan dengan pengucapan aamiin malaikat, pasti diampuni dosanya yang telah lalu.ā (HR. Imam Ahmad dan Imam Nasaāi)
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata : āApabila Rasulullah saw. telah mengucapkan ghairil maghdhuubi āalaihim wa ladh dhaalliin, beliau mengucapkan aamiin, sehingga terdengar oleh maāmum yang ada pada shaf pertama.ā (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). Ibnu Majah berkata : āā¦ sehingga ucapan aamiin Rasulullah saw. itu terdengar oleh maāmum pada shaf pertama, sehingga dengan suara itu (aamiin) masjid menjadi gemuruh[10].
āSesungguhnya Nabi saw. apabila membaca āWa ladh dhaalliinā, beliau mengucapkan : āaamiinā dan beliau menyaringkan suaranya.ā (HR. Tirmidzi : 248)
Aamiin artinya semoga Allah mengabulkan.
Setelah membaca Al-Fatihah, diteruskan dengan membaca ayat-ayat Al-Qurāan pada rakaat pertama dan kedua jika munfaridh (sendiri) atau imamnya membaca dengan sir (pelan).
Dari Abu Qatadah r.a., ia berkata bahwa Nabi saw. (pernah) membaca ā ketika shalat Zhuhur dan āAshar pada dua rakaāat ā Fatihah al-kitab (Al-Fatihah) dan kadang-kadang beliau memperdengarkan bacaannya (dengan keras) kepada kami, juga membaca ā pada dua rakaāat terakhir ā Fatihah al-kitab. (HR. Imam Muslim dan Abu Dawud)
Adapun surat yang dibaca setelah Al-Fatihah diserahkan kepada yang mengerjakan shalat sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya. Caranya, Jika mengimami, ia harus melihat situasi dan kondisi maāmum, mungkin ada yang sakit, ada yang berhajat, orang tua, sehingga tidak memanjangkan bacaannya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda : āJika kamu mendirikan shalat, sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbir, kemudian membaca ayat-ayat yang mudah dari Al-Qurāanā) (HR. Bukhari I : 192)
Telah berkata Abu Saāid : āKami diperintah (oleh Rasulullah) supaya membaca Al-Fatihah dan apa-apa (ayat atau surah) yang mudah.ā (HR. Abu Dawud)
Selanjutnya, setiap perpindahan dari satu rukun ke rukun yang lainnya, disunnahkan dengan cara membaca takbir (allaahu akbar). Cara takbir seperti ini disebut intiqal. Adapun cara pengangkatan tangan berlaku untuk :
Memulai shalat (takbiratul ihram) :
Takbir untuk rukuā;
Mengangkat kepala (bangkit dari rukuā) dan
Bangkit setelah rakaāat kedua (tahiyyatul awal).
Dari Ibnu āUmar r.a., ia berkata : āAku melihat Rasulullah saw. Jika beliau memulai shalat beliau mengangkat kedua tangannya sampai setentang (mendekati) kedua bahunya. Demikian pula jika beliau hendak rukuā dan setelah mengangkat kepalanya dari rukuā. Akan tetapi beliau tidak melakukan itu ketika antara dua sujud.ā (HR. Imam Malik, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasaiāi, Ibnu Majah, Daruquthni dan Imam Baihaqi)[11]
Dari Ibnu āUmar r.a., ia berkata : āNabi saw. Apabila berdiri hendak shalat, beliau mengangkat kedua tangannya sampai setentang (sejajar atau mendekati) kedua bahunya, kemudian beliau bertakbir (untuk rukuā) dengan kedua tangannya seperti posisi tersebut, lalu rukuā, kemudian ketika beliau akan mengangkat punggungnya dari rukuā, beliau pun mengangkat kedua tangannya sampai setentang dengan kedua bahunya, kemudian beliau mengucapkan āsamiāallaahu li man hamidahā (semoga Allah swt. Mendengarkan orang yang memuji-Nya). Akan tetapi, beliau tidak mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud dan selalu mengangkat keduanya setiap bertakbir sebelum rukuā, sampai selesai shalatnya.ā (HR. Abu Dawud)
Juga dalam lafazh Daruquthni : āBeliau mengangkat kedua tangannya, sehingga ketika mendekati kedua bahunya, beliau bertakbir (mengucapkan allaahu akbar). Jika hendak rukuā beliau mengangkat kedua tangannya sampai setentang kedua bahunya, lalu beliau rukuā. Demikian pulah jika hendak mengangkat punggungnya, beliau mengangkat kedua tangannya sampai kedua bahunya, lalu beliau mengucapkan āsamiāallaahu li man hamidahā, lalu beliau sujud, tetapi tidak mengangkat kedua tangannya setiap takbir sebelum sujud sampai selesai shalatnya.ā
Rukuā
Cara rukuā sebagai berikut :
Menaruh tapak tangan di atas lutut sambil menggenggamnya ;
Merenggangkan jemarinya;
Punggung rata (tidak terlalu bungkuk).
Rasululullah saw. Bersabda :āApabila rukuā, letakkanlah tapak tanganmu di atas lutut, lalu renggangkan jemari dan diamlah, sehingga anggota tubuh terletah pada posisinya.ā (Ibnu Hibban)
āApabila rukuā, letakkanlah tapak tangan di atas lutut, luruskan punggung dan kokohkan rukuā.ā (HR. Ibnu Majah : 169, Abu Dawud : 731)
Diriwayatkan dari Siti āAisyah r.a., dalam hadits yang panjang : āRasulullah saw. Jika rukuā, tidak mengangkat kepalanya dan tidak menundukkannya sampai ke bawah, tetapi pertengahan antara itu (lurus antara kepala dengan punggung).ā HR. Imam Muslim)
Dari Salim Al-Barrad, ia berkata : āKami beserta āUqbah bin āAmr Al-Anshari mendatangi Abu Masāud, lalu kami mengatakan kepadanya : āCeritakanlah kepada kami mengenai shalat Rasulullah saw!ā Lalu dia berdiri di hadapan kami ā di dalam masjid ā lalu ia bertakbir dan ketika rukuā, ia meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya dan jari-jarinya di bawah lutut. Ia merenggangkan kedua sikunya sehingga setiap anggota tubuhnya menjadi tegak, (lalu berdiri atau bangkit dari rukuā) sambil mengucapkan āsamiāallaahu li man hamidahā.ā (HR. Imam Nasaāi dan Abu Dawud)
Dari Anas r.a., sesungguhnya Nabi saw. Bersabda kepadanya : āHai anakku, jika kamu melakukan rukuā, letakkanlah kedua telapak tanganmu pada kedua lututmu, renggangkan antara jari tanganmu dan jauhkanlah kedua (siku) tanganmu dari kedua sisi pinggangmu.ā (HR. Imam Thabrani rahimahullah taāala)
Bacaan dalam rukuā
Setelah thumaāninah rukuā, kita membaca :
Subhaana rabbiyal āazhiim (3x). āMahasuci Tuhanku Yang Mahaagung.ā (HR. Tirmidzi)
Subbuuhun qudduusur rabbul malaaāikati war ruuh. āMahasuci, Mahabersih, (ya) Tuhan malaikat dan ruh.ā (HR. Muslim dan Abu āAwanah)
Subhaanakallahumma wa bi hamdika allaahummaghfirlii. āMahasuci Engkau, ya Tuhanku dan dengan memuji-Mu, ya Tuhanku, ampunilah aku.ā Doāa ini diucapkan oleh Rasulullah sebagai tafsir ayat Al-Qurāan yang berbunyi : āMahasucikanlah dengan memuji Tuhanmu dan minta ampunlah kepada-Nya, karena sesungguhnya Dia amat menerima taubat.ā (QS. An-Nahsr : 3) (HR. Bukhari dan Muslim)
Allaahumma laka rakaātu wa bika aamantu wa laka aslamtu anta rabbii, khasyaāa laka samāii wa basharii wa mukhii wa āazhamii. āYa Tuhanku, kepada-Mulah aku rukuā, kepada-Mu aku beriman dan kepada-Mu aku menyerah. Engkau adalah Tuhanku. Kepada-Mu pendengaran dan penglihatanku tunduk, begitu juga otak dan tulang-tulangku.ā (HR. Muslim dan Abu āAwanah)
Allaahumma laka rakaātu wa bika aamantu wa laka aslamtu wa āalaika tawakkaltu anta rabbii khasyaāa samāii wa basharii wa damii wa lahmii wa āazhamii wa āashabii lillaahi rabbil āaalamiin. āYa Tuhanku, kepada-Mulah aku rukuā, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku menyerah dan kepada-Mu aku tawakal. Engkau adalah Tuhanku. Pendengaranku, penglihatanku, darahku, dagingku, tulangku dan urat syarafku tunduk kepada Allah Dzat yang mengatur semesta alam.ā (HR. Nasaāi)
Subhaana dzil jabaruuti wal malakuuti wal kibriyaaāi wal āazhamah. āMahasuci Dzat yang mempunyai seluruh kekuasaan, seluruh kerajaan, kebesaran dan keagungan.ā (HR. Abu Dawud dan Nasaāi)
Bangkit dari Ruku
Bangkit dari ruku membaca āsamiāallaahu li man hamidah, rabbanaa lakal hamduā sambil :
Mengangkat tangan (sama dengan takbiratul ihram)
Meluruskan tulang belakang sehingga tulang-tulang itu kembali ke sendinya[12].
Tangan tidak disedekapkan (dirumbaikan)
Keterangan lain :
āā¦ kemudian ia bertakbir ketika rukuā, kemudian ia ucapkan āsamiāallaahu li man hamidahā (mudah-mudahan Allah mendengarkan orang yang memuji-Nya). Ketika mengangkat kepala dari rukuā, ia mengucapkan ārabbanaa wa lakal hamduā setelah berdiri (Wahai Tuhan kami dan bagi-Mulah sekalian pujian).ā (HR. Bukhari I : 179, Muslim I : 198)
Atau setelah membaca āsamiāallaahu li man hamidahā membaca :
Allahumma rabbanaa lakaal hamdu milāas samaawaati wal ardhi wa milāa maa syiāta min syaiāim baādu. āWahai Tuhan kami, bagi-Mulah segala pujian, sepenuh langit dan bumi dan sepenuh apa-apa yang Engkau kehendaki selain dari itu.ā (HR. Muslim I : 190-197, Ibnu Majah : 878)
Pada Hadits Abu Hurairah r.a. disebutkan bahwa Nabi saw. Bersabda : āJika imam mengucapkan āsamiāallaahu li man hamidahā, ucapkanlah oleh kalian āallaahumma rabbanaa lakal hamduā, sebab barang siapa yang bacaannya bersamaan dengan bacaan malaikat, dia akan diampuni dosanya yang telah lalu.ā (HR. Malik, Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasaāi)
Imam Ahmad-pun meriwayatkan dengan kata-kata : āApabila imam mengucapkan āsamiāallaahu liman hamidahā, orang yang di belakangnya hendaklah mengucapkan āallaahumma rabbana lakal hamduā, maka ucapan itu (pasti) akan bersamaan dengan ucapan ahli langit (malaikat), yakni āallaahumma rabbanaa lakal hamduā, maka diampunilah dosanya yang telah lalu.ā
Dalil-dalil di atas diperkuat dengan :
Hadits Abu Musa Al-Asyarāi r.a., menyebutkan bahwa Nabi saw. Bersabda : āJika imam mengucapkan āsamiāallaahu liman hamidahā, lalu maāmum mengucapkan ārabbanaa wa lakal hamduā, Allah swt. Akan mendengarkan kalian.ā (HR. Imam Muslim, Nasaāi dan Ibnu Majah)
Adapun doāa iātidal ini cukup banyak, diantaranya :
Rabbanaa lakal hamdu.
āYa Tuhan kami, bagi-Mulah segala puji.ā (HR. Bukhari)
Rabbanaa wa lakal hamdu (HR. Ahmad)
Allaahumma rabbanaa lakal hamdu milāas samaawaati wa milāal ardhi wa milāa maa syiāta min sayiāim baādu. āYa Tuhan kami, bagi-Mulah segala puji sepenuh (isi) langit dan sepenuh (isi) bumi dan sepenuh (isi) apa saja yang Engkau kehendaki selain langit dan bumi itu.ā
Allaahumma lakal hamdu mil āas samaawaati wa mil āal ardhi wa mil āa maa syiāta min syaāim baādu, allaahummathahhirnii bits tsalji wal baradi wal maaāil baaridi, allaahumma thahhirnii minadz dzunuubi wal khathaayaaya kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minal wasakhi ā dalam satu riwayat- minad danasi. āYa Tuhanku, bagi-Mulah segala puji sepenuh (isi) langit dan sepenuh (isi) bumi dan sepenuh (isi) apa saja yang Engkau kehendaki selain langit dan bumi itu. Ya Tuhanku, sucikanlah daku dengan es, embun dan air yang dingin. Ya Tuhanku, sucikanlah daku dari dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan sebagaimana dibersihkannya pakaian putih dari kotoran.ā (HR. Muslim)
Rabbanaa lakal hamdu mil āas samaawaati wa ardhi wa mil āa maa syiāta min sayāim baādu, ahlats tsanaai wal majdi ahaqqu maa qaalal āabdu wa kullunaa laka āabdun, allaahumma laa maani āa lima aāthaita wa laa muāthiya limaa manaā ta wa laa yanfaāu dzal jaddi minkal jaddu. āYa Tuhan kami, bagi-Mulah segala puji sepenuh (isi) langit dan bumi dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki selain langit dan bumi itu, (wahai) Dzat yang berhak mendapatkan pujian dan keagungan, suatu pujian yang paling banyak diucapkan oleh seorang hamba dan kami semua ini adalah hamba-Mu. Ya Tuhanku, tiada seorang pun yang bisa menghentikan sesuatu yang berikan dan tiada seorang pun yang bisa memberikan sesuatu yang Engkau hentikan dan kekayaan tidak bisa menolong orang yang mempunyai kekayaan itu dari adzab-Mu.ā (HR. Muslim)
Rabbanaa wa lakal hamdu hamdan katsiiran thayyibam mubaarakan fiihi ka maa yuhibbu rabbanaa wa yardlaa. āYa Tuhan kami, bagi-Mulah segala puji, degan pujian yang banyak lagi baik dan diberkahi sebagaimana yang disukai oleh Tuhan kami dan diridhai-Nya.ā (HR. Mailk, Bukhari dan Abu Dawud)
Bersedekap dalam Iātidal
Alasan orang yang berpendapat sedekap dalam iātidal.
Dari Sahl bin Saāad, ia berkata : āAdalah manusia diperintahkan agar meletakkan tangan kanan di atas tangan/lengan yang kiri pada waktu shalat.ā (HR. Bukhari I : 180)
Telah berkata Ibnu āAbbas : āSaya mendengar Nabi saw. Bersabda : āKami golongan para nabi telah diperintahkan untuk menyegarkan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur dan kami diperintahkan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri pada waktu shalat.ā (Majmaāu Az-Zawaid II : 105)
Dari Ghadaif bin Harits, ia berkata : āKami tidak lupa dari beberapa perkara yang (biasa) kami lupakan. Sesungguhnya kami melihat Rasulullah saw. Meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya dalam shalat.ā (HR. Ahmad)
Dari Qabishah bin Hulb, dari ayahnya r.a. ia berkata : āKami melihat Nabi saw. Meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya dalam shalat.ā (HR. Ahmad)
Dari Waāil bin Hujr, dari ayahnya r.a., ia berkata : āSaya shalat bersama Rasulullah saw., kemudian beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di atas dadanya.ā (HR. Ibnu Khuzaimah)
Alasan orang yang berpendapat melepas kedua tangan pada waktu iātidal.
Hadits-hadits tersebut di atas merupakan dalil yang qathāi untuk sedekap kedua tangan di dada pada waktu iātidal.
Bisa saja dengan kata-kata shalat itu disebut ākulliā (secara keseluruhan), padahal yang dimaksud āal-juzāu/sebagianā, sebagaimana contoh berikut :
Dari Fudhalah bin āUbaid r.a., ia berkata : Rasulullah saw. Mendengar seorang laki-laki berdoāa dalam shalatnya, tetapi tidak memuji Allah dan tidak membaca shalawat Nabi. Disini disebut āfii shalatihiā (secara keseluruhan). Padahal yang dimaksud bagian dari shalat, yaitu tasyahhud.
Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., sesungguhnya ia kepada Rasulullah saw. : āAjarkanlah kepadaku doāa yang saya baca pada waktu shalat.ā Nabi menjawab āKatakanlah : āYa Allah, sesungguhnya aku zhalim terhadap dirikuā¦ā.ā Di sini juga disebut lafazh shalat, padahal yang dimaksud bagian shalat, yaitu dalam tasyahhud. Dalam hal ini tak seorang pun berpendapat boleh mambaca doāa tersbut dalam setiap gerakan shalat, dengan berpegang pada umumnya hadits tersebut.
Kalau kita berpegang pada umumnya lafazh hadits, seyogyanya kita meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika turun untuk sujud, ketika mengangkat kepala/bangkit dari sujud, dan ketika duduk di antara dua sujud. Padalah telah diriwayatkan dari Ibnu āUmar, ia berkata : āSaya melihat Rasulullah saw. Jika berdiri shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga lurus dengan kedua bahunya. Beliau melakukan hal itu ketika takbir untuk rukuā dan ketika mengangkat kepala dari rukuā seraya membaca āsamiāallaahu liman hamidahā dan beliau tidak melakukan hal seperti itu (mengangkat tangan) ketika ia turun untuk sujud[13].ā
Tidak meletakkan kedua tangan di dada/sedekap pada waktu iātidal, termasuk yang telah disepakati umat dan telah merata dalam pengamalan. Adapun meletakkan kedua tangan di atas dada pada waktu iātidal, tidak seorang pun sahabat yang membicarakannya dan tidak juga para ulama dulu. Andai hal itu disyariāatkan, tentu akan banyak riwayat tentang itu secara mutawatir, juga akan mutawatir dalam pengamalannya. (Mutawatirāamali)
Kedudukan dan Cara Membaca Saat Sujud
Sujud itu dilakukan dua kali pada setiap rakaāat dan hukumnya fardhu berdasarkan Al-Qurāan dan Sunnah Nabi serta ijma ulama. Allah berfirman : āWahai orang-orang yang beriman, rukuālah dan sujudlahā¦ā (QS. Al-Hajj : 77)
Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi saw. Bersabda kepada orang yang tidak melaksanakan shalat dengan baik : āKemudian sujudlah sampai thumaāninah (tenang) dalam sujud itu, lalu bangkitlah sehingga thumaāninah dalam duduk, lalu sujudlah sampai thumaāninah dalam sujud itu.ā (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasaāi)
Cara melakukan sujud dilakukan setelah bangkit dari rukuā dan setelah membaca ārabbana wa lakal hamdu, mendahului lutut, kemudian kedua tapak tangan.
āSaya melihat Nabi saw. apabila sujud, beliau letakkan dua lututnya sebelum dua tangannya.ā (HR. Empat, Fiqhus Sunnah I : 139, Ibnu Majah : 882, At-Tirmidzi : 167)
Waktu sujud hidung kita menyentuh lantai, juga dahi sebagaimana diterangkan[14] :
Pada Hadits āAbbas bin āAbdul Muthalib r.a., disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda : āJika seorang hamba bersujud, bersujudlah bersamanya tujuh anggota tubuhnya, yakni mukanya, kedua tapak tangannya, kedua lututnya, dan kedua tapak kakinya.ā (HR. Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasaāi dan Ibnu Majah)
Dalam keterangan lain disebutkan :
āJanganlah kamu menghamparkan hasta seperti anjing menghampar.ā (HR. Ibnu Majah : 891, Tirmidzi : 274, Muslim I : 204)
Dari Barraā bin āAjib, ia berkata : āRasulullah saw. bersabda āDan apabila kamu sujud, maka letakkan dua tapak tanganmu dan angkatlah dua sikumuā.ā (HR. Muslim I : 204)
Dari Waāil bin Hujr, bahwa keadaan Nabi saw. bila rukuā, beliau renggangkan jari-jarinya danapabila sujud, beliau kepit jari-jarinya. (HR. Hakim, Fiqhus Sunnah I : 136, Bukhari I : 197)
Juga jari tidak dikepalkan : āFaidzaa sajada wadhaāa yadaihi ghairi muftarisyin wa laa qaabidhihimaa.ā (HR. Bukhari I : 200)
Nabi saw. sujud, ia simpan dua tapak tangannya dengan tidak direnggangkan (jari-jarinya) serta tidak dikepalkan. Sabdanya pula : āJanganlah membentangkan hasta, bertumpulah dengan tapak tangan dan renggangkanlah kedua tanganmu.ā (HR. Ibnu Khuzaimah, Sifat Shalat Nabi : 148)
āā¦. Ketika sujud diletakkannya dua tapak tangannya, lengannya (hasta) tidak diletakkan ke tempat sujud dan tidak dikepitkan ke rusuknya dan ujung jari kakinya dihadapkan ke arah kiblat.ā (Bukhari I : 201)
Pada saat sujud, selain tangan kita rapatkan, demikian pula tumit kita pun diletakkan sebagaimana diriwayatkan.
Doāa-doāa sujud sangat banyak, antara lain:
Subhaana rabbiyal aālaa (3x)
āMahasuci Tuhanku Yang Maha Tinggi.ā (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Daruquthni, Thahawi, Al-Bazzar dan Thabrani)
Subbuuhun qudduusur rabbul malaaikati war ruuh.
āMahasuci dan Mahabersih Tuhan malaikat dan ruh.ā (HR. Muslim dan Abu āAwanah)
Subhaanakallaahumma wa bi hamdika allaahummagh fir lii.
āMahasuci Engkau, ya Tuhanku dan dengan memuji-Mu, ya Tuhanku, ampunilah daku.ā (HR. Bukhari dan Muslim)
Allaahumma laka sajattu wa bika aamantu wa laka aslamtu wa anta rabbii, sajada wajhii lil ladzii khalaqahu wa shawwarahu fa ahsana shuwarahu, wa syaqqa samāahu wa basharahu fa tabaarakallahu ahsanul khaaliqiin.
āYa Tuhanku, kepada-Mu aku sujud dan kepada-Mu aku beriman dan kepada-Mu aku menyerah. Engkau adalah Tuhanku. Mukaku sujud kepada Dzat yang menciptakannya dan membentuknya, maka ia baguskan bentuknya dan ia telah membukakan pendengaran dan penglihatannya. Mahasuci Allah sebaik-baik Dzat yang mencipta.ā (HR. Muslim, Abu āAwanah, Thahawi dan Daruquthni)
Allaahummagh fir lii dzambii kullahu wa diqqahu wa jillahu wa awwalahu wa aakhirahu wa āalaaniyatahu wa sirrahu.
āYa Tuhanku, ampunilah dosaku seluruhnya yang kecil maupun yang besar, yang pertama maupun yang paling akhir, yang terang-terangan maupun yang tersembunyi.ā (HR. Muslim dan Abu āAwanah)
Sajada laka sawaadii wa khayaalii wa aamana bika fuā aadii, abuuāu bi niāmatika āalayya, haadzihi yadii wa maa jiilatāalaa nafsii.
āKepada-Mu hati kecilku dan khayalku sujud, kepada-Mu hatiku beriman, aku kembali dengan nikmat-Mu yang (Engkau berikan) kepadaku. Ini adalah tanganku bersama apa yang tergerak dalam diriku.ā (HR. Ibnu Nashr, Al-Bazzar dan Al-Hakim)
Subhaana dzii jabaruuti wal malakuuti wal kibriyaaāi wal āazhamah.
āMahasuci Dzat yang mempunyai segala kekuasaan, segala kerajaan, kebesaran dan keagungan.ā (HR. Abu Dawud dan Nasaāi)
Subhaanakallaahumma wa bi hamdika laa ilaaha illaa anta.
āMahasuci Engkau, ya Tuhanku dan dengan memuji-Mu, tiada tuhan yang layak diibadahi melainkan Engkau.ā (HR. Muslim, Abu āAwanah, Nasaāi dan Ibnu Nashr)
Allaahummaghfir lii maa asrartu wa maa aālantu.
āYa Tuhanku, ampunilah (dosa)ku yang kurahasiakan dan yang kulakukan dengan terang-terangan.ā (HR. Ibnu Abi Syaibah, Nasaāi dan Hakim)
Allaahummajāal fii qalbii nuuran wa fii lisaanii nuuran wajāal fii samāii nuuran wajāal fii basharii nuuran wajāal min tahti nuuran wajāal min fauqi nuuran waāan yamiinii nuuran waāan yaasarii nuuran wajāal amaamii nuuran wajāal khalfii nuuran wajāal fii nafsii nuuran wa āazhzhim lii nuuran.
āYa Tuhanku, jadikanlah cahaya dalam kalbuku, cahaya dalam lisanku, jadikanlah cahaya dalam pendengaranku, jadikanlah cahaya dalam penglihatanku, jadikanlah cahaya di bawahku, jadikanlah cahaya di atasku, cahaya di kananku, cahaya di kiriku dan jadikanlah cahaya di depanku, jadikanlah cahaya di belakangku dan jadikanlah cahaya dalam diriku dan besarkanlah cahaya bagiku.ā (HR. Muslim, Abu āAwanah dan Ibnu Syaibah)
Allaahumma innii aāuudzu bi ridhaaka min sakhatika wa aāuudzu bi muā aafaatika min āuquubatik, wa aāuudzu bika minka, laa uhshii tsanaaāan āalaika, anta kamaa atsnaita āalaa nafsik.
āYa Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung diri dengan keridhaan-Mu dari murka-Mu dan aku berlindung diri dengan kemaāafan-Mu dari siksa-Mu aku berlindung diri dengan nama-Mu dan siksa-Mu. Aku tidak dapat membilang pujian atas-Mu, sebagaimana Engkau telah memuji atas diri-Mu.ā (HR. Muslim, Abu āAwanah dan Baihaqi)
Duduk di antara Dua Sujud
Setelah sujud pertama, kemudian mengangkat kepala untuk duduk di antara dua sujud sambil bertakbir.
Rasulullah bersabda : āTidak sempurna shalat seseorang sehingga ia sujud sampai tenang semua persendiannya sambil mengucapkan āallaahu akbarā, kemudian mengangkat kepalanya sampai duduk dengan tepat.ā (HR. Abu Dawud : 875)
Dalam keterangan lain :
āā¦ kemudian ia sujud dan diantara dua sujud.ā (HR. Muslim I : 197)
Duduk iftirasy dicontohkan sebagai berikut :
Dari Ibnu āUmar, ia berkata : āDari sunnah shalat menegakkan tapak kaki yang kanan dan menghadapkan jari-jarinya ke arah kiblat dan duduk di atas kaki kirinya.ā (HR. An-Nasaāi II : 235)
Bagi yang duduk di antara dua sujud meletakkan tangan yang kanan di atas paha yang kanan dan tangan yang kiri di atas paha kiri, ujung jari kedua tangan di atas ujung lutut dan menghadap kiblat sambil membaca doāa sujud, antara lain sebagai berikut :
Allaahumaghfir lii warhamnii wajburnii warfaānii wahdinii waāaafiinii warzuqhni.
āYa Tuhanku, ampunilah daku, berilah aku rahmat, cukupilah aku, angkatlah aku, tunjukilah aku, jagalah aku dan berilah aku rizki.ā (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim)
Rabbighfir li warmahnii wahdinii warzuqnii.
āYa Tuhanku, ampunilah daku, berilah aku rahmat, tunjukilah aku dan berilah aku rizki.ā (HR. Abu Dawud dll.)
Rabbighfir lii (3x) atau allaahummaghfir lii
āYa Tuhanku, ampunilah daku (3x).ā (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
Selanjutnya kita membaca takbir (tanpa angkat tangan) dan melakukan sujud yang kedua dengan bacaan sujud yang sama[15].
Tata Cara Shalat Rakaāat Kedua
Setelah sujud kedua, kemudian berdiri untuk melaksanakan shalat rakaāat yang kedua. Pada saat bangkit dari sujud yang kedua kita dahulukan tangan, kemudian lutut dan takbir tanpa mengangkat tangan[16].
Diterangkan dalam suatu hadits :
Pada hadits Waāil bin Hujr (disebutkan), ia berkata : āAku melihat Rasulullah saw. apabila sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila bangun, beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya.ā (HR. Imam Nasaāi dan Al-Atsram)
Mengenai duduk istirahat sejenak setelah bangun dari sujud kedua pada rakaāat pertama dan rakaāat ketiga (dalam shalat empat rakaāat) disebutkan dalam hadits berikut :
Pada hadits Abu Qilabah disebutkan : āAbu Sulaiman, Malik bin Al-Huwairits mendatangi masjid kami. Dia berkata : āDemi Allah, aku akan mempraktekkan shalat, padahal sebenarnya aku tidak akan shalat (saat ini), hanya aku ingin memperlihatkan kepada kamu sekalian, bagaimana aku melihat shalat Rasulullah saw.ā, lalu dia duduk sebentar pada rakaāat pertama setelah selesai dari sujudnya yang kedua pada rakaāat pertamanya itu.ā (HR. Imam Ahmad, Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasaāi)
Dalam suatu riwayat disebutkan : āAku (Malik bin Al-Huwairits) berkata kepada Abu Qilabah, bagaimana caranya aku melakukan shalatā. Malik bin Al-Huwairits berkata : āAku shalat seperti syekh kita ini (yakni āAmr bin Salamah, imam mereka)ā, dan disebutkan di situ bahwa setelah beliau selesai sujud kedua pada rakaāat pertama, beliau mengangkat kepalanya, lalu duduk, kemudian berdiri. (HR. Imam Bukhari, Imam Abu Dawud dan Nasaāi)
Dari Mali bin Al-Huwairits bahwa dia melihat Nabi saw., jika beliau sujud pada rakaāat ganjil (satu atau tiga), beliau tidak segera bangkit berdiri, kecuali setelah duduk dengan tegak terlebih dahulu. (HR. Imam Bukhari, Malik, Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih dan perlu diamalkan menurut ahli ilmu)[17]
Dalam suatu riwayat dari Abi Hurairah :
āAdalah Rasulullah sawā¦.., kemudian bertakbir ketika turun ke sujud, kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, kemudian beliau berbuat demikian dalam semua shalat dan beliau bertakbir ketika bangkit dari dua rakaāat setelah duduk.ā (HR. Bukhari : 191, Muslim I : 166)
Pada rakaāat kedua kita membaca Fatihatul kitab (Al-Fatihah) disambung dengan surat/ayat Al-Qurāan lainnya[18].
Tata cara selanjutnya sama dengan rakaat yang pertama, yaitu :
- Membaca Fatihah;
- Membaca surat;
- Ruku dan bacaannya;
- Bangkit dari rukuā dan bacaannya;
- Sujud pertama dan bacaannya;
- Bangkit dari sujud (duduk diantara dua sujud) dan bacaannya;
- Sujud kedua dan bacannya;
- Bangkit dari sujud kedua langsung duduk tahiyyat awal
- Sifat duduk tasyahdud awal
Waāil bin Hujr berkata tentang sifat shalat Rasulullah saw. : āJika (yang shalat, yakni Rasulullah saw.) duduk setelah dua rakaāat, beliau menelentangkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya, meletakkan tangan kanan pada paha kanannya, menegakkan jari (telunjuknya) untuk berdoāa dan meletakkan tangan kiri pada kaki kirinya.ā (HR. Imam Nasaāi)[19]
Pada suatu riwayat disebutkan : āDia menegakkan (kaki) kanannya, menelentangkan kaki kiri, meletakkan tangan kanannya pada paha kanan dan tangan kiri pada paha kirinya, serta mengisyaratkan telunjuknya.ā
Hadits itu pun dikuatkan dengan hadits Ibnu Zubair, dia berkata : āRasulullah saw. jika duduk dalam shalat, beliau meletakkan tapak kaki kirinya di bawah paha kaki kanan dan betisnya. Beliau menancapkan tapak kaki kanan, meletakkan tangan kiri pada lutut kirinya, meletakkan tangan kanan pada paha kanannya, dan beliau berisyarat dengan (salah satu) jarinya dan āAbdu Wahid bin Ziyad memperlihatkan kepada kami bahwa (Rasulullah) mengisyaratkan dengan telunjuknya.ā (HR. Imam Muslim dan Abu Dawud melalui jalan āAffan bin Muslim, dari āAbdul Wahid bin Ziyad)
Kedudukan tangan dan kaki pada saat tasyahdud sama dengan posisi saat kita melakkan duduk antara dua sujud, hanya kedudukan tangan kanan berbeda, yaitu membuat huruf O (jempol dan jari tengah dilekatkan ujungnya, jari manis dan kelingking digenggam, sedangkan telunjuk diisyaratkan)[20]
Berdasarkan perkataan Waāil bin Hujr mengenai sifat shalat Rasulullah saw. : āBeliau duduk sambil membentangkan kaki kirinya dan meletakkan tapak tangan kirinya pada paha kirinya dan lutut kirinya, siku kanannya diangkat dari paha kanannya, kemudian mengepalkan tiga jarinya membentuk lingkaran (antara ibu jari dengan jari tengahnya), kemudian mengangkat jari (telunjuk)nya. Aku melihat beliau menggerakkan (telunjuknya) seraya berdoāa.ā (HR. Ahmad, Nasaāi dan Imam Baihaqi)
Cara Membaca Doāa Tasyahdud Awal
Pada saat duduk tasyahdud awal berbarengan dengan menggerakkan (mengisyaratkan) telunjuknya. Membaca doāa tasyahdud banyak macamnya, antara lain :
Diriwayatkan dari āAbdullah bin Masāud, ia berkata : āRasulullah saw. mengajar aku tasyahdud sebagaimana beliau mengajar kepadaku surat dari Al-Qurāan yang berbunyi sebagai berikut : āAttahiyyaatu lillaahi washshalawaatu waththayyibaat, assalaamu āalaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakatuh, assalaamu āalainaa wa āalaa āibaadillaahish shaalihiin, asyhadu al laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan āabduhu wa rasuuluhā (Semua penghormatan, doāa dan puji-pujian yang baik adalah untuk Allah. Semoga sejahtera atas engkau, hai Nabi, termasuk juga rahmah Allah dan barakah-Nya. Sejahteralah atas kita sekalian dan atas hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang layak diibadahi melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.)ā (HR. Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan dari āAbdullah bin āAbbas, ia berkata : āRasulullah saw. mengajar kami tasyahdud sebagaimana beliau mengajarkan kepada kami surat Al-Qurāan, yaitu : āAttahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah, assalaamu āalaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barakaatuh, assalaamu āalainaa wa āalaa āibaadillaahish shaalihiin, asyhadu al laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadar rasuulullaah.ā (HR. Muslim, Abu āAwanah dan Syafiāi)
Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asyāari, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw. : āā¦. dan apabila sedang duduk, hendaklah permulaan ucapan salah seorang di antara kamu itu ialah : āAttahiyyaatuth, thayyibaatush shalawaatu lillaah, assalaamu āalaika ayyuhan nabiyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, assalaamu āalainaa wa āalaa āibaadillaahish shaalihiin, asyahdu al laa ilaaha illaha illallaahu wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna muhammadan āabduhu wa rasululuh.ā
Diriwayatkan bahwa āUmar Ibnul Khaththab pernah mengajarkan tahiyyat kepada manusia dari atas mimbar sebagai berikut : āAttahiyyaatu lillaah, azzaakiyaatu lillaah, aththayyibaatu lillaah, ashshalawaatu lillaah, assalaamu āalaika ā¦dstā (HR. Malik dan Al-Baihaqi)
Sesudah tahiyyat itu, langsung diteruskan dengan doāa shalawat yang beberapa lafazhnya berbunyi sebagai berikut (pilih salah satunya) :
Allaahumma shalli āalaa muhammad wa āalaa ahli baitihi wa āalaa azwaajihi wa dzurriyyatih, kamaa shallaita āalaa aali ibraahiim innaka hamiidum majiid wa baarik āalaa muhammad wa āalaa ahli baitihi wa dzurriyyatih, kamaa baarakta āalaa aali ibrahiim innaka hamiidum majiid. (HR. Ahmad dan Thahawi dengan sanad yang shahih)
Allaahumma shalli āalaa muhammad wa āalaa aali muhammad, kama shallaita āalaa ibrahiim wa āalaa aali ibrahim, innaka hamiidum majid, allaahumma baarik āalaa muhammad wa āalaa aali muhammad, kamaa baarakta āalaa ibraahiim wa āalaa aali ibraahiim, innaka hamiidum majid. (HR. Bukhari, Muslim, Al-Humaidi dan Ibnu Mandah)
Allaahumma shalli āalaa muhammad wa āalaa aali muhammad, kamaa shallaita āalaa ibraahiim wa aali ibraahiim, innaka hamiidum majiid, wa baarik āalaa muhammad wa āalaa aali muhammad, kamaa baarakata āalaa ibraahiim wa aali ibraahiim, innaka hamiidum majid. (HR. Ahmad, Nasaāi dan Abu Yaāla)
Allaahumma shalli āalaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa āalaa aali muhammad, kama shallaita āalaa aali ibraahiim, wa baarik āalaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa āalaa aali muhammad, kamaa baarakta āalaa aali ibraahiima fil āaalamiina innaka hamiidum majiid. (HR. Muslim)
Allaahumma shalli āalaa muhammadin āabdika wa rasuulik, kamaa shallaita āalaa aali ibraahiim, wa baarik āalaa muhammadin āabdika wa rasuulik, wa āalaa aali muhammad, kamaa barakta āalaa ibraahiim, wa āalaa aali ibraahiim. (HR. Bukhari, Nasaāi, Thahawi dan Ahmad)
Allaahumma shalli āalaa muhammad wa āalaa azwaajihi wa dzurriyyatih kama shallaita āalaa aali ibraahiim, wa baarik āalaa muhammad wa āalaa azwaajihi wa dzurriyyatih, kamaa baarakta āalaa aali ibraahiim, innaka hamiidum majid. (HR. Bukhari dan Muslim)
Allaahumma shalli āalaa muhammad wa āalaa aali muhammad, wa baarik āalaa muhammad wa āalaa aali muhammad, kama shallaita wa baarakta āalaa ibraahiim wa āalaa aali ibraahiim, innaka hamiidum majid. (HR. Thahawi dan Abu Saāid Al-āArabi)
Bangkit dan shalat rakaāat ketiga
Setelah membaca tasyahdud dan shalawat kita bangkit untuk rakaāat yang ketiga sambil bertakbir dan mengangkat tangan untuk takbir. Disebutkan dalam satu riwayat :
Takbir mengangkat tangan saat rakaāat ketiga ini sifat dan caranya sama dengan takbir-takbir (mengangkat tangan) lainnya.
Bacaan-bacaan shalat dan cara-caranya sama dengan rakaāat kedua, hanya setelah takbir langsung membaca Al-Fatihah tanpa membaca surat[21].
Jika jumlah rakaāat hanya tiga (shalat Maghrib), setelah sujud kedua langsung tahiyyat akhir yang bacaannya sama dengan tahiyyat awal, hanya bisa ditambah dengan doāa (akan dijelaskan bacaan tahhiyat akhir pada rakaāat keempat).
Rakaāat Keempat
Setelah sujud kedua rakaāat ketiga, kita bangkit dan takbir tanpa mengangkat tangan. Bacaan dan caranya sama dengan rakaāat ketiga. Hanya setelah sujud yang kedua kita duduk untuk tahhiyyat akhir dengan cara berikut :
Kedudukan tangan sama dengan ketika tahiyyat awal.
Kedudukan kaki diterangkan:
āā¦ dan apabila beliau duduk pada rakaāat terakhir (tahiyyat akhir), diulurkannya tapak kaki kirinya (ke sebelah kanan) dan ditegakkannya tapak kaki yang sebelah kanan (ujung jari-jarinya menghadap kiblat) dan beliau duduk di punggulnya.ā (HR. Bukhari I : 201, Fiqhus Sunnah I : 145)
Pandangan mata pada saat tasyahdud (baik awal maupun akhir)[22]
Berkata Ibnu āUmar : āRasulullah meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya dan beliau mengisyaratkan (menggerakkan) telunjuknya pada arah kiblat dan beliau mengarahkan pandangannya pada jari telunjuk atau arahnya.ā (HR. Nasaāi II : 237, Fiqhus Sunnah I : 144)
Setelah membaca tasyahdud (tahiyyat) dan shalawat sebagaimana tahiyyat awal, kita boleh memanjangkan doāa yang kita ajukan kepada Allah. Diantara doāa-doāa yang diajarkan Nabi saw. itu adalah sebagai berikut :
Allahumma innii aāuudzu bika min āadzaabil qabri, wa aāuudzu bika min fitnatil mashiihid dajjaal, wa aāuudzu bika min finatil mahyaa wal mamaat, allahumma innii aāuudzu bika minal maātsami wal maghrami.
āYa Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung diri kepada-Mu dari adzab kubur. Aku berlindung diri kepada-Mu dari fitnah Masih Dajjal. Aku berlindung diri kepada-Mu dari fitnah hidup dan mati. Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung diri kepada-Mu dari berbuat dosa dan berhutang.ā
Doāa ini sering diucapkan oleh Rasulullah saw. Karena seringnya hingga āAisyah bertanya kepada Nabi : āGerangan mengapa engkau sering berdoāa minta perlindungan dari hutang, ya Rasulullah?ā Nabi menjawab : āSesungguhnya seseorang itu apabila berhutang, kalau bicara ia suka dusta dan kalau berjanji suka menyalahinya.ā (HR. Bukhari dan Muslim)
Allahumma innii aāuudzu bika min syarri maa āamiltu wa min syarri maa lam aāmal.
āYa Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung diri kepada-Mu dari kejelekkan apa yang kuperbuat dan dari kejelekkan apa yang tidak ku perbuat.ā (HR. Nasaiāi dengan sanad yang shahih)
Allahumma haasibnii hisaabay yasiiraa.
āYa Tuhanku, hisablah aku dengan hisab yang ringan.ā (HR. Ahmad dan Hakim, shahih)
Allahumma bi āilmikal ghaiba wa qudratika āalal khalqi ahyiinii maa āalimtal hayaata khairal lii, wa tawaffanii idzaa kaanatil wafaatu khairal lii. Allahumma wa asāaluka khasy-yataka fil ghaibi way syahaadati wa asāaluka kalimatal haqqi wal āadli fil ghadabi war ridhaa, wa asāalukal qashda fil faqri wal ghinaa wa alāaluka naāiimal laa yabiid, wa asāaluka qurrata āainil laa tanqathiāu wa asāalukar ridhaa baādal qadhaaāi, wa alāaluka bardal āaisyi baādal mauti, wa asāaluka ladzdzatan nazhari ilaa wajhika wa asāalukasy syauqa ilaa liqaaāika fii ghairi dharraaāi mudhirrah, wa laa fitnatim mudhillah, allahumma zayyinaa bi ziinatil iimaani wajāalnaa hudaatam muhtadiin.
āYa Tuhanku, dengan pengetahuan-Mu akan hal yang ghaib dan kekuasaan-Mu atas makhluk ini, hidupkanlah aku yang menurut pengetahuan-Mu hidupku itu adalah baik bagiku dan matikanlah aku jika mati itu lebih baik bagiku. Ya Tuhanku, aku meminta kepada-Mu supaya bisa takut kepada-Mu pada waktu tersembunyi dan pada waktu ramai. Aku meminta kepada-Mu beromong yang benar, jujur pada waktu marah dan senang. Aku meminta kepada-Mu untuk bisa sederhana, baik pada waktu miskin maupun pada waktu kaya. Aku minta kepada-Mu kenikmatan yang tiada hancur dan aku minta kepada-Mu kesejukkan mata yang tidak terputus-putus. Aku minta kepada-Mu kepuasan sesudah qadha dan aku minta kepada-Mu kesejukkan hidup sesudah mati. Aku minta kepada-Mu kesenangan melihat wajah-Mu dan aku minta kepada-Mu kerinduan untuk bertemu dengan-Mu dalam keadaan tidak susah yang menyusahkan dan tidak terdapat finah yang menyesatkan. Ya Tuhanku, hiasilah hidup kami ini dengan perhiasan iman dan jadikanlah kami pemimpin yang terpimpin.ā (HR. Nasaāi dan Hakim, shahih)
Allahumma innii zhalamtu nafsii zhulman katsiiraa, wa laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta, faghfir lii maghfiratam min āindik, warhamnii innaka antal ghafuurur rahiim.
āYa Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku dengan penganiayaan yang banyak, sedang tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau. Oleh karena itu, ampunilah aku dengan suatu pengampunan yang datangnya dari-Mu dan sayangilah aku karena sesungguhnya Engkaulah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.ā (HR. Bukhari dan Muslim)
Allahumma innii asāaluka minal khairi kullihi āaajilihi wa aajilihi maa āalimtu minhu wa maa lam aālam, wa aāuudzu bika minasy syarri kulihi āaajilihi wa aajilihi ma āalimtu minhu wa maa lam āalam, wa asāalukal jannata wa maa qarraba ilaihaa min qaulin auāamalin, wa āaāuudzu bika minan naari wa maa qarraba ilaihaa min qaulin auāamalin, wa asāaluka minal khairi maa saāalaka āabduka wa rasuuluka muhammad, wa aāuudzu bika min syarri mastaāaadzaka minhu āabduka wa rasuuluka muhammadun shallallaahu āalaihi wa sallam, wa asāaluka maa qadhaita lii min amrin an tajāala āaaqibatahu lii rusydaa.
āYa Tuhanku, sesungguhnya aku minta kepada-Mu kebaikan semuanya, sekarang atau nanti, yang aku ketahui atau yang tidak kuketahui. Aku berlindung diri kepada-Mu dari kejelekkan semuanya, sekarang atau nanti, yang kuketahui atau yang tidak kuketahui. Aku minta kepada-Mu surga dan sesuatu yang mendekatkan ke surga, baik berupa omongan maupun perbuatan. Aku berlindung diri kepada-Mu dari neraka dan sesuatu yang mendekatkan ke neraka, baik berupa omongan maupun perbuatan. Aku minta kepada-Mu kebaikan yang pernah diminta oleh hamba-Mu dan Rasul-Mu, Muhammad dan aku berlindung diri kepada-Mu dari kejelekkan sesuatu yang pernah diminta perlindungannya oleh hamba-Mu suatu perkara yang telah Engkau tentukan kepadaku yang Engkau akan jadikan akibatnya itu sebagai satu pimpinan bagiku.ā Doāa ini adalah doāa yang diajarkan Rasulullah saw. kepada āAisyah r.a. (HR. Ahmad, Thasyalisi, Ibnu Majah, Hakim dan Bukhari dalam Adabul Mufrad)
Allahumma innii asāaluka yaa allaahul ahadsuh shamad al-ladzii lam yalid wa lam yuulad wa lam yakul lahu kufuwan ahad an taghfiraa lii dzunuubii innaka antal ghafuurur rahiim.
āYa Tuhaku, sesungguhnya aku minta kepada-Mu, ya Allah, Dzat Yang Esa, yang menjadi tempat bergantung, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tiada satupun (mkhluk) yang sama dengan Dia, kiranya Engkau dapat mengampuni dosa-dosaku, karena sesungguhnya Engkaulah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Mahabelas kasih.ā Doāa ini semula diucapkan oleh salah seorang sahabat. Akan tetapi setelah Rasulullah saw. sendiri mendengarnya, lalu dipujinya orang itu dengan sabdanya : āSungguh Allah telah mengampuni dia. Sungguh Allah telah mengampuni dia.ā (HR. Abu Dawud, Nasaāi, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Hakim)
Allahumma innii asāaluka bi anna lakal hamd, laa ilaaha illaa anta wahdaka laa syariika lak, almannaan, yaa badiiāas samaawaati wal ardhi, yaa dzal jalaali wal ikraam, ya hayyu yaa qayyuum, innii asāalukal jannata wa aāuudzu bika minan naar.
āYa Tuhanku, sesungguhnya aku minta kepada-Mu, karena sesungguhnya bagi-Mulah segala puji. Tiada tuhan yang layak diibadahi melainkan Engkau Yang Esa, yang tiada sekutu bagi-Mu, Mahamurah, wahai Dzat Pencipta langit dan bumi, waha Dzat yang mempunyai keagungan dan kemuliaan, wahai Dzat yang Maha hidup dan berdiri sendiri. Sesungguhnya aku minta kepada-Mu surga dan aku berlindung diri kepada-Mu dari neraka.ā
Doāa ini juga semula diucapkan oleh salah seorang sahabat, kemudian ketika Rasulullah saw. mendengarnya, ia bertanya kepada para sahabatnya : āTahukah kalian apa yang ia katakan dalam doāanya itu?ā Mereka menjawab : āAllah dan Rasulnya yang lebih tahuā. Rasulullah kemudian menjelaskan : āDemi Dzat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sungguh telah berdoāa dengan nama-Nya, Yang Maha Agung, yang apabila seseorang berdoāa dengan nama-Nya, pasti akan dikabulkan dan apabila dia minta, pasti diberi.ā (HR. Abu Dawud, Nasaāi, Ahmad dan Bukhari dalam Adabul Mufrad)
Setelah membaca tasyahdud atau doāa sebagai penutup shalat kita mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, sebab salam merupakan penghalalan shalat. Hal ini diterangkan:
Dari āAli r.a., bahwa Nabi saw. bersabda : āKunci shalat itu bersuci, permulaannya takbir dan penutupnya adalah mengucapkan salam.ā (HR. Syafiāi, Imam Ahmad, Al-Bazzar, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Imam Tirmidzi) Menurut Imam Tirmidzi, hadits ini paling shahih dan hasan di antara hadits lainnya yang berkenan dengan masalah ini. Imam Hakim dan Ibnu Sakan pun menshahihkannya.
Cara bacaan salam yang diajarkan Rasul adalah :
Dari Ibnu Masāud r.a., bahwa Nabi saw. biasa mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, sehingga terlihat warna putih pipinya (dengan ucapan) : āAssalaamu āalaikum warahmatullaah, assalaamu āalaikum wa rahmatullah.ā (HR. Imam Ahmad, At-Thahawi, Abu Dawud, Tirmidzi, Imam Nasaāi, Ibnu Majah) Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shahih[23].
Atau mengucapkan salam dengan sempurna.
Dari Waāil bin Hujr r.a., ia berkata : āAku pernah mendirikan shalat beserta Nabi saw. Ternyata Nabi saw. salam ke kanan dengan mengucapkan āAssalaamu āalaikum warahmutullahi wabarakaatuhā (Semoga salam sejahter dicurahkan kepada kamu sekalian. Demikian pula rahmat dan berkah dari Allah swt.ā), sedangkan ketika salam ke kiri beliau mengucapkan āAssalaamu āalaikum warahmatullahā.ā (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih)
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tata cara shalat itu adalah Suci dari hadats besar dan kecil (dengan wudhu, tayammum dan mandi), Niat untuk shalat (bukan talafudz bin niyat dengan membaca ushalli) sebagaimana diterangkan : āSesungguhnya amalah itu tergantung niatnya.ā (HR. Bukhari), Pakaian, tempat dan badan harus suci dari najis, Menghadap kiblat, Mengangkat tangan (takbiratul ihram), Jari tangan direnggangkan, Tapak tangan sejajar dada atau sejajar daun telinga atau sejajar pundak, Tapak tangan dihadapkan ke arah kiblat, Memeluk hasta tangan kiri oleh tapak tangan kanan antara susu dan pusar, Membaca doāa iftitah, Membaca taāawwudz, Fatihah dan surat (rekaāat pertama), Takbir waktu rukuā dengan mengangkat kedua tangan, kedudukan tangan sama dengan ketika takbiratul ihram, Bacaan rukuā, Mengangkat dua tangan, bangkit dari rukuā, sambil membaca samiāallaahu li man hamidah dan rabbanaa wa lakal hamdu, Takbir ke sujud dengan tidak mengangkat tangan (Mendahulukan lutut, kemudian tapak tangan sampai ke lantai, Tujuh anggota badan menyentuh lantai : dahi, hidung, dua tapak tangan dan dua lutut, Jari kaki dihadapkan ke kibalat (lipat), Dua tumit kaki dilekatkan, Hasta tidak dikepitkan ke rusuk dan tidak dihamparkan ke lantai (seperti menghamparkan anjing), siku diangkat sedikit), Membaca bacaan dalam sujud, Membaca bacaan waktu bangkit dari sujud tanpa angkat tangan, Membaca bacaan waktu bangkit dari sujud dan meletakkan kedua tangan di atas paha yang sesuai, Takbir waktu sujud tanpa mengangkat tangan, Membaca bacaan dalam sujud, Takbir, bangkit dari sujud tanpa mengangkat tangan; Untuk rakaāat kedua, ketiga dan seterusnya tidak ada (Takbiratul ihram, Doāa iftitah, Taāawwudz) Tetapi ada : (Tahiyyat awal pada rakaāat kedua, Tahiyyat akhir pada rakaāat terakhir yang lebih dari dua rakaat atau yang dua rakaāat, Takbir mengangkat tangan waktu akan memulai rakaāat ketiga, Bacaan waktu berdiri pada rakaāat ketiga dan atau keempat hanya Fatihah saja (tanpa surat) . Saat tahiyyat menggoyangkan telunjuk, baik awal maupun akhir, Salam ke kanan dan ke kiri, Khusus rakaāat ketiga dan keempat hanya Fatihah saja tanpa membaca surat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kalau kamu tidak mampu, shalatlah dengan berbaring. Allah tidak membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya.
2 Tirmidzi telah meshahihkan hadits ini dan dia berkata āHadits ini adalah yang paling shahih dan paling hasan yang dibahas pada pembahasan ini.ā Nabi saw. bersabda : āTahrimnya shalat adalah takbir.ā Jumhur ulama berargumentasi bahwa permulaan shalat adalah dengan takbir, bukan dengan dzikir lainnya.
3 Dari Abu Qilabah, sesungguhnya dia melihat Malik bin Huwairits apabila dia shalat, dia bertakbir, kemudian mengangkat kedua tangannya (Al-Hadits). Pada hadits tersebut dia menceritakan bahwa Rasulullah saw. biasa melakukan demikian.
4 Dari Waāil bin Hajar, ia berkata : āSaya shalat beserta Rasulullah saw., lalu beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di atas dadanya.ā (HR. Ibnu Khuzaimah dan dia telah menshahihkannya)
5 Bahkan dalam Hadits Al-Baihaqi disebutkan apabila Rasul shalat, beliau menundukkan kepada dan mengarahkan pandangan ke tempat sujud. (Sifat Shalat Nabi : 45) Untuk memungkinkan kita khusyuā dalam shalat, hilangkan sesuatu yang akan mengganggu kekhusyuāan itu, seperti gambar-gambar atau yang lainnya
6 Dilain riwayat, bacaan di atas ada tambahan (Laa ilaaha illaallaah (3x) allaahu akbar (3x) (HR. Abu Dawud dan Thahawi)
7 Cara membaca taāawudz (dibaca taāudz) hanya disyariāatkan pada rakaāat pertama dengan menganggap bahwa bacaan pada shalat adalah bacaan yang satu dan disunnahkan dengan pelan, menurut kebanyakan ahli ilmu. Dalam Kitab Ad-Dinul Khalish disebutkan, para ulama telah sepakat bahwa tidak dilaksanakan (taāawudz) kecuali pada rakaāat pertama berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa : Nabi saw. Apabila bergerak (bangun) untuk rakaāat kedua, beliau memulai dengan bacaan (Al-Fatihah) dan beliau tidak diam. (HR. Muslim, Nasaāi dan Ibnu Majah)
8 Abu Bakar Al-Hanafi berkata : Telah meriwayatkan kepada kami, āAbdul Hamid Ibnu Jaāfar. Telah menceritakan kepadaku Nuh Ibnu Bilal, dari Saāid Ibnu Abu Al-Maqbari, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. Bersabda : āAlhamdu lillaahi rabbil āaalamiin itu tujuh ayat; salah satunya adalah bismillaahir rahmaanir rahiim. (Al-Fatihah) itu merupakan as-sabāul matsaani (tujuh ayat yang diulang-ulang), Al-Qurāan āazhim, ummul Qurāan, dan Fatihatul Kitab (pembuka Al-Qurāan).ā Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Al-Ausath dengan sanad yang rijalnya tsiqat.
9 Rasul bersabda : āBacalah aamiin, maka kamu akan dicintai Allah.ā (HR. Abu Dawud : 972)
10 āā¦. maka ketika kamu telah mengangkat kepalamu, luruskanlah tulang belakangmu, sehingga kembali tulang-tulang itu ke sendi-sendinya.ā (HR. Bukhari I : 19, Fiqhus Sunnah I : 117)
11 Maksud lafazh hadits āwa laa yafāalu dzaalika fii sujuudiā ialah ia tidak melakukannya/mengangkat tangan ketika turun untuk sujud dan tidak ketika bangkit dari sujud. Dalam hal mana ia mengatakan : āKetika ia turun sujud dan tidak ketika ia bangkit dari sujud.ā (Fathu Al-Bari III : 220). Adapun riwayat Thabrani dari Ibnu āUmar bahwa Nabi saw. Mengangkat kedua tangannya ketika takbir untuk rukuā dan ketika takbir untuk sujud, maka hadits tersebut syadz, menyalahi hadits yang lebih shahih, yaitu hadits riwayat Bukhari dalam kitab Shahihnya. Apabila kita pahamkan bahwa yang dimaksud ucapan āhiina yasjuduā ialah ketika sujud, hal ini tidak rasional, karena bagaimana mungkin seseorang dapat mengangkat kedua tangannya pada waktu sujud.
12 āā¦ Kami diperintah sujud dengan tujuh tulang, yaitu dahi, dan ia isyaratkan juga pada hidung, dua tangannya, dua lutut dan ujung-ujung tapak kakinya.ā (HR. Bukhari I : 197, Muslim I : 203)
13 Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. bersabda : āApabila kamu mendirikan shalatā¦, kemudian sujudlah hingga tenteram dalam sujud, kemudian hendaklah engkau bangkit (dari sujud) sehingga engkau tenteram dalam duduk, kemudian sujudlah hingga engkau tetap di dalam sujud, lalu kerjakanlah itu di dalam shalatmu semuanya.ā (HR. Bukhari I : 192, Muslim I : 166, Bulughul Maram : 156)
14 Kedua tangannya bertekan ke bumi pada waktu bangkit untuk rakaāat berikutnya.āRasulullah saw. bangkit kepada rakaāat kedua, sambil bertekan kepada tanah.ā (HR. Bukhari dan Asy-Syafiāi)
15 Pada hadits Abu Humaid As-Saāidi mengenai sifat-sifat shalat Rasulullah saw., dia berkata : āKemudian Rasulullah bergerak turun ke bumi untuk sujud. Beliau merenggangkan kedua tangannya dari kedua pinggangnya, lalu bangun sambil mengangkat kepalanya, membengkokkan tapak kaki kirinya, lalu duduk di atasnya dan menegakkan jari-jari kaki kirinya jika sujud, lalu beliau sujud lagi, kemudian mengucapkan āallaahu akbarā, sambil mengangkat kepalanya. Beliau membengkokkan kaki kirinya sambil mendudukinya. Beliau duduk setelah dua sujud, yaitu pada rakaāat pertama dan ketiga, sehingga setiap tulang kembali ke tempatnya masing-masing (duduk dengan tegak), lalu bangkit dan begitulah yang beliau lakukan pada rakaāat ganjil lainnya.ā (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, Baihaqi dan Tirmidzi). Menurut Imam Tirmidzi, hadits ini hasan shahih.
16 Dari Abu Qatadah, ia berkata : āAdalah Rasulullah saw. shalat bersama kami. Beliau membaca Fatihatul kitab dan dua surat pada dua rakaāat pertama pada shalat Zhuhur dan āAshar dan kadangkala beliau memperdengarkan bacaan ayat itu kepada kita dan memanjangkan bacaan pada rakaāat pertama dan pada dua rakaāat terakhir membaca Fatihatul kitab saja.ā (HR. Bukhari I : 191, Muslim I : 189)
17 Pada Hadits Ibnu āUmar r.a., (disebutkan) bahwa dia melihat seorang laki-laki yang mempermainkan batu kecil dengan tangannya, padahal dia sedang shalat. Setelah laki-laki tersebut shalat, (Ibnu āUmar) berkata kepadanya : āJanganlah menggerakkan batu kerikil jika kamu sedang shalat, sebab itu termasuk perbuatan syetan, tetapi lakukanlah seperti yang dilakukan Rasulullah saw.ā. Orang itu bertanya : āBagaimanakah shalat yang dilakukan Rasulullah saw. itu?ā Ibnu āUmar meletakkan tangan kanannya pada paha kanannya dan mengisyaratkan jari telunjuk ke arah kiblat, sedangkan dia memandang telunjuknya.ā (HR. Imam Nasaāi)
18 Dari Ibnu āUmar r.a., sesungguhnya Rasulullah saw. apabila duduk tasyahdud (attahiyat), beliau meletakkan tangan kiri di atas lutut yang kiri dan tangan yang kanan di atas lutut yang kanan dan beliau genggam lima puluh tiga (jempol dan jari tengah ujungnya dirapatkan membentuk huruf O, jari manis dan kelingking digenggamkan) dan beliau mengisyaratkan jari telunjuknya. (HR. Muslim I : 235, Fiqhus Sunnah Vi : 144). Pada saat menggerakkan (mengisyaratkan) telunjuk, tidak terlalu ditegakkan, tetapi sedang saja (agak dilekukkan) sebagaimana diriwayatkan : āRasul mengangkat telunjuknya dan menggerakkannya dengan melekukkan sedikit.ā (HR. Abu Dawud : 991, Zaadul Maāad I : 242).
19 āā¦. dan membaca pada dua rakaāat terakhir Fatihatul Kitab saja.ā (HR. Bukhari I : 189, Muslim I : 191)
20 Dari āAbdillah bin Zubair, dari bapaknya ā¦ pandangannya tidak melebihi isyaratnya (telunjuk waktu berisyarat/menggerakkan). (HR. Abu Dawud : 990 dan Nasaāi III : 29)
21 Dari Saāad bin Waqqash r.a., ia berkata : āAku telah melihat Rasulullah saw. mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, sehingga aku dapat melihat warna putih pipinya.ā (HR. Ahmad, Muslim, Nasaāi, Ibnu Majah, Daraquthni, Ibnu Hibban, Al-Bazzar)
22 . Juga diriwayatkan oleh Daruquthni : āIsnad hadits ini hasan.ā Al-Hakim juga mengatakan : āHadits ini shahih mengikuti syarat (shahihnya) kitab.ā Baihaqi mengatakan : āHadits ini hasan shahih.ā Pada Hadits Tirmidzi terdapat syad.
23 Imam Baihaqi menambahkan : āBegitulah cara shalat Rasulullah saw., sampai beliau menemui Allah swt.ā
[1] Kalau kamu tidak mampu, shalatlah dengan berbaring. Allah tidak membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya.
[2] Tirmidzi telah meshahihkan hadits ini dan dia berkata āHadits ini adalah yang paling shahih dan paling hasan yang dibahas pada pembahasan ini.ā Nabi saw. bersabda : āTahrimnya shalat adalah takbir.ā Jumhur ulama berargumentasi bahwa permulaan shalat adalah dengan takbir, bukan dengan dzikir lainnya.
[3] . Dari Abu Qilabah, sesungguhnya dia melihat Malik bin Huwairits apabila dia shalat, dia bertakbir, kemudian mengangkat kedua tangannya (Al-Hadits). Pada hadits tersebut dia menceritakan bahwa Rasulullah saw. biasa melakukan demikian.
[4] Dari Waāil bin Hajar, ia berkata : āSaya shalat beserta Rasulullah saw., lalu beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di atas dadanya.ā (HR. Ibnu Khuzaimah dan dia telah menshahihkannya)
[5] Bahkan dalam Hadits Al-Baihaqi disebutkan apabila Rasul shalat, beliau menundukkan kepada dan mengarahkan pandangan ke tempat sujud. (Sifat Shalat Nabi : 45) Untuk memungkinkan kita khusyuā dalam shalat, hilangkan sesuatu yang akan mengganggu kekhusyuāan itu, seperti gambar-gambar atau yang lainnya.
[6] Dilain riwayat, bacaan di atas ada tambahan (Laa ilaaha illaallaah (3x) allaahu akbar (3x) (HR. Abu Dawud dan Thahawi)
[7] Cara membaca taāawudz (dibaca taāudz) hanya disyariāatkan pada rakaāat pertama dengan menganggap bahwa bacaan pada shalat adalah bacaan yang satu dan disunnahkan dengan pelan, menurut kebanyakan ahli ilmu. Dalam Kitab Ad-Dinul Khalish disebutkan, para ulama telah sepakat bahwa tidak dilaksanakan (taāawudz) kecuali pada rakaāat pertama berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa : Nabi saw. Apabila bergerak (bangun) untuk rakaāat kedua, beliau memulai dengan bacaan (Al-Fatihah) dan beliau tidak diam. (HR. Muslim, Nasaāi dan Ibnu Majah)
[8] Abu Bakar Al-Hanafi berkata : Telah meriwayatkan kepada kami, āAbdul Hamid Ibnu Jaāfar. Telah menceritakan kepadaku Nuh Ibnu Bilal, dari Saāid Ibnu Abu Al-Maqbari, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. Bersabda : āAlhamdu lillaahi rabbil āaalamiin itu tujuh ayat; salah satunya adalah bismillaahir rahmaanir rahiim. (Al-Fatihah) itu merupakan as-sabāul matsaani (tujuh ayat yang diulang-ulang), Al-Qurāan āazhim, ummul Qurāan, dan Fatihatul Kitab (pembuka Al-Qurāan).ā Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Al-Ausath dengan sanad yang rijalnya tsiqat.
[9] Rasul bersabda : āBacalah aamiin, maka kamu akan dicintai Allah.ā (HR. Abu Dawud : 972)
[10] . Juga diriwayatkan oleh Daruquthni : āIsnad hadits ini hasan.ā Al-Hakim juga mengatakan : āHadits ini shahih mengikuti syarat (shahihnya) kitab.ā Baihaqi mengatakan : āHadits ini hasan shahih.ā Pada Hadits Tirmidzi terdapat syad.
[11] Imam Baihaqi menambahkan : āBegitulah cara shalat Rasulullah saw., sampai beliau menemui Allah swt.ā
[12] āā¦. maka ketika kamu telah mengangkat kepalamu, luruskanlah tulang belakangmu, sehingga kembali tulang-tulang itu ke sendi-sendinya.ā (HR. Bukhari I : 19, Fiqhus Sunnah I : 117)
[13] Maksud lafazh hadits āwa laa yafāalu dzaalika fii sujuudiā ialah ia tidak melakukannya/mengangkat tangan ketika turun untuk sujud dan tidak ketika bangkit dari sujud. Dalam hal mana ia mengatakan : āKetika ia turun sujud dan tidak ketika ia bangkit dari sujud.ā (Fathu Al-Bari III : 220). Adapun riwayat Thabrani dari Ibnu āUmar bahwa Nabi saw. Mengangkat kedua tangannya ketika takbir untuk rukuā dan ketika takbir untuk sujud, maka hadits tersebut syadz, menyalahi hadits yang lebih shahih, yaitu hadits riwayat Bukhari dalam kitab Shahihnya. Apabila kita pahamkan bahwa yang dimaksud ucapan āhiina yasjuduā ialah ketika sujud, hal ini tidak rasional, karena bagaimana mungkin seseorang dapat mengangkat kedua tangannya pada waktu sujud.
[14] āā¦ Kami diperintah sujud dengan tujuh tulang, yaitu dahi, dan ia isyaratkan juga pada hidung, dua tangannya, dua lutut dan ujung-ujung tapak kakinya.ā (HR. Bukhari I : 197, Muslim I : 203)
[15] Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. bersabda : āApabila kamu mendirikan shalatā¦, kemudian sujudlah hingga tenteram dalam sujud, kemudian hendaklah engkau bangkit (dari sujud) sehingga engkau tenteram dalam duduk, kemudian sujudlah hingga engkau tetap di dalam sujud, lalu kerjakanlah itu di dalam shalatmu semuanya.ā (HR. Bukhari I : 192, Muslim I : 166, Bulughul Maram : 156)
[16] Kedua tangannya bertekan ke bumi pada waktu bangkit untuk rakaāat berikutnya.āRasulullah saw. bangkit kepada rakaāat kedua, sambil bertekan kepada tanah.ā (HR. Bukhari dan Asy-Syafiāi)
[17] Pada hadits Abu Humaid As-Saāidi mengenai sifat-sifat shalat Rasulullah saw., dia berkata : āKemudian Rasulullah bergerak turun ke bumi untuk sujud. Beliau merenggangkan kedua tangannya dari kedua pinggangnya, lalu bangun sambil mengangkat kepalanya, membengkokkan tapak kaki kirinya, lalu duduk di atasnya dan menegakkan jari-jari kaki kirinya jika sujud, lalu beliau sujud lagi, kemudian mengucapkan āallaahu akbarā, sambil mengangkat kepalanya. Beliau membengkokkan kaki kirinya sambil mendudukinya. Beliau duduk setelah dua sujud, yaitu pada rakaāat pertama dan ketiga, sehingga setiap tulang kembali ke tempatnya masing-masing (duduk dengan tegak), lalu bangkit dan begitulah yang beliau lakukan pada rakaāat ganjil lainnya.ā (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, Baihaqi dan Tirmidzi). Menurut Imam Tirmidzi, hadits ini hasan shahih.
[18] Dari Abu Qatadah, ia berkata : āAdalah Rasulullah saw. shalat bersama kami. Beliau membaca Fatihatul kitab dan dua surat pada dua rakaāat pertama pada shalat Zhuhur dan āAshar dan kadangkala beliau memperdengarkan bacaan ayat itu kepada kita dan memanjangkan bacaan pada rakaāat pertama dan pada dua rakaāat terakhir membaca Fatihatul kitab saja.ā (HR. Bukhari I : 191, Muslim I : 189)
[19] Pada Hadits Ibnu āUmar r.a., (disebutkan) bahwa dia melihat seorang laki-laki yang mempermainkan batu kecil dengan tangannya, padahal dia sedang shalat. Setelah laki-laki tersebut shalat, (Ibnu āUmar) berkata kepadanya : āJanganlah menggerakkan batu kerikil jika kamu sedang shalat, sebab itu termasuk perbuatan syetan, tetapi lakukanlah seperti yang dilakukan Rasulullah saw.ā. Orang itu bertanya : āBagaimanakah shalat yang dilakukan Rasulullah saw. itu?ā Ibnu āUmar meletakkan tangan kanannya pada paha kanannya dan mengisyaratkan jari telunjuk ke arah kiblat, sedangkan dia memandang telunjuknya.ā (HR. Imam Nasaāi)
[20] Dari Ibnu āUmar r.a., sesungguhnya Rasulullah saw. apabila duduk tasyahdud (attahiyat), beliau meletakkan tangan kiri di atas lutut yang kiri dan tangan yang kanan di atas lutut yang kanan dan beliau genggam lima puluh tiga (jempol dan jari tengah ujungnya dirapatkan membentuk huruf O, jari manis dan kelingking digenggamkan) dan beliau mengisyaratkan jari telunjuknya. (HR. Muslim I : 235, Fiqhus Sunnah Vi : 144). Pada saat menggerakkan (mengisyaratkan) telunjuk, tidak terlalu ditegakkan, tetapi sedang saja (agak dilekukkan) sebagaimana diriwayatkan : āRasul mengangkat telunjuknya dan menggerakkannya dengan melekukkan sedikit.ā (HR. Abu Dawud : 991, Zaadul Maāad I : 242).
[21] āā¦. dan membaca pada dua rakaāat terakhir Fatihatul Kitab saja.ā (HR. Bukhari I : 189, Muslim I : 191)
[22] Dari āAbdillah bin Zubair, dari bapaknya ā¦ pandangannya tidak melebihi isyaratnya (telunjuk waktu berisyarat/menggerakkan). (HR. Abu Dawud : 990 dan Nasaāi III : 29)
[23] Dari Saāad bin Waqqash r.a., ia berkata : āAku telah melihat Rasulullah saw. mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, sehingga aku dapat melihat warna putih pipinya.ā (HR. Ahmad, Muslim, Nasaāi, Ibnu Majah, Daraquthni, Ibnu Hibban, Al-Bazzar)
Post a Comment