6 Catatan Tentang Mengqadha Shalat
Assalamualaikum.
Dari: Harindra Abiddina Falach
Waalaikumussalam
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du
Ada beberapa catatan penting terkait dengan qadha shalat:
Pertama, shalat adalah kewajiban yang dibatasi waktunya
Allah berfirman,
“Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang beriman yang telah ditetapkan waktunya.” (QS. An-Nisa: 103).
Kedua, pelaksanaan shalat wajib ada 4 bentuk: ada’, qadha, I’adah, dan dijamak.
Ketiga, orang yang telat dalam mengerjakan shalat ada 2:
a. Telat mengerjakan shalat di luar kesengajaan.
Seperti ketiduran, atau kelupaan, kemudian baru sadar setelah waktu shalat selesai. Dalam kondisi ini, dia diwajibkan untuk segera melaksanakan shalat setelah sadar. Dalil ketentuan ini adalah hadis dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang kelupaan shalat atau tertidur sehingga terlewat waktu shalat maka penebusnya adalah dia segera shalat ketika ia ingat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Apakah orang ini wajib qadha?
Keempat, bolehkah melakukan qadha shalat di waktu terlarang
Kelima, baru teringat setelah melewati beberapa shalat
Demikian yang difatwakan oleh Imam Malik. Keterangan selengkapnya tentang ini, telah dibahas di: http://www.konsultasisyariah.com/cara-mengganti-shalat-yang-terlupa/
Keenam, Shalat tanpa bersuci karena lupa
“Allah tidak menerima shalat kalian ketika dalam kondisi hadats, sampai dia berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam Fatwa Sayabakah Islamiyah dinyatakan,
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits
saya ingin menanyakan perihal qadha sholat. Saya dengar ada yang menyebut solat dapat di-qada, apakah benar demikian?
Bila benar bagaimana hukumnya dan tata cara melakukannya?
Terima kasih.Bila benar bagaimana hukumnya dan tata cara melakukannya?
Dari: Harindra Abiddina Falach
Waalaikumussalam
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du
Diantara amalan yang tingkat kewajibannya sangat kuat adalah shalat.
Karena itu, shalat hukumnya wajib dikerjakan oleh semua orang yang telah
baligh, selagi dia masih berakal. Namun sayang, perhatian kaum muslimin
terhadap shalatnya, tidak sekuat tingkat kewajibannya. Ada diantara
mereka yang meninggalkan sama sekali, ada yang bolong-bolong, ada yang
suka telat, hingga ada yang sengaja telat. Jika sudah telat, dia mulai
resah, bagaimana cara mengqadha’nya.
Ada beberapa catatan penting terkait dengan qadha shalat:
Pertama, shalat adalah kewajiban yang dibatasi waktunya
Allah berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang beriman yang telah ditetapkan waktunya.” (QS. An-Nisa: 103).
Ada batas awal dan ada batas akhir untuk shalat wajib. Orang yang
mengerjakan shalat setelah batas akhir statusnya batal, sebagaimana
orang yang mengerjakan shalat sebelum masuk waktu, juga batal. Dengan
demikian, hukum asal shalat, harus dikerjakan pada waktu yang telah
ditentukan. Dan tidak boleh keluar dari hukum asal ini, kecuali karena
ada sebab yang diizinkan oleh syariat, seperti alasan bolehnya menjamak
shalat.
Kedua, pelaksanaan shalat wajib ada 4 bentuk: ada’, qadha, I’adah, dan dijamak.
1. Ada’ [arab: أداء]: melaksanakan shalat pada waktu yang telah
ditentukan. Inilah cara mengerjakan shalat dalam kondisi normal,
sebagaimana jadwal shalat yang telah dimaklumi bersama.
2. Qadha [arab: قضاء]: melaksanakan shalat setelah batas waktu
yang ditetapkan. Ini hanya boleh dikerjakan dalam kondisi tertentu, yang
nanti akan dibahas.
3. I’adah [arab: إعادةُ]: Mengulangi shalat wajib, karena
shalat sebelumnya dinilai batal dengan sebab tertentu, namun masih dalam
rentang waktu shalat. Misal, orang shalat dzuhur tanpa bersuci karena
lupa, kemudian dia mengulangi shalat tersebut sebelum waktu dzuhur
selesai.
4. Jamak: melaksanakan shalat yang digabungkan dengan shalat
sebelumnya atau sesudahnya. Jamak hanya boleh dilakukan dengan syarat
dan ketentuan tertentu, sebagaimana yang pernah dibahas di: http://www.konsultasisyariah.com/tentang-menjamak-qashar-shalat/
Ketiga, orang yang telat dalam mengerjakan shalat ada 2:
a. Telat mengerjakan shalat di luar kesengajaan.
Seperti ketiduran, atau kelupaan, kemudian baru sadar setelah waktu shalat selesai. Dalam kondisi ini, dia diwajibkan untuk segera melaksanakan shalat setelah sadar. Dalil ketentuan ini adalah hadis dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barang siapa yang kelupaan shalat atau tertidur sehingga terlewat waktu shalat maka penebusnya adalah dia segera shalat ketika ia ingat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Disebutkan dalam hadis yang lain bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah melakukan suatu perjalanan bersama para shahabat. Di malam
harinya, mereka singgah di sebuah tempat untuk beristirahat. Namun
mereka kesiangan dan yang pertama bangun adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sinar matahari.
Kemudian, beliau berwudhu dan beliau memerintahkan agar azan
dikumandangkan. Lalu, beliau melaksanakan shalat qabliyah subuh,
kemudian beliau perintahkan agar seseorang beriqamah, dan beliau
melaksanakan shalat subuh berjemaah. Para sahabatpun saling berbisik,
‘Apa penebus untuk kesalahan yang kita lakukan karena telat shalat?’
Mendengar komentar mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِيَّ النَّوْمِ تَفْرِيطٌ، إِنَّمَا
التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ
الصَّلَاةَ الْأُخْرَى، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حِينَ
يَنْتَبِهُ لَهَا
“Sesungguhnya ketiduran bukan termasuk menyia-nyiakan shalat.
Yang disebut menyia-nyiakan shalat adalah mereka yang menunda shalat,
hingga masuk waktu shalat berikutnya. Siapa yang ketiduran hingg telat
shalat maka hendaknya dia laksanakan ketika bangun…” (HR. Muslim)
Namun perlu diingat, makna hadis ini tidak berlaku untuk orang yang
sengaja tidur ketika datang waktu shalat, dan tidak bangun sampai waktu
shalat selesai. Kemudian dia beralasan ketiduran, padahal tidak ada
usaha darinya untuk bangun ketika waktu shalat.
b. Telat mengerjakan shalat dengan kesengajaan
Orang yang sengaja menunda shalat, hingga keluar waktu shalat, telah melanggar dosa yang sangat besar. Sampai sebagian ulama memvonis perbuatan semacam ini sebagai tindakan kekafiran. Ini menunjukkan bahwa sengaja menunda waktu shalat sampai keluar waktu, statusnya dosa yang sangat besar. Dan dia wajib untuk sungguh-sungguh bertaubat.
Orang yang sengaja menunda shalat, hingga keluar waktu shalat, telah melanggar dosa yang sangat besar. Sampai sebagian ulama memvonis perbuatan semacam ini sebagai tindakan kekafiran. Ini menunjukkan bahwa sengaja menunda waktu shalat sampai keluar waktu, statusnya dosa yang sangat besar. Dan dia wajib untuk sungguh-sungguh bertaubat.
Apakah orang ini wajib qadha?
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Mayoritas ulama
berpendapat, dia tetap wajib mengqadha shalatnya dan dia berdosa karena
perbuatannya, selama belum sungguh-sungguh bertaubat. Sementara pendapat
yang dikuatkan syaikhul islam, qadha shalat yang dia
kerjakan tidak sah, karena berarti dia melaksanakan shalat di luar waktu
tanpa udzur (alasan) yang dibolehkan. Syaikhul Islam mengatakan,
وتارك الصلاة عمدا لا يشرع له قضاؤها ، ولا تصح منه ، بل يكثر من التطوع ، وهو قول طائفة من السلف
“Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, tidak disyariatkan
meng-qadhanya. Dan jika dilakukan, shalat qadhanya tidak sah. Namun yang
dia lakukan adalah memperbanyak shalat sunah. Ini meruapakan pendapat
sebagian ulama masa silam.” (Al-ikhtiyarot, hlm. 34).
Keempat, bolehkah melakukan qadha shalat di waktu terlarang
Ada beberapa waktu yang terlarang untuk shalat, diantaranya: ketika
matahari terbit, atau matahari tenggelam. Ketika ada orang yang
ketiduran shalat subuh dan baru bangun ketika matahari terbit, atau
ketiduran shalat asar, dan baru bangun ketika matahari terbenam,
bolehkah dia mengqadha?
Dalam fatwa islam dinyatakan,
Dalam fatwa islam dinyatakan,
فإن حصل للمسلم عذر كالنوم والنسيان ولم يتمكن من فعل
الصلاة في وقتها ، فإنه يجب عليه إذا زال العذر أن يقضي الصلاة ، ولو كان
ذلك في وقت من أوقات النهي . وهو قول جمهور العلماء . انظر : المغني
(2/515)
Jika seorang muslim memiliki udzur, seperti ketiduran atau kelupaan,
sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan shalat pada waktunya, maka
wajib baginya untuk mengqadha shalat ketika sudah sadar, meskipun di
waktu yang terlarang. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Simak
Al-Mughni (2/515). (Fatawa Islam, no. 20013)
Kelima, baru teringat setelah melewati beberapa shalat
Orang yang lupa shalat, dan baru teringat setelah melewati beberapa
shalat maka dia wajib mengqadha shalat tersebut dan beberapa shalat yang
dilewati. Misalnya, orang lupa shalat dzuhur dan baru ingat setelah
maghrib. Dia wajib mengqadha shalat dzuhur, asar, kemudian maghrib.
Demikian yang difatwakan oleh Imam Malik. Keterangan selengkapnya tentang ini, telah dibahas di: http://www.konsultasisyariah.com/cara-mengganti-shalat-yang-terlupa/
Keenam, Shalat tanpa bersuci karena lupa
Shalat tanpa bersuci, baik dengan wudhu maupun tayammum, hukumnya
batal. Kecuali jika dia tidak mampu melakukan keduanya. Namun jika ada
orang yang shalat tanpa berwudhu karena lupa, padahal normalnya dia
mampu berwudhu, maka status shalatnya batal dan wajib diulangi, ketika
ingat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا يقبَلُ اللهُ صلاةَ أحدِكم إذا أَحْدثَ حتى يتوضَّأَ
“Allah tidak menerima shalat kalian ketika dalam kondisi hadats, sampai dia berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Karena statusnya batal, shalat yang dikerjakan tanpa berwudhu, tidak
dinilai sebagai shalat. Dan jika dia baru ingat setelah keluar waktu
shalat maka wajib diqadha.
Dalam Fatwa Sayabakah Islamiyah dinyatakan,
فمن صلى بغير وضوء ناسياً، ثم تذكر ذلك ولو بعد خروج وقت
الصلاة، توضأ وأعاد صلاته ولا إثم عليه ما دام فعل ذلك نسياناً، لقوله صلى
الله عليه وسلم ” إن الله تجاوز عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه ”
رواه ابن ماجه والبيهقي وغيرهما
“Orang yang shalat tanpa wudhu karena lupa, kemudian dia baru
teringat, meskipun sudah keluar waktu shalat, dia harus berwudhu dan
mengulangi shalatnya. Dia tidak berdosa, selama itu dilakukan karena
lupa. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya Allah meangampuni kesalahan umatku karena keliru, lupa,
atau dipaksa.” HR. Ibnu Majah, Baihaqi dan yang lainnya. (Fatawa
Syabakah Islamiyah, no. 27116)
Allahu a’lamDijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits
Post a Comment