Tasyabbuh: Mengikuti Gaya Orang Kafir
Islam pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan pada era keemasannya. Seluruh dunia mengakui jika Islam adalah jembatan menuju peradaban yang lebih maju. Namun, apa yang disaksikan pada hari ini benar-benar berbanding terbalik. Menjelang akhir zaman, umat Islam ramai-ramai menjiplak budaya barat yang mengusung kebebasan dan melupakan nilai-nilai ketuhanan.
Umat Islam saat ini merasa minder jika berbudaya seperti tuntunan syari’at, dan merasa bangga jika mereka berpenampilan layaknya orang-orang barat, terutama pemuda. Pernak-pernik penghias tubuh mulai dari pakaian, aksesoris, alat kecantikan, dan gaya hidup semuanya banyak diadopsi dan berkiblat ke barat.
Coba kita lihat dari model rambut, cara berpakaian dan penampilan muda-mudi saat ini, sudah sama dengan gaya Ronaldo, Roberto dan Jenifer. Begitu pula termasuk perayaan seperti Ultah dan New Year yang pemuda muslim rayakan semuanya diimpor dari ajaran non-muslim, bukan ajaran Islam sama sekali. Benarlah disebutkan dalam hadits, umat Islam selangkah demi selangkah akan mengikuti jejak non muslim.
Umat Islam saat ini merasa minder jika berbudaya seperti tuntunan syari’at, dan merasa bangga jika mereka berpenampilan layaknya orang-orang barat, terutama pemuda. Pernak-pernik penghias tubuh mulai dari pakaian, aksesoris, alat kecantikan, dan gaya hidup semuanya banyak diadopsi dan berkiblat ke barat.
Coba kita lihat dari model rambut, cara berpakaian dan penampilan muda-mudi saat ini, sudah sama dengan gaya Ronaldo, Roberto dan Jenifer. Begitu pula termasuk perayaan seperti Ultah dan New Year yang pemuda muslim rayakan semuanya diimpor dari ajaran non-muslim, bukan ajaran Islam sama sekali. Benarlah disebutkan dalam hadits, umat Islam selangkah demi selangkah akan mengikuti jejak non muslim.
Sunnatullah, Orang Muslim Akan Mengikuti Jejak Orang Kafir
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ
قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ
أُولَئِكَ
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi
sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada
yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah
mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab,
“Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ
حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika
orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit
sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
Ibnu Taimiyah menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada
yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian
perkara. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 27: 286.
Syaikhul Islam menerangkan pula bahwa dalam shalat ketika membaca Al
Fatihah kita selalu meminta pada Allah agar diselamatkan dari jalan
orang yang dimurkai dan sesat yaitu jalannya Yahudi dan Nashrani. Dan
sebagian umat Islam ada yang sudah terjerumus mengikuti jejak kedua
golongan tersebut. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 1: 65.
Imam Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob
(lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa
tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan
Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan
berbagai penyimpangan, bukan dalam hal-hal kekafiran mereka yang
diikuti. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena
apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.” (Syarh Muslim, 16: 219)
Larangan Tasyabbuh
Walau itu sudah jadi sunnatullah, namun bukan berarti mengikuti jejak ahli kitab dan orang kafir jadi boleh. Bahkan secara umum kita dilarang menyerupai mereka dalam hal yang menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah tasyabbuh.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kenapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
أَنَّ
الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا
وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ
مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ
“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan
dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan
orang kafir” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 154).
Di tempat lain dalam Majmu’ Al Fatawa, beliau berkata,
فَإِذَا
كَانَ هَذَا فِي التَّشَبُّهِ بِهِمْ وَإِنْ كَانَ مِنْ الْعَادَاتِ
فَكَيْفَ التَّشَبُّهُ بِهِمْ فِيمَا هُوَ أَبْلَغُ مِنْ ذَلِكَ ؟!
“Jika dalam perkara adat (kebiasaan) saja kita dilarang tasyabbuh
dengan mereka, bagaimana lagi dalam perkara yang lebih dari itu?!”
(Majmu’ Al Fatawa, 25: 332)
Macam-Macam Tasyabbuh
Tasyabbuh dengan orang kafir ada dua macam:
(1) tasyabbuh yang diharamkan,
(2) tasyabbuh yang mubah (boleh).
1. Tasyabbuh yang haram adalah segala perbuatan yang menjadi
kekhususan ajaran orang kafir dan diambil dari ajaran orang kafir, tidak
diajarkan dalam ajaran Islam.
Terkadang tasyabbuh seperti ini dihukumi dosa besar, bahkan ada yang
bisa sampai tingkatan kafir tergantung dari dalil yang membicarakan hal
ini. Tasyabbuh yang dilakukan bisa jadi karena memang ingin mencocoki
ajaran orang kafir, bisa jadi karena dorongan hawa nafsu, atau karena
syubhat bahwa hal tersebut mendatangkan manfaat di dunia atau di
akhirat.
Bagaimana jika melakukannya atas dasar tidak tahu seperti ada yang
merayakan ulang tahun (Ultah) padahal ritual seperti ini tidak pernah
diajarkan dalam Islam? Jawabnya, kalau dasar tidak tahu, maka ia tidak
terkena dosa. Namun orang seperti ini harus diberitahu. Jika tidak mau
nurut, maka ia berarti berdosa.
2. Tasyabbuh yang dibolehkan adalah segala perbuatan yang asalnya
sebenarnya bukan dari orang kafir. Akan tetapi orang kafir melakukan
seperti ini. Maka tidak mengapa menyerupai dalam hal ini, namun bisa
jadi luput karena tidak menyelisihi mereka. Contohnya adalah seperti
membiarkan uban dalam keadaan putih. Padahal disunnahkan jika warnanya
diubah selain warna hitam. Namun jika dibiarkan pun tidak terlarang
keras.
Namun perlu diperhatikan bahwa ada syarat bolehnya tasyabbuh dengan orang kafir:
1. Yang ditiru bukan syi’ar agama orang kafir dan bukan menjadi kekhususan mereka.
2. Yang diserupai bukanlah perkara yang menjadi syari’at mereka.
Seperti dalam syari’at dahulu dalam rangka penghormatan, maka
disyari’atkan sujud. Namun dalam Islam telah dilarang.
3. Syari’at menjelaskan bolehnya bersesuaian dalam perbuatan
tersebut, namun khusus untuk amalan tersebut saja. Seperti misalnya
dahulu Yahudi melaksanakan puasa Asyura, umat Islam pun melaksanakan
puasa yang sama. Namun juga diselisihi dengan menambahkan puasa pada
hari kesembilan dari bulan Muharram.
4. Menyerupai orang kafir di sini tidak sampai membuat kita
menyelisihi ajaran Islam. Misalnya, orang kafir sekarang berjenggot. Itu
bukan berarti umat Islam harus mencukur jenggot supaya berbeda dengan
orang kafir karena memelihara jenggot sudah menjadi perintah bagi pria
muslim.
5. Menyerupai orang kafir di sini bukan dalam perayaan mereka.
Misalnya, orang kafir merayakan kelahiran Isa (dalam natal), maka bukan berarti
kita pun harus merayakan kelahiran Nabi Muhammad (dalam Maulid Nabi).
Jadi tidak boleh tasyabbuh dalam hal perayaan orang kafir.
6. Tasyabbuh hanya boleh dalam keadaan hajat yang dibutuhkan, tidak boleh lebih dari itu.
Lihat bahasan dalam Kitab Sunan wal Atsar fin Nahyi ‘an At Tasyabbuh bil Kuffar, oleh Suhail Hasan, hal. 58-59. Dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 2025.
Wallahul muwaffiq.
Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 20 Shafar 1434 H
Sumber : www.rumaysho.com
Post a Comment