Gusaran/Khitan Bagi Perempuan Menurut Agama

Khitan/Gusaran perempuan masih mengalami pro dan kontra serta kontroversi. Ada yang mengatakan ia berdasarkan ajaran agama, tetapi yang lain mengatakan ini hanyalah kebiasaan klasik kabilah di zaman dahulu.

Namun bagi Prof Dr Hj Huzaemah T Yanggo, guru besar dari UIN Jakarta, dalam kalangan Islam, disepakati bahwa khitan perempuan ada hanya berbeda dalam hukumnya.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa khitan sunnah hukumnya bagi anak laki-laki, dan makrumah (penghormatan) bagi anak perempuan. Seandainya dalam satu negeri bersepakat untuk tidak berkhitan, maka penguasa (pemerintah) boleh memerangi mereka, karena khitan merupakan salah satu syi’ar Islam dan kekhususannya seperti azan.

Seminar Khitan Perempuan Di Bandung

Imam Malik berpendapat bahwa hukum khitan adalah sunnah, akan tetapi al-sunnah menurut Imam Malik dan pengikutnya, orang yang tidak dikhitan berdosa, karena mereka menempatkan al-sunnah antara fardhu dan nadab, sama dengan wajib menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Jadi umumnya di kalangan ulama, perbedaannya hanya pada wajib, sunnah, dan makrumah.

Dalilnya wajib, yaitu firman Allah, “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): ‘Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif (yang lurus).”  (QS An-Nahl: 123).

Nabi Ibrahim alaihissalam berkhitan ketika usinya 70 tahun, dengan sebuah kapak. Perempuan yang pertama dikhitan adalah Hajar (istri Nabi Ibrahim).

Ada dua hadits yang dianggap dha’if mengenai khitan perempuan, tetapi dapat dikuatkan dengan hadits marfu’ yang diriwayatkan dari Abu Hurairah oleh Al-Bazzar, bahwa Rasulullah bersabda, “Hai perempuan-perempuan Anshar, berkhitanlah kamu dan jangan berlebihan.”

Dalam riwayat yang lain Abdullah bin Umar juga meriwayatkan hadits tersebut. (Al-Syaukany, Nailul Authar, I: 113).

Abu Hurairah r.a. berkata: Bersabda Nabi saw, "Lima macam dari fitrah (kelakuan yang tetap dari sunat para Nabi) yaitu khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur kumis."(Bukhari - Muslim)

“Apabila bertemu dua bagian yangn dikhitan (khitan laki-laki dan khitan perempuan), maka wajib mandi.” (HR Tirmidizi dan Ibnu Majah).

Sedang yang berpendapat sunnah berdasarkan hadits Rasulullah SAW kepada Ummu ‘Athiyah tentang khitan perempuan di Madinah. “Lakukalanlah khitan dan jangan berlebihan (potong sedikit dengan ringan) karena kalau hanya memotong sedikit (tidak berlebihan), dapat menjadikan wajah lebih ceria dan membahagiakan suami”. (HR Al-Hakim, Al-Thabary, Al-baihaqy, dan Abu Nu’aim).

Lalu apa yang dikhitan bagi perempuan? Nabi SAW berkata kepada seorang perempuan tukang khitan, “Sederhanakanlah (potong sedikit kulit colum yang menutupi klitoris), karena memotong sedikit kulit colum (tidak berlebihan), dapat menjadikah wajah (perempuan yang dikhitan) ceria (menjadikannya puas dan lezat dalam hubungan intim), dan membahagiakan suami.”(Al-Syaukany, Nailul Authar, I: 113).

Dalam rumusan masa kini, khitan perempuan adalah memotong atau mengambil sedikit atau bagian kecil dari kulit atau menghilangkan selaput (jaldah/colum/praktinur) yang menutupi klitoris (insisi dan eksisi) yang mengakibatkan darar (kerusakan). Oleh sebab itu yang mengkhitan anak perempuan diserahkan kepada dokter, atau tenaga medis yang sudah mengikuti pelatihahan dengan seksama.

Di Indonesia, yang karena rakyatnya menjadi pengikut Islam bermazhab Syafi’i, mereka melaksanakan juga ketentuan khitan perempuan. Khitan perempuan di beberapa daerah di Indonesia, disesuaikan dengan bahasa setempat. Dalam tradisi Sunda, disebut “gusaran”, sementara dalam tradisi Jawa disebut “tetesan”. Di luar Jawa juga ada,  seperti di Banjar disebut dengan istilah “basunat”.

Di masyarakat Banjar sebagaimana ditulis Alfani Daud dalam bukunya yang berjudul, Islam dan Masyarakat Banjar, khitan perempuan berupa pemotongan sebagian kecil jaringan clitoris.

Di kota Martapura, Kalimantan Selatan, pembedahan ini konon dilakukan dengan menekankan sepotong kain putih (yang telah diberi lobang kecil di tengahnya) si anak perempuan, sehingga clitoris mencuat keluar, kemudian memotongnya dengan gunting.

Di kota Andulum dan Rangkas, masih di Kalimantan Selatan, operasi ini dilakukan dengan jalan mengerik jaringan clitoris dengan pisau silet. Jika pada cara pertama (Martapura) sering ada pendarahan, maka pada operasi yang kedua pendarahan jarang sekali terjadi. Juga cara operasi yang kedua ini bisa dikerjakan tanpa si pelaksana harus melihat  jaringan clitoris. Pada luka bekas operasi disapukan irisan kunyit dan biasanya segera sembuh dan gadis yang bersangkutan bisa langsung bermain-main kembali atau melakukan pekerjaan lainnya.

Sekarang khitan terhadap perempuan telah menjadi sorotan bahkan penolakan. Banyak LSM dan organisasi perempuan menentang praktek ini, dengan dalih khitan merupakan tindakan kekerasan dan merusak hak reproduksi perempuan. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan praktek khitan yang terjadi di Afrika, yaitu mereka melakukan pemotongan hampir semua clitoris. Praktek salah ini yang menjadikan dalih WHO melarang khitan perempuan di dunia.

Ada 16 negara-negara Afrika yang mengundang-undangkan larangan khitan ini. Selain undang-undang, sanksi yang dikenakan adalah kurungan 6 bulan hingga satu tahun. Benin, Chad, Niger mengeluarkan peraturan ini pada tahun yang sama, 2003.

Etiopia, Jibuti, Burkina Faso, Ghiena, Senegal, Tanzania dan Togo baru tahun lalu menetapkan pelarangan ini. Selain itu negara Afrika Selatan ternyata sudah mengundangkannya sejak 1996. Masih banyak negara Afrika dan Eropa yang sudah mematenkan larangan khitan terhadap kaum hawa.

Di Indonesia, WHO dan staff population council pada tahun 2005 pernah mempersoalkan Yayasan Assalam Bandung  yang menyelenggarakan khitan perempuan. Sedang Yayasan ini sudah mempraktekan khitan perempuan ini sejak 1936. Pihak WHO ketika dijelaskan bahwa praktek khitan perempuan yang dilakukan di Assalaam berbeda dengan di Afrika serta diawasi dokter-dokter dari RS Hasan Sadikin Bandung, mereka tetap tidak peduli.

Untuk menghindari keributan, sejak 2006 berhenti sementara menyenggarakan khitan perempuan. Namun pada tahun 2011, dibuka lagi atas permintaan orang tua dan wali yang dikhitan. Seperti semula, penyelenggaraan dengan pengawasan dokter-dokter dari RSU Hasan Sadikin Bandung yang diketuai Prof Dr Kahdar Wiradisastra Dss SpBS, Guru Besar Unpad dan ahli bedah syaraf.

Keputusan Yayasan Assalaam menyelenggarakan kembali khitan perempuan secara agamis didukung hasil Seminar Khitan Perempuan di Bandung pada 26 Maret 2011 yang mengukuhkan tentang hukum wajib, sunnah, dan makramah bagi perempuan untuk dikhitan.

MUI Pusat sebagaimana dikatakan Prof Dr Hj Huzaemah T Yanggo, Guru Besar Tafsir Hadits di UIN Jakarta dan sekaligus Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI,  dibolehkan asal dilakukan oleh ahlinya, yaitu dokter atau tenaga medis yang terlatih. (Saiful Bahri)

Hukum Khitan Bagi Anak Perempuan Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan:

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya: "Apakah khitan (sunat) bagi wanita itu hukumnya wajib ataukah sunnah yang disukai saja?"

Jawaban:
Telah shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan hanya dalam satu hadits, anjuran beliau untuk menyunat wanita. Beliau juga memerintahkan wanita yang menyunat untuk tidak berlebihan dalam menyunat. Tapi dalam masalah ini berbeda antara suatu negeri dengan negeri-negeri lainnya. Kadang-kadang dipotong banyak dan kadang-kadang hanya dipotong sedikit saja (ini biasanya terjadi di negeri-negeri yang berhawa dingin). Jadi sekiranya perlu dikhitan dan dipotong, lebih baik di potong. Jika tidak, maka tidak usah di potong.
[Disalin dari Kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Albani, hal 162-163, Pustaka At-Tauhid]

Oleh Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta'
Pertanyaan:
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta' ditanya: "Apa hukum khitan bagi anak perempuan, apakah termasuk sunnah atau makruh?".

Jawaban:
Khitan bagi wanita disunnahkan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallalalhu 'alaihi wa sallam bahwa sunnah fitrah itu ada lima, di antaranya khitan. Juga berdasarkan riwayat Khalal dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Khitan itu merupakan sunnah bagi para lelaki dan kehormatan bagi para wanita"
[Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta' 5/119]

Oleh Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta'
Pertanyaan:
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta': "Saya mendengar khatib di masjid kami berkata di atas mimbar bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghalalkan khitan bagi para wanita. Kami berkata kepadanya bahwa wanita-wanita di daerah kami tidak dikhitan. Bolehkan seorang wanita tidak melakukan khitan?"

Jawaban:
Khitan bagi wanita merupakan kehormatan bagi mereka tapi hendaknya tidak berlebihan dalam memotong bagian yang dikhitan, berdasarkan larangan NabiShallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, artinya: "Sunnah-sunnah fitrah itu ada lima; khitan, mencukur bulu kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak." [Muttafaq Alaih]
Hadits ini umum, mencakup lelaki dan perempuan.
[Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta' 5/119,120]

Oleh Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta'
Pertanyaan:
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya: Khitan bagi wanita termasuk sunnah ataukah kebiasaan yang buruk? saya membaca di salah satu majalah bahwa mengkhitan wanita bagaimanapun bentuknya adalah kebiasaan buruk dan membahayakan dari sisi kesehatan, bahkan bisa menyebabkan pada kemandulan. Benarkah hal tersebut?"

Jawaban:
Mengkhitan anak perempuan hukummnya sunnah, bukan merupakan kebiasaan buruk, dan tidak pula membahayakan jika tidak berlebihan. Namun apabila berlebihan, bisa saja membahayakan baginya.
[Fatwa Lanjah Daimah lil Ifta ; 5/120]

Oleh Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta'
Pertanyaan:
Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya: "Apa hukum mengkhitan wanita, dan apahukum berpesta pora dalam perayaan khitan?"

Jawaban:
Khitan bagi wanita disunnahkan dan merupakan kehormatan bagi mereka. Sedangkan berpesta dalam perayaan khitan, kami tidak mendapatkan dasarnya sama sekali dalam syari'at Islam yang suci ini. Adapun perasaan senang dan gembira karenanya, merupakan hal yang sudah seharusnya, karena khitan merupakan perkara yang disyariatkan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman, artinya: "Katakanlah. Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah labih baik dari apa yang mereka kumpulkan." [Yunus : 58]

Khitan merupakan keutamaan dan rahmat dari Allah, maka membuat kue-kue pada saat dikhitan dengan tujuan untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala boleh dilakukan.

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3 hal 121-123 Darul Haq]

Tidak ada komentar