TUHAN atau ALLAH

Pertama-tama kita perlu meluruskan dahulu pengertian Tuhan dan Allah. Dalam bahasa Indonesia kedua kata ini berarti sama, dan demikian juga sesungguhnya di dalam bahasa aslinya. 

ALLAH
Allah (Arab: الله Allāh) adalah bahasa Arab untuk Tuhan. Kata ini memiliki rumpun bahasa Semit lainnya, termasuk Alah dalam bahasa Aram, Ēl di Kanaan dan Elohim dalam bahasa Ibrani (https://id.wikipedia.org/wiki/Allah)

Dalam hal ini, “Lord” bukan berarti lebih tidak ilahi jika dibandingkan dengan “God”, sebab “Lord” (Kyrios) adalah terjemahan bahasa Yunani (dalam Alkitab Septuagint) dari kata YHWH, yang dikenal juga sebagai ‘Tetragrammaton’. YHWH atau Yahwe adalah nama Allah/God yang kita ketahui dalam Perjanjian Lama. Orang-orang Yahudi memakai kata “Adonai” untuk menyebutkan nama YHWH ini; karena menurut tradisi orang Yahudi, mereka dilarang menyebutkan nama yang Maha kudus itu.

Kata “Adonai” yang berarti “Lord” dipergunakan dalam Kitab Suci, doa, dan liturgi. Jadi sebenarnya God dan Lord adalah kata sinonim, seperti kata “Elohim” dan “Adonai” digunakan sebagai sinonim.

Kesamaan arti di antara kedua kata ini sangat dipahami oleh jemaat kristen pada abad-abad awal, yang pengertiannya tidak terlepas dari tradisi Yahudi.

Bahwa kemudian pada bahasa Inggris kuno misalnya, ada pembedaan tertentu antara Lord dan God, itu tidak mengubah kenyataan bahwa dalam konteks injil, “Lord” dan “God” itu sinonim, sesuai dengan penjelasan di atas.

Kata Allah sering digunakan oleh umat Muslim, untuk menyebut Tuhan dalam Islam. tetapi kata Allah juga digunakan oleh Nasrani di Arab sebelum datangnya Islam.

Menurut keyakinan umat Muslim, Allah adalah nama zat yang Maha Sempurna, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Maha Penyayang; yang berhak disembah oleh seluruh manusia. Tanggapan mengenai Allah berbeda-beda pada tiap-tiap agama, seperti dalam agama Samawi yakni Kristen, Yahudi, dan Islam, dan agama politeis. Tetapi walaupun demikian, Allah merupakan satu konsep yang dapat dijumpai secara universial pada setiap bangsa dan agama.

Kata Allah ini lebih banyak dikenal sebagai sebutan tuhan oleh penganut agama Islam. Kata ini sendiri di kalangan para penutur bahasa Arab, adalah kata Ilah yang umum untuk menyebut tuhan terlepas dari agama mereka, termasuk penganut Yahudi dan Kristen Arab. Konsekuensinya, kata ini digunakan dalam terjemahan kitab suci agama Kristen dan Yahudi yang berbahasa Arab, sebagaimana pula terjemahan Alkitab dalam bahasa Indonesia dan Turki.


TUHAN
Kata Tuhan dalam bahasa Melayu kini berasal dari kata tuan. Buku pertama yang memberi keterangan tentang hubungan kata tuan dan Tuhan adalah adalah Ensiklopedi Populer Gereja oleh Adolf Heuken SJ (1976). Menurut buku tersebut, arti kata Tuhan ada hubungannya dengan kata Melayu tuan yang berarti atasan/penguasa/pemilik. Kata "tuan" ditujukan kepada manusia, atau hal-hal lain yang memiliki sifat menguasai, memiliki, atau memelihara. Digunakan pula untuk menyebut seseorang yang memiliki derajat yang lebih tinggi, atau seseorang yang dihormati. Penggunaannya lumrah digunakan bersama-sama dengan disertakan dengan kata lain mengikuti kata "tuan" itu sendiri, dimisalkan pada kata "tuan rumah" atau "tuan tanah" dan lain sebagainya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks selain keagamaan yang bersifat ketuhanan.

Ahli bahasa Remy Sylado menemukan bahwa perubahan kata "tuan" yang bersifat insani, menjadi "Tuhan" yang bersifat ilahi, bermula dari terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Melayu karya Melchior Leijdecker yang terbit pada tahun 1733. Dalam terjemahan sebelumnya, yaitu kitab suci Nasrani bahasa Melayu beraksara Latin terjemahan Brouwerius yang muncul pada tahun 1668, kata yang dalam bahasa Yunaninya, Kyrios, dan sebutan yang diperuntukkan bagi Isa Almasih ini diterjemahkannya menjadi "tuan". Kata yang diterjemahkan oleh Brouwerius sebagai "Tuan" sama dengan bahasa Portugis Senhor, Perancis Seigneur, Inggris Lord, Belanda Heere - melalui Leijdecker berubah menjadi "Tuhan" dan kemudian, penerjemah Alkitab bahasa Melayu melanjutkan penemuan Leijdecker tersebut. Kini kata Tuhan yang awalnya ditemukan oleh Leijdecker untuk mewakili dua pengertian pelik insani dan ilahi dalam teologi Kristen atas sosok Isa Almasih akhirnya menjadi lema khas dalam bahasa Indonesia.

Kata "Tuhan" pada umumnya dipakai untuk merujuk kepada suatu zat abadi dan supernatural. Bagi rumpun agama samawi, kata Tuhan sendiri biasanya mengacu pada Allah, yang diyakini sebagai zat yang Mahasempurna, pemilik langit dan bumi yang disembah manusia. Dalam bahasa Arab kata ini sepadan dengan kata rabb. Menurut Ibnu Atsir, Tuhan dan tuan secara bahasa diartikan pemilik, penguasa, pengatur, pembina, pengurus dan pemberi nikmat. Kata Tuhan disebutkan lebih dari 1.000 kali dalam Al-Qur'an, sementara di dalam Alkitab kata Tuhan disebutkan sebanyak 7677 kali. Dalam monoteisme, biasanya dikatakan bahwa Tuhan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat raya. Hal ini bisa juga digunakan untuk merujuk kepada beberapa konsep-konsep yang mirip dengan ini, misalnya sebuah bentuk energi atau kesadaran yang merasuki seluruh alam semesta, yang keberadaan-Nya membuat alam semesta ada; sumber segala yang ada; kebajikan yang terbaik dan tertinggi dalam semua makhluk hidup; atau apapun yang tak bisa dimengerti atau dijelaskan.

Di dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia, dua konsep atau nama yang berhubungan dengan ketuhanan, yaitu: Tuhan sendiri, dan dewa. Penganut monoteisme biasanya menolak menggunakan kata dewa, karena merujuk kepada entitas-entitas dalam agama politeistis. Meskipun demikian, penggunaan kata dewa pernah digunakan sebelum penggunaan kata Tuhan. Dalam Prasasti Trengganu, prasasti tertua di dalam bahasa Melayu yang ditulis menggunakan huruf Arab (huruf Jawi) menyebut Sang Dewata Mulia Raya. Dewata yang dikenal orang Melayu berasal dari kata devata, sebagai hasil penyebaran agama Hindu-Buddha di Nusantara. Bagaimanapun, pada masa kini, pengertian istilah Tuhan digunakan untuk merujuk Tuhan yang tunggal, sementara dewa dianggap mengandung arti salah satu dari banyak Tuhan sehingga cenderung mengacu kepada politeisme. (https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan)

Allah Menurut Kristen
- Allah itu kekal, tidak berawal dan tidak berakhir (Keluaran 3:14, Ibrani 7:3, Wahyu 1:8, Wahyu 22:13)
- Allah itu esa (Ulangan 6:4, Yesaya 45:5,21, ;1 Timotius 1:17)
- Allah itu tidak berubah-ubah (Maleakhi 3:6, Yakobus 1:17)
- Allah itu tidak ada persamaannya (Mazmur 86:8, Yesaya 40:25, II Samuel 7:22)
- Allah itu maha kuasa, khalik (pencipta) langit dan bumi serta segala isinya yang kelihatan maupun tidak (Kejadian 1:1-31)
- Pengakuan Rasul Thomas, pada saat ia melihat Yesus sesudah kebangkitan-Nya. Yesus menunjukkan bekas luka-luka-Nya dan mempersilahkan Thomas memasukkan jarinya ke dalam luka-luka Yesus. Sesudah melihat Yesus, ia berkata, “Ya Tuhanku, dan Allahku.” (Yoh 20:28). Sehingga kita tahu bahwa Yesus adalah bukan Allah. 
Selanjutnya, Yesus mengatakan, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat Dia, namun percaya (Yoh 20:29)


Allah Menurut Islam
Kata Allah pertama kali diucapakan saat kita memeluk Agama Islam yaitu:

"Asshadu an-la illaha ill-Allah wa ashhadu anna Muhammadur Rosullulah"

yang artinya "Aku bersaksi tiada ilah berhaq diibadahi selain Allah, dan aku bersaksi Nabi Muhammad SAW Utusan ALLAH"

Demikian juga termasuk Rukun Iman pertama "Percaya kepada Allah SWT" selain percaya kepada Malaikat, Kitab Allah, Nabi dan Rasul, Akhirat, Qada dan Qadar...
Kata Allah di dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 2698 kali
Kalimat basmAllah di dalam Al-Quran disebutkan 114 kali
Dalam bahasa al-Quran kata Tuhan tidak ditemukan melainkan dalam terjemahnya.

Nama-nama Allah
Berdasarkan keterangan Allaahu ismun li dzaatil wajibul wujuud artinya Allah itu adalah sebuah nama kepada yang pasti ada keberadaannya (eksistensi). Jadi jelaslah Allah itu adalah sebuah nama kepada sesuatu yang wajib untuk dilayani dengan sebenar-benarnya, karena berdasarkan keterangan: Allaahu ismun li dzaati ma'budi bi haqq artinya: Allaah itu adalah sebuah nama kepada sesuatu yang wajib dilayani (ma'budi) dengan sebenar-benarnya pelayanan (ibadah).

Dalam tradisi Islam disebutkan ada 99 nama untuk Allah (Asma'ul Husna), diambil dari nama-nama yang digunakan Al-Qur'an untuk merujuk kepada Allah. Di antara nama-nama tersebut adalah :
1. Ar Rahmaan (Maha Pemurah)
2. Ar Rahiim (Maha Penyayang)
3. Al Malik (Maha Raja, Raja dari segala Raja)
4. Al Quddus (Maha Susi)
5. As Salam  (Maha Penyelamat)
dst

Umat Kristen lebih menyukai kata Tuhan dibanding kata Allah (karena konsep Trinitas). Akan tetapi, semua terjemahan Alkitab dalam bahasa Melayu dan Indonesia sejak abad ke-17 menggunakan kata "Allah" sebagai terjemahan bahasa Ibrani "El dan bahasa Yunani "Theos". Jadi, Allah dalam Kekristenan sedikit berbeda dengan Allah dalam pengertian ajaran Islam. Secara pengucapan juga ada perbedaan dengan Allah dalam tradisi Islam.

Allah dalam agama Kristen diucapkan dengan 'Alah', bukan 'Allah' seperti umat Islam ucapkan, Allah dalam tradisi Islam diucapkan dengan logat bahasa Arab. Seringkali umat Islam di Indonesia mengucapkannya dengan susah dan salah, yakni dengan 'awlloh' (logat Jawa).


Kontroversi kata 'Tuhan'
Dari tinjauan aqidah, mengakui adanya tuhan-tuhan selain Allah adalah kemusyrikan, dan wajib ditolak dengan harga mati. Lalu, mengapa di dalam Al-Qur’an Terjamah Tafsiriyah, kata ilaahun dan rabbun diterjemahkan ‘tuhan’? Apa bedanya dengan terjemah harfiyah yang juga menerjemahkan istilah yang sama dengan arti yang sama pula? Bukankah kosakata Tuhan masuk  ke dalam bahasa Indonesia, akibat pengaruh teologi Kristen? Apakah tidak sebaiknya kata ‘ilaahun‘ dan‘rabbun’ tidak usah diterjemahkan, dibiarkan saja dalam bahasa aslinya.

Pertanyaan ini datang dari sementara pembaca kritis Al-Qur’an Tarjamah Tafsiriyah, termasuk para tokoh dan aktivis gerakan Islam juga mempersoalkan istilah ini. Bahkan banyak di kalangan kaum muslimin merasa risi dan alergi menggunakan kata tuhan yang dianggap berasal dari doktrin non Islam.

Konon, keterangan tentang Tuhan berasal dari plesetan kata Tuan, ditemukan dalam Ensiklopedi Populer Gereja oleh Adolf Heuken SJ. “Arti kata ‘Tuhan’ ada hubungannya dengan kata Melayu ‘tuan’ yang berarti atasan/penguasa/pemilik”. Keterangan ini dikaitkan dengan terjemahan Brouwerius, 1668, untuk istilah Yunani, Kyrios, sebutan bagi Isa Almasih. Maksudnya Tuan Yesus, tapi dalam Bahasa Indonesia diplesetkan menjadi istilah musyrik, Tuhan Yesus.

Selanjutnya kata Tuhan itu dibakukan sebagai kosa kata baru, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta (Katolik), maknanya disejajarkan dengan kata ilaahun dalam bahasa Arab, yaitu Allah.

Lepas dari kasus plesetan atau teologi Kristen itu, yang pasti setiap bahasa memiliki keterbatasan padanan kata dari kosa kata bahasa lain. Problem keterbatasan kosa kata ini, biasa terjadi pada setiap bahasa apapun di dunia ini. Akan tetapi, bila suatu kata dalam bahasa asing yang sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia tidak boleh diterjemahkan, niscaya akan menyulitkan pembaca yang ingin memahami maknanya.

Upaya penerjemahan suatu bahasa ke bahasa lain, aspek intelektualitas dan budaya pengguna bahasa sangat menentukan kekayaan kosa kata suatu bahasa. Dalam kaitan ini, untuk menjelaskan kata ‘tuhan’ sebagai terjemah dari kata ‘ilaahun‘ dan ‘rabbun‘, haruslah dipahami argumentasi bangsa Arab yang menerjemahkan kata ‘tuhan’ dan ‘dewa’ sebagai ilaahun.

Sebagai contoh, kata dewa dan tuhan dalam bahasa Indonesia, terjemahan Arabnya sama, yaitu ilaahun. Padahal pengertian kata Dewa dan Tuhan dalam bahasa Indonesia sangat jauh berbeda.

Kata Tuhan pengertiannya adalah sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa, dsb. Sedangkan kata dewa pengertiannya adalah makhluk Tuhan yang berasal dari sinar yang ditugasi mengendalikan kekuatan alam atau orang, juga berarti sesuatu yang sangat dipuja. (KBBI, 1990)


Oleh karena itu, jika kata ilaahun dan rabbun tidak diterjemahkan dengan kosa kata yang populer dalam bahasa Indonesia, justru mempersulit pembaca untuk memahami kata ilaahun dan rabbun. Padahal terjemahan itu bertujuan untuk mempermudah pembaca memahami makna kalimat yang dibaca.

Kata tuhan dalam Al-Qur’an
Kata ilaahun terdiri atas tiga huruf: hamzah, lam, ha, sebagai pecahan dari kata laha – yalihu – laihan, yang berarti Tuhan yang Maha pelindung, Maha perkasa. Ilaahun, jamaknya aalitahun, bentuk kata kerjanya adalah alaha, yang artinya sama dengan ‘abada, yaitu ‘mengabdi’. Dengan demikian ilaahun artinya sama dengan ma’budun, ‘yang diabdi’. Lawannya adalah ‘abdun, ‘yang mengabdi’, atau ‘hamba’, atau ‘budak’.

Selain ilaahun, dalam Al-Qur’an juga terdapat kata rabbun yang digunakan untuk menyebut Tuhan. Kata rabbun terdiri atas dua huruf: ra dan ba, adalah pecahan dari kata tarbiyah, yang artinya Tuhan yang Maha pengasuh. Secara harfiah rabbun berarti pembimbing, atau pengendali. Selain dimaknai Allah, kata rabbun juga digunakan untuk sebutan tuhan selain Allah, seperti arbaban min dunillah, menjadikan pendeta, pastur, dan Isa Al-Masih sebagai tuhan-tuhan selain Allah.

Dalam Al-Qur’an kata ilaahun juga dipakai untuk menyebut berhala, hawa nafsu, dewa. Semua istilah tersebut dalam Al-Qur’an menggunakan kata ilaahun, jamaknya aalihatun.

a. Allah Swt. menyatakan Dia sebagai ilaahun.

… إِنَّمَا ٱلله إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ سُبْحَٰنَهُۥ أَن يَكُونَ لَهُۥ وَلَدٌ  لَّهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَكَفَىٰ بِٱللهِ وَكِيلً 

“… Sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Esa, Mahasuci Allah dari mem­punyai anak. Semua yang ada di langit dan di bumi hanyalah milik-Nya. Cukuplah Allah sebagai saksi atas kebenaran keesaan-Nya.” (Qs. An-Nisaa’ 4:171)

b. Allah Swt. menyatakan hawa nafsu yang diikuti orang kafir sebagai ilaahun.


 أَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا 

“Wahai Muhammad, apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang ka­fir yang menuhankan hawa nafsunya? Apakah kamu punya kekuasaan untuk memberi hidayah kepada mereka?” (QS. Al-Furqan, 25: 43)

c. Allah Swt. menyatakan sesembahan orang musyrik sebagai ilaahun.


… فَمَآ أَغْنَتْ عَنْهُمْ ءَالِهَتُهُمُ ٱلَّتِى يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللهِ مِن شَىْءٍۢ لَّمَّا جَآءَ أَمْرُ رَبِّكَ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ
“… Maka Tuhan-tuhan yang mereka sembah selain Allah itu tidak dapat menolong mereka sedikit pun ketika datang adzab dari Tuhanmu. Tuhan-tuhan itu justru menambah kerugian yang sangat besar.” (QS. Hud, 11: 101)

d. Allah Swt. menyatakan para pendeta sebagai rabbun


ٱتَّخَذُوٓا۟ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَٰنَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ ٱللهِ وَٱلْمَسِيحَ ٱبْنَ مَرْيَمَ وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوٓا۟ إِلَٰهًا وَٰحِدًا  لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشْرِكُونَ 

“Kaum Yahudi dan Nasrani telah menjadikan pendeta-pendeta mereka, pastur-pastur mereka, dan Al-Masih bin Maryam sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Padahal mereka hanya diperintah untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Allah. Mahasuci Allah dari semua keyakinan syirik yang mereka buat-buat.” (Qs. At-Taubah, 9:31)

Kata ilaahun dan rabbun sesungguhnya warisan bahasa Arab jahiliyah yang dipertahankan penggunaannya dalam Al-Qur’an, sebagaimana contoh di atas.

Orang-orang Arab sebelum Islam, memahami makna kata ilaahun sebagai dewa atau berhala, dan mereka gunakan dalam percakapan sehari-hari. Apabila orang Arab Jahiliyah menyebut dewa cinta, maka mereka mengatakan ilaahul hubbi, dan ilaahatul hubbi untuk menyebut dewi cinta. Kaum penyembah berhala (animisme), atau aliran kepercayaan di zaman kita sekarang, sebagaimana orang-orang Arab Jahiliyah, menganggap tuhan mereka berjenis kelamin, laki dan perempuan.

Oleh karena itu, pembaca terjemah Al-Qur’an tidak perlu alergi terhadap terjemahan kata tuhan (ditulis dengan t kecil) sebagai terjemahan dari katailaahun dan rabbun. Umat Islam tidak perlu merasa khawatir tercoreng aqidahnya, karena ini hanya problem keterbatasan kosa kata bahasa Indonesia.

Ustadz Irfan S Awwas
=======================
Sumber: arrahmah.com

Tidak ada komentar