Gerakan Ibadah Shalat Sesuai Tuntunan Rosulullah
Sholat adalah amal perbuatan manusia yang pertama kali akan dihisab
di hari Kiamat. Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits
Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 864, dishahihkan
oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Sahabat Abu Hurairoh dimana beliau berkata bahwa Nabi bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ
Artinya: “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya. Robb kita ‘Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat-Nya,sedangkan Dia lebih mengetahui, “Perhatikan sholat hamba-Ku, sempurnakah atau justru kurang?” Sekiranya sempurna, maka akan dituliskan baginya dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan maka Allah berfirman, “Perhatikan lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan sholat sunnah?” Jikalau terdapat sholat sunnahnya, Allah berfirman, “Sempurnakanlah kekurangan yang ada pada sholat wajib hamba-Ku itu dengan sholat sunnahnya.” Kemudian semua amal manusia akan dihisab dengan cara demikian.”
Tentang sholat ini, kaum Muslimin diperintahkan untuk menegakkan
sholat fardhu itu 5 kali sehari, namun tidak sedikit diantara kaum Muslimin
yang belum mengetahui tata cara sholat yang sesuai tuntunan RosulNya; padahal Nabi Muhammad
telah bersabda, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imam Al Bukhary
no: 631, dari Shabat bernama Malik bin Al Huwairits
ketika beliau bersama rombongan 20 orang menginap 20 hari dai Madinah
untuk mempelajari tentang Islam dan selanjutnya agar diajarkan kepada
kaumnya, lalu disela-sela itu Rosulullah bersabda :
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيتُمُوْنِي أُصَلِيaArtinya : “Dan sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.”
Oleh karena itu hendaknya kaum Muslimin mengikuti gerakan-gerakan
sholat sebagaimana yang dituntunkan Rosulullah,
karena itu adalah amalannya yang pertama kali akan dihisab di hari
Kiamat.
Berikut ini akan diuraikan tentang Gerakan-Gerakan Sholat beserta
dalil-dalilnya dari Al Quran dan As Sunnah; dimana hal ini berlaku bagi
laki-laki maupun perempuan, sama saja.
1. SHOLAT DENGAN BERDIRI / DUDUK / BERBARING :
Apabila seseorang hendak memulai sholat, maka ia berdiri menghadap Kiblat atau kearah Kiblat, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah (2) ayat 238-239 :
حَافِظُواْ عَلَى الصَّلَوَاتِ والصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَقُومُواْ لِلّهِ قَانِتِينَ ﴿٢٣٨﴾ فَإنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً فَإِذَا أَمِنتُمْ فَاذْكُرُواْ اللّهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ ﴿٢٣٩﴾
Artinya :(238) “Peliharalah segala sholat-(mu), dan (peliharalah) sholat wusthoo. Berdirilah karena Allah (dalam sholatmu) dengan khusyu`. (239) Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka sholatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (sholatlah), sebagaimana Allooh telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Apabila ia tidak sanggup untuk berdiri akibat suatu udzur (antara lain sakit, dan sebagainya) maka ia dapat sholat dengan duduk ataupun berbaring,
sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imam Al Bukhary no:
1117, dari Sahabat ‘Imran bin Hushain, beliau berkata :
” كانت بي بَوَاسير، فسألت رسولَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فقال : ” صلِّ قائماً ، فإنْ لم تستطعْ ؛ فقاعداً ، فإن لم تستطعْ ؛ فعلى جنبٍ “Artinya: “Aku menderita wasir, maka aku bertanya pada Rosulullah, kemudian beliau menjawab, “Sholatlah engkau dengan berdiri. Jika kamu tidak mampu maka duduklah. Dan jika kamu tidak mampu maka berbaringlah.”
Jika seorang Muslim berada di kawasan atau belahan dunia dimana dia tidak memungkinkan untuk melihat Ka’bah, maka hendaknya dia mengetahui persis arah Kiblat, dimana dia harus mengarahkan sholatnya kearah Kiblat tersebut, sebagaimana dalam QS. Al Baqarah (2) ayat 115 berikut ini:
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu
menghadap di situlah wajah Allooh. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini ditafsirkan oleh Imaam Mujaahid, beliau berkata, “Dimanapun kalian berada, hadapkanlah wajah kalian pada Kiblat Allah. Karena kalian memiliki Kiblat yang kalian berkiblat padanya, yaitu Ka’bah.” (Tafsir Imam Ibnu Katsir Jilid I halaman 391)
Akan tetapi jika seorang Muslim sedang berada dihadapan Ka’bah, maka dia wajib menghadapkan tubuh dan wajahnya ke Ka’bah, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah (2) ayat 144 berikut ini:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ ﴿١٤٤﴾
Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram
itu adalah benar dari Robb-nya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari
apa yang mereka kerjakan.”
Juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 6251 dan
Imam Muslim no: 397, dari Sahabat Abu Hurairoh, bahwa
Rosulullah bersabda:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ
Artinya: “Jika kamu berdiri sholat, maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke Kiblat, kemudian bertakbirlah.”
3. TAKBIRATUL IHROM :
3.1. Membarengkan niat sholat dalam hati bersamaan (berdekatan dengan) gerakan Takbiratul Ihrom.
a. NIAT SHALAT KARENA ALLAH, DIDALAM HATI
Adapun berkaitan dengan masalah Niat Sholat, maka
sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1, dari Shohabat
‘Umar bin Khothob, bahwa Rosulullah bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya: “Sesungguhnya seluruh amalan itu (hendaknya) dibarengi oleh niat dan sesungguhnya setiap orang berhak mendapat dari apa yang diniatkannya.”
Artinya setiap orang yang hendak sholat, usahakan membarengkan niat sholatnya dengan awal sholatnya; dalam hal ini Takbiratul Ihram.
Dan tidak perlu melafadzkan “Usholli….” melalui mulutnya, akan tetapi niat tersebut cukup digerakkan dan disengajakan oleh hatinya bahwa dia akan sholat.
Mengangkat kedua tangan saat Takbiratul Ihram dijelaskan dalam
Hadits Riwayat Imam Abu Dawud no: 753 dan Imam At Turmudzy no: 240,
dari Sahabat Abu Hurairoh, dishahihkan oleh Syaikh
Nashiruddin Al Albaany:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ فِى الصَّلاَةِ رَفَعَ يَدَيْهِ مَدًّا
Artinya: “Bahwa Rosulullah jika memasuki sholat, maka beliau mengangkat kedua tangannya sembari menjulurkannya.”
c. MENGANGKAT KEDUA TANGAN HINGGA UJUNG JARI SEJAJAR BAHU
Adapun posisi kedua tangan tersebut sejajar dengan bahu adalah
dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 722, dari Sahabat
‘Abdullah bin ‘Umar, dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin
Al Albaany:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى تَكُونَ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ
Artinya: “Adalah Rosulullah jika berdiri sholat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya.”
Juga beliau berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ مَنْكِبَيْهِ وَقَبْلَ أَنْ يَرْكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ وَلاَ يَرْفَعُهُمَا بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ
Artinya: “Aku melihat Rosulullah apabila membuka sholat, maka beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, dan ketika akan ruku,’ dan ketika bangun dari ruku’. Tetapi tidak mengangkat kedua tangannya diantara dua sujud.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 390, dari Shohabat ‘Abdullah bin ‘Umar)
d. MENGANGKAT KEDUA TANGAN HINGGA UJUNG JARI SEJAJAR KEDUA DAUN TELINGA
Akan tetapi terdapat Hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Al Jaruud dalam Kitab “Al Muntaqo” no: 202, dari Waa’il bin Hujr. Bahwa beliau berkata:
لأنظرن الى صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم قال فلما افتتح الصلاة كبر ورفع يديه فرأيت إبهاميه قريبا من أذنيهوَذَكَرَ الْحَدِيثَ ، فَسَجَدَ فَوَضَعَ رَأْسَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ عَلَى مِثْلِ مِقْدَارِهِمَا حِينَ افْتَتَحَ الصَّلاَةَ
Artinya: “Sungguh aku melihat Sholat Rosuulullah dimana ketika beliau membuka sholat, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya sehingga aku lihat kedua ibu jarinya dekat dengan kedua telinganya.”
Dan juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 18869, dari
Shohabat Waa’il bin Hujr, dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib
Al Arna’uuth, bahwa beliau melihat:
رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يرفع يديه حين افتتح الصلاة حتى حاذت إبهامه شحمة أذنيه
Artinya: “Rosuulullooh mengangkat kedua tangannya ketika membuka sholat sehingga kedua ibu jarinya sejajar dengan daun kedua telinganya.”
Jadi ada 2 pilihan bagi posisi mengangkat tangan tersebut, boleh sejajar dengan bahu, dan boleh pula sejajar dengan kedua daun telinga.
3.3. Posisi jari-jemari tangan tidak rapat dan tidak terlalu renggang (biasa saja).
3.4. Hadapkan telapak tangan kearah Kiblat.
3.5. Posisi tangan setelah Takbiratul Ihrom :
A. MELETAKKAN TANGAN KANAN DIATAS TANGAN KIRI, DIATAS DADA
Setelah Takbir “Allahu Akbar” usai, letakkanlah tangan kanan diatas tangan kiri, diatas dada.
Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hudzaimah no: 479, dari Shohabat Waa’il bin Hujr , berikut ini:
صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ووضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره
Artinya: “Aku sholat bersama Rosulullah dan beliau meletakkan tangan kanannya diatas tangan kirinya DIATAS DADANYA.”
B. 3 POSISI PELETAKAN TANGAN KANAN DIATAS TANGAN KIRI
Hal ini dilakukan dengan 3 pilihan cara, sesuai dengan kondisi
kepadatan jama’ah sholat, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Abu
Dawud no: 727 dan Imam Ahmad no: 18890, dari Sahabat Waa’il bin Hujr berikut ini:
ثم وضع يده اليمنى على كفه اليسرى والرسغ والساعد
Artinya: “… Kemudian beliau (Rosulullah) meletakkan tangan kanannya diatas punggung telapak tangan kirinya dan atau pada pergelangan tangan kirinya dan atau pada punggung tangan kirinya…”
Bahkan terdapat dalam riwayat Al Imam Al Bukhary no: 740 dari Sahl bin Sa’ad bahwa beliau berkata,
كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِي الصَّلاَةِ
Artinya: “Adalah orang-orang diperintahkan agar meletakkan tangan kanannya diatas siku tangan kirinya dalam sholat…”
Adapun meletakkan kedua tangan dibawah dada (di pusar / di pinggang sebelah kiri), maka semua itu adalah Haditsnya LEMAH.
B.1. Posisi telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri, saat sholat sendirian atau kondisi jamaah sholat longgar.
B.2. Posisi telapak tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri, saat sholat kondisi jamaah sholat agak padat.
B.3. Posisi telapak tangan kanan menggenggam punggung tangan kiri, saat sholat kondisi jamaah sholat padat.
3.6. Tujukan pandangan mata kearah tempat sujud. Dan dilarang
pandangan mata bergentayangan keatas – kebawah – kekiri dan kekanan.
ARAH MATA SAAT SHOLAT :
Imaam Muhammad bin Siriin berkata, “Para Sahabat mengangkat pandangan mereka ke langit dalam sholat. Akan tetapi ketika ayat ini (QS Al Mu’minun (23) ayat 1-2) turun, maka mereka menundukkan pandangan mereka ke tempat sujud mereka.” (Tafsiir Imam Ibnu Katsiir Jilid 5 halaman 461)
Berikut ini adalah firman Allah dalam QS. Al Mu’minuun (23) ayat 1-2 tersebut :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴿٢﴾
Artinya:
(1) “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(2) (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam sholatnya.”
Dan sebagaimana terdapat keterangan dari ‘Aa’isyah
bahwa sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al Haakim dalam Kitab “Al Mustadrok” no: 1761 dan kata beliau keterangan itu disebutnya sebagai Hadits yang Shahih,
memenuhi syarat Imam Al Bukhay dan Al Imam Muslim, hanya saja
mereka tidak mengeluarkannya; juga diriwayatkan oleh Al Imam Al Baihaqy
dalam “As Sunnan Al Kubro” no: 9726, dan syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam “Sifat Sholat Nabi” Jilid 1 halaman 232 menyetujui penshohiihan
keduanya. Bahwa ‘Aa’isyah mengagumi seorang Muslim ketika
masuk Ka’bah mengangkat pandangannya kearah atap Ka’bah, berdoa sebagai
bentuk pengagungan terhadap Allooh, lalu ketika itu
Rosulullah masuk, sedangkan Rosulullah tidak meninggalkan pandangannya dari tempat sujudnya sehingga
dia keluar dari Ka’bah.
Syaikh Al ‘Utsaimiin menjelaskan dalam Syarah beliau terhadap Kitab Zaadul Mustaqni’ Jilid 3 halaman 15, bahwa mengarahkan pandangan kearah tempat sujud adalah menjadi sikap kebanyakan ahlul ‘Ilmu.
Demikian pula Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitab “Sifat Sholat Nabi”
Jilid 1 halaman 233 mengatakan bahwa pendapat inilah yang benar dari
madzab Hanafi; yaitu bahwa beliau menganjurkan agar seseorang yang
sholat mengarahkan pandangannya ke tempat sujudnya, karena yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada khusyu’ dan itulah yang benar.
4. RUKUU’ :
Adapun ketika rukuu’, maka ikutilah tuntunan gerakan tangan dan tubuh sebagaimana berikut ini:
A. GERAKAN TANGAN KETIKA RUKUU’
Mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu, ketika
bertakbir untuk rukuu’ dan ketika bangun dari rukuu’ adalah dijelaskan
di dalam Hadits Riwayat Al Imam Al Bukhary no: 735 dan Imam An
Nasaa’I no: 1059, dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar,
bahwa:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا
Artinya:“Rosuulullah mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya ketika memulai sholat dan ketika bertakbir untuk rukuu’ dan ketika beliau bangun dari rukuu’.”
B. LETAK TANGAN DISAAT RUKUU’
Posisi jari-jari tangan setelahnya adalah berada di lutut (bukan di paha, dan bukan di betis)
Meletakkan kedua tangan tersebut diatas lutut tersebut adalah sesuai
dengan Hadits Riwayat Imam Abu Dawud no: 747, dan dishohiihkan oleh
Syaikh Nashiruddin Al Albany, dari ‘Abdullah bin ‘Umar,
beliau berkata:
عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الصَّلاَةَ فَكَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمَّا رَكَعَ طَبَّقَ يَدَيْهِ بَيْنَ رُكْبَتَيْهِ قَالَ فَبَلَغَ ذَلِكَ سَعْدًا فَقَالَ صَدَقَ أَخِى قَدْ كُنَّا نَفْعَلُ هَذَا ثُمَّ أُمِرْنَا بِهَذَا يَعْنِى الإِمْسَاكَ عَلَى الرُّكْبَتَيْنِ
Artinya: “Rosulullah mengajari kami sholat, lalu beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya, dan ketika rukuu’ beliau meletakkan kedua tangannya diatas lututnya.”
Dimana yang demikian itu dibenarkan oleh Sa’ad, dengan mengatakan, “Kami mengerjakan ini, kemudian kami diperintahkan dengan ini, yaitu memegang kedua lutut.”
– Punggung harus rata
Hal ini adalah dijelaskan dalam dalil-dalil berikut ini:
Gerakan tubuh ketika rukuu’ adalah sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imam Muslim no: 1138, dari ‘Aa’isyah, bahwa beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَفْتِحُ الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةَ بِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) وَكَانَ إِذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلِكَنْ بَيْنَ ذَلِكَ وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ قَائِمًا وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السَّجْدَةِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ جَالِسًا وَكَانَ يَقُولُ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلاَةَ بِالتَّسْلِيمِ
Artinya: “Adalah Rosulullah membuka sholat dengan Takbir dan membuka bacaan dengan “Alhamdulilllahirrobbil ‘aalamiin”. Dan jika beliau rukuu’, beliau tidak menengadahkan kepalanya keatas, akan tetapi tidak juga menundukkannya, tetapi diantara keduanya (rata). Dan jika beliau bangun dari rukuu’, beliau tidak langsung bersujud sehingga berdiri tegak terlebih dahulu. Dan apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud, belum sujud lagi sehingga duduk dengan lurus. Dan beliau pada setiap dua rokaat membaca Tahhiyyat dimana beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Dan beliau melarang dari duduk syaithan. Dan melarang seseorang menghamparkan
kedua sikunya sebagaiman terkaman binatang buas. Dan beliau menutup sholatnya dengan Salam.”
Dan beliau meratakan punggungnya pada saat rukuu’.
Hal ini sebagaimana terdapat Hadits diriwayatkan oleh Imaam Ibnu
Maajah no: 872, dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dari
Waabishoh bin Ma’bad, bahwa beliau berkata:
رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلي . فكان إذا ركع سوى ظهره حتى لو صب عليه الماء لاستقر
Artinya: “Aku melihat Rosulullah sholat, beliau meratakan punggungnya sehingga kalau ditumpahkan air niscaya air tersebut tidak tumpah.”
D. LAMANYA RUKUU’
Sedangkan lamanya seseorang rukuu’ adalah dijelaskan dalam Hadits
Riwayat Al Imam Muslim no: 1085, dari Baroo’ bin ‘Aazib,
beliau berkata:
رَمَقْتُ الصَّلاَةَ مَعَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم فَوَجَدْتُ قِيَامَهُ فَرَكْعَتَهُ فَاعْتِدَالَهُ بَعْدَ رُكُوعِهِ فَسَجْدَتَهُ فَجَلْسَتَهُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ فَسَجْدَتَهُ فَجَلْسَتَهُ مَا بَيْنَ التَّسْلِيمِ وَالاِنْصِرَافِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ
Artinya: “Aku sholat bersama Muhammad lalu aku
dapati berdirinya, rukuu’nya, i’tidaal-nya setelah rukuu’, dan
sujudnya, dan duduknya diantara dua sujud, dan sujudnya dan duduknya
diantara Salam dan berpaling; adalah mendekati sama (lamanya).”
5. I’TIDAAL :
Jika kita selesai melaksanakan rukuu’ sebagaimana penjelasan diatas, maka gerakan berikutnya adalah I’tidaal; yaitu gerakan yang dilakukan antara rukuu’ dan sujud. Dimana kita bangun dari rukuu’, kemudian berdiri tegak lurus sejenak, kemudian berikutnya sujud.
Hal ini sebagaimana kita dapati Rosulullah melaksanakan dan mencontohkannya sebagai berikut:
5.1. PERINTAH UNTUK BERDIRI TEGAK LURUS SAAT I’TIDAAL
Meluruskan seluruh sendi tubuh, terutama punggung ke tempat semula,
sehingga kita berada dalam posisi berdiri tegak. Hal ini ditegaskan
dalam Hadits Riwayat Al Imam Ahmad no: 10812, dan Syaikh Syu’aib Al
Arnaa’uth meng-Hasankannya. Bahkan Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitab “Shahih At Targhiib wat Tarhiib” no: 531 mengatakan Hadits ini Shahih Lighoirihi, dari Sahabat Abu Hurairoh , bahwa Rosulullah bersabda:
لا ينظر الله إلى صلاة رجل لا يقيم صلبه بين ركوعه وسجوده
Artinya:“Allah tidak akan memandang pada sholat seseorang yang tidak menegakkan tulang rusuknya antara rukuu’-nya dan sujud-nya.”
5.2. POSISI BADAN TEGAK LURUS SAAT I’TIDAAL
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imam Muslim no: 498 dari ‘A’isyah bahwa:
وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ قَائِمًا
Artinya:“Adalah Rosuulullooh apabila mengangkat kepalanya dari rukuu’, tidak bersujud sehingga berposisi berdiri tegak lurus.”
Bahkan lebih jelas lagi adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhary dalam Shahih-nya no: 828, dimana para Sahabat menggambarkan bahwa:
وَإِذَا رَكَعَ أَمْكَنَ يَدَيْهِ مِنْ رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ هَصَرَ ظَهْرَهُ فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ
Artinya:“Rosulullah apabila rukuu’ maka kedua tangan beliau menggenggam kedua lutut, kemudian meluruskan punggungnya dan apabila mengangkat kepalanya dari rukuu’ beliau berdiri tegak sehingga setiap sendi kembali ke tempat semula.”
5.3. THUMA’NINAH DALAM I’TIDAAL
Thuma’ninah artinya berhenti sejenak (sejenak itu adalah
lama waktunya sekedar seorang mengucapkan satu kali tasbih), antara satu
gerakan ke gerakan yang lainnya.
Dimana thuma’ninah ini dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al
Imam Al Bukhary no: 6667 dan Al Imaam Muslim no: 397, dari Sahabat
Abu Hurairoh, bahwa Rosulullah
bersabda:
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
Artinya:“Kemudian rukuu’-lah kamu sehingga thuma’ninah dalam keadaan rukuu’; kemudian bangkitlah kamu dari rukuu’ sehingga kamu I’tidaal dalam keadaan berdiri thuma’ninah, kemudian sujudlah sehingga kamu sujud dalam keadaan thuma’ninah.”
5.4. POSISI TANGAN SAAT I’TIDAAL
Tentang posisi tangan pada saat I’tidaal yang tepat adalah kembali meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri diatas dada (dengan 3 pilihan posisi sebagaimana telah dijelaskan diatas dalam masalah posisi tangan setelah takbiratul ihram).
a) Posisi telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri, saat sholat sendirian atau kondisi jamaah sholat longgar.
b) Posisi telapak tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat agak padat.
c) Posisi telapak tangan kanan menggenggam punggung tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat padat.
Adapun yang menjadi dalil terhadap hal itu adalah apa yang
diriwayatkan oleh Al Imaam Al Bukhoory dalam Shohiih-nya no: 740, dari
salah seorang Shohabat bernama Sahl bin Sa’ad, beliau
berkata:
كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِي الصَّلاَةِ
Artinya: “Adalah orang-orang (para Sahabat) diperintahkan (– tentunya oleh Rosulullah – pen.) agar seseorang meletakkan tangan kanannya diatas siku kirinya dalam sholat.”
Hal ini tidak aneh, karena posisi tangan dalam sholat adalah asal muasalnya seperti ini, sebagaimana telah terdahulu penjelasannya. Ketika kita merubah posisi tangan kita, itu adalah disebabkan adanya dalil yang menyebabkan kita mengikuti tuntunannya,
seperti saat rukuu’ dimana kedua tangan kita itu di lutut; dan ketika
sujud maka kedua tangan kita itu menapak ke tanah; dan ketika duduk
antara dua sujud; juga tasyahhud maka tangan kita itu diatas paha.
Semua posisi tangan kita itu adalah pada posisi tangan sebagaimana yang dijelaskan oleh Rosuulullooh , maka
ketika tidak ada penjelasan dimana letak posisi tangan kita disaat
I’tidaal, otomatis tangan kita itu adalah kembali ke posisi semula, karena kita sadari bersama bahwa saat ini kita sedang sholat. Sedangkan posisi tangan pada saat sholat adalah tangan kanan diatas tangan kiri diatas dada. Yang demikian itu lah yang menjadi jawaban Syaikh Al ‘Utsaimin dalam “Koleksi Fatwa dan Risalah”-nya no: 450.
6. SUJUD :
6.1. URUTAN GERAK MENUJU SUJUD
A) MENGANGKAT KEDUA TANGAN, SEBAGAIMANA GERAKAN TAKBIIROTUL IHROOM
Kemudian apabila seorang Muslim hendak bergerak menuju sujud maka ia
mengangkat kedua tangan terlebih dahulu sebagaimana gerakan takbirotul
ihram yang dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 390, dari
Sahabat ‘Abdullooh bin ‘Umar berikut ini bahwa beliau
berkata:
إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ مَنْكِبَيْهِ وَقَبْلَ أَنْ يَرْكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ وَلاَ يَرْفَعُهُمَا بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ
Artinya: “Aku melihat Rosulullah apabila membuka sholat, maka beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, dan ketika akan ruku,’ dan ketika bangun dari ruku’. Tetapi tidak mengangkat kedua tangannya diantara dua sujud.”
B) BERGERAK TURUN MENUJU SUJUD
Dan mengucapkan “Alloohu Akbar” ketika ia turun menuju
sujud, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imam Al Bukhaary
no: 803 dan Al Imam Muslim no: 392, dari Sahabat Abu Hurairoh bahwa Rosulullah :
ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ حِينَ يَهْوِي سَاجِدًا
Artinya: “Mengatakan “Alloohu Akbar” ketika turun menuju Sujud.”
C) MELETAKKAN TANGAN TERLEBIH DAHULU SEBELUM LUTUT
Ketika hendak sujud maka letakkanlah tangan terlebih dahulu sebelum
lutut, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 840, dishohiihkan
oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Abu Hurairoh, beliau berkata bahwa Rosuulullooh bersabda:
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya: “Jika seorang dari kalian sujud maka janganlah kalian
turun merunduk sebagaimana apa yang dilakukan oleh onta, akan tetapi
letakkanlah kedua tangan sebelum kedua lutut.”
Adapun Hadits yang menyatakan hendaknya kedua lutut terlebih
dahulu daripada kedua tangannya, maka Hadits itu tergolong Hadits yang
lemah (dho’iif), sebagaimana diriwayatkan oleh Al
Imaam Abu Daawud no: 838, Al Imaam At Turmudzy no: 268 dan Al Imaam Ibnu
Maajah no: 882 dan Al Imaam An Nasaa’i no: 1089, sebagaimana hal ini
telah dinyatakan ke-dho’iif-annya oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany. Yaitu melalui Waa’il bin Hujr , beliau berkata:
رَأَيْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya:“Aku melihat Nabi apabila beliau sujud, maka beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dan apabila bangun, maka beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya.”
Walaupun demikian, Ibnu Taimiyyah dalam Kitab “Majmu Al Fatawa” Jilid 22 halaman 449, berkata: “Adapun
sholat dengan kedua cara ini (mendahulukan kedua tangan sebelum kedua
lutut atau kedua lutut sebelum kedua tangan – pen.) adalah dibolehkan
sesuai dengan apa yang disepakati para ‘Ulama, yaitu
jika orang yang sholat mau, maka dia boleh meletakkan kedua lututnya
sebelum kedua tangannya. Dan jika dia mau maka dia boleh meletakkan
kedua tangannya kemudian kedua lututnya. Dan sholatnya sah dalam kedua keadaan ini, sesuai dengan kesepakatan para ‘Ulama.”
Sikap ini juga menjadi sikap yang diambil oleh Syaik ‘Abdul Aziiz bin Baaz dan Syaikh ‘Utsaimiin.
D) IMAAM TERLEBIH DAHULU, BARU MA’MUM
Sebagai suatu catatan yang harus diperhatikan terutama ketika
seseorang berposisi sebagai makmum adalah membiarkan Imaam sujud
terlebih dahulu baru kemudian setelah itu makmum turun untuk sujud.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam Hadits Riwayat Al Imam Al
Bukhaary no: 690 dan Al Imam Muslim no: 474, dari riwayat Al Baroo’ bin
Al ‘Aazib , bahwa:
إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ لَمْ يَحْنِ أَحَدٌ مِنَّا ظَهْرَهُ حَتَّى يَقَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم سَاجِدًا ثُمَّ نَقَعُ سُجُودًا بَعْدَهُ
Artinya: “Apabila beliau (Nabi) mengatakan “Sami Allohu liman hamidah” maka tidak seorangpun dari kami mencondongkan punggungnya sehingga Nabi sujud terlebih dahulu, baru kemudian kami bersujud setelahnya.”
E) POSISI TUBUH SAAT SUJUD
– Dahi bersamaan satu paket dengan ujung hidung, ditempelkan ke tempat sujud
– Telapak kaki belakang merapat dan tegak lurus
– Paha lurus, tidak berhimpit dengan betis ataupun perut
– Posisi tangan merenggang, jika memungkinkan. Tangan merenggang dari dada, telapak tangan sejajar seperti posisi jari-jemari saat sedang TakbiIrotul Ihroom. Dan jari jemari tidaklah merapat, dan tidak pula sangat merenggang.
Posisi tubuh saat sujud tersebut adalah sebagaimana dalil-dalil berikut ini:
E-1) DIATAS 7 (TUJUH) ANGGOTA BADAN
Hal ini adalah dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory
no: 815 dan Al Imaam Muslim no: 490, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbas, beliau berkata:
Artinya:أُمِرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ ، وَلاَ يَكُفَّ ثَوْبَهُ ، وَلاَ شَعَرَهُ
“Bahwa Nabi diperintahkan untuk sujud diatas 7 (tujuh) tulang dan tidak menyingkap bajunya dan rambutnya.”
E-2) KEPALA DIANTARA KEDUA TELAPAK TANGANNYA
Ketika sujud maka hendaknya seorang Muslim meletakkan kepala diantara
kedua telapak tangannya, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam
Muslim no: 401 dari Shohabat Wa’il bin Hujr , dimana
dijelaskan bahwa:
Artinya:فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ
“Ketika beliau (Nabi) bersujud, beliau bersujud diantara kedua telapak tangannya.”
E-3) MERENGGANGKAN JARI DAN LENGAN
Adapun keadaan kedua tangan saat sujud dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imam Al Bukhaary no: 390 dan Al Imam Muslim no: 495, dari Shohabat ‘Abdullah bin Malik bin Buhainah, bahwa:
Artinya:أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا صَلَّى فَرَّجَ بَيْنَ يَدَيْهِ حَتَّى يَبْدُوَ بَيَاضُ إِبْطَيْهِ
“Nabi jika sholat, merenggangkan kedua tangannya hingga nampak putih ketiaknya.”
E-4) TEGAP DAN TIDAK MALAS
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imam Al Bukhaary no: 822 dan Imam Muslim no: 493, dari Shohabat Anas bin Maalik, bahwa Rosulullah bersabda:
اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ ، وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ
Artinya: “Luruslah kalian dalam sujud dan jangan lah seorang dari kalian menghamparkan kedua sikunya seperti anjing.”
Kemudian dalam Hadits Riwayat Al Imam Muslim no: 494, dari Al Baroo’ bin Al Azib, beliau berkata, bahwa Rosulullah bersabda:
Artinya: “Jika kamu sujud maka letakkanlah kedua telapak tanganmu dan angkat kedua sikumu.”إذا سجدت فضع كفيك وارفع مرفقيك
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i dalam As Sunnan Al Kubro no: 688 melalui Shohabat Abu Humaid As Saa’idy, berkata:
كان النبي صلى الله عليه و سلم إذا هوى إلى الأرض ساجدا جافى عضديه عن أبطيه وفتح أصابع رجليه
Artinya: “Adalah Nabi jika
turun ke tanah menuju sujud maka beliau merenggangkan kedua lengan
tangannya dari dua ketiaknya. Dan membuka jari kedua kakinya.”
E-5) KEDUA TUMIT RAPAT
Hal ini dijelaskan melalui apa yang terjadi pada ‘Aa’isyah, sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim dalam Shohiih-nya no: 486, dimana ketika beliau terbangun di malam hari lalu mencari Rosuulullooh (dalam keadaan gelap), maka ‘Aa’isyah berkata:
فَوَقَعَتْ يَدِى عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ
Artinya: “Maka tanganku tiba-tiba menyentuh pada kedua telapak kaki Rosuulullooh . Beliau sedang di masjid, dan kedua telapak kaki beliau itu tegak berdiri (dalam keadaan rapat).”
Hal serupa dikuatkan oleh riwayat lain sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Hakim dalam Kitab Al Mustadrok no: 832, dimana beliau mengatakan, “Hadits
ini Shohiih memenuhi syarat Shohiih Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam
Muslim, tetapi keduanya tidak mengeluarkannya dengan redaksi ini; dan saya tidak tahu seorangpun yang menyebutkan penggabungan kedua tumit dalam sujud, selain dalam Hadits ini.”
Juga Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Huzaimah dalam Shahih-nya no: 654, dan Syaikh Al A’dzomy mengatakan Sanadnya Shahih.
Bahwa ‘Aa’isyah berkata:فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَعِي عَلَى فِرَاشِي فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ ، مُسْتَقْبِلاً بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ الْقِبْلَةَ
Artinya: “Suatu malam aku kehilangan Rosuulullooh, padahal semula beliau seranjang denganku. Tiba-tiba aku temui beliau dalam keadaan sujud, merapatkan kedua tumit kakinya, menghadapkan jari-jemari kakinya kearah Kiblat.”
7. DUDUK ANTARA 2 SUJUD
Apabila seorang yang sholat selesai melakukan sujud yang pertama,
kemudian bangun dan menjelang sujud yang kedua, dalam setiap rakaat ;
tentunya melakukan posisi Duduk. Dimana posisi duduk ini disebut Duduk
antara 2 Sujud.
Dan Duduk antara 2 Sujud ini hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
– Pandangan mata ke tempat sujud
– Duduk diatas telapak kaki kiri.
– Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
– Telapak tangan kanan diatas paha kanan dan telapak tangan kiri berada diatas paha kiri.
Imaam Ibnul Qoyyim berkata dalam Kitab “Zaadul Ma’ad” Jilid I halaman 230: “Kemudian Rosuulullooh mengangkat kepalanya (dari sujud) sembari bertakbir tanpa mengangkat kedua tangannya, dan beliau melalukan itu sebelum mengangkat kedua tangannya, kemudian duduk dengan menghamparkan kaki kiri, lalu mendudukinya dan menegakkan kaki kanannya.”
Dan sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al ‘Utsaimin, yang terdapat didalam “Koleksi Fatwa dan Risalah” beliau Jilid XIII halaman 144, beliau berkata: “Yang saya tahu tidak ada dalil yang menunjukkan adanya perbedaan antara Duduk Tasyahhud dengan Duduk antara Dua Sujud.”
8. DUDUK ISTIRAHAT
Adapun jika kita bangun dari rakaat ganjil, maka disunnahkan untuk
melakukan Duduk Istirahat sejenak sebelum bangun. Hal ini sebagaimana
dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imam Al Bukhaary no: 823, dari
Shohabat Maalik bin Al Huwairits, bahwa Nabi :
فَإِذَا كَانَ فِي وِتْرٍ مِنْ صَلاَتِهِ لَمْ يَنْهَضْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا
Artinya:“Apabila dalam Sholat rakaat ganjil, maka beliau tidak langsung bangun sehingga beliau duduk lurus (duduk istirahat) terlebih dahulu.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imam Al Bukhaary no: 824, masih melalui Malik bin Al Huwairits :
وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ ، عَنِ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الأَرْضِ ثمَّ قَامَ
Artinya: “Dan apabila mengangkat kepalanya dari sujud kedua, maka beliau duduk (duduk istirahat) dan bertumpu pada bumi, kemudian bangun.”
9. TASYAHHUD
Adapun tentang Tasyahhud adalah sebagaimana dijelaskan berikut ini:
A) POSISI DUDUK SAAT TASYAHHUD
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i no: 889,
dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany, dari Sahabat Wa’il bin
Hujr , beliau berkata:
قلت لأنظرن إلى صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم كيف يصلي فنظرت إليه فقام فكبر ورفع يديه حتى حاذتا بأذنيه ثم وضع يده اليمنى على كفه اليسرى والرسغ والساعد فلما أراد أن يركع رفع يديه مثلها قال ووضع يديه على ركبتيه ثم لما رفع رأسه رفع يديه مثلها ثم سجد فجعل كفيه بحذاء أذنيه ثم قعد وافترش رجله اليسرى ووضع كفه اليسرى على فخذه وركبته اليسرى وجعل حد مرفقه الأيمن على فخذه اليمنى ثم قبض اثنتين من أصابعه وحلق حلقة ثم رفع إصبعه فرأيته يحركها يدعو بها
Artinya: “Sungguh aku melihat pada sholat Rosulullah bagaimana beliau sholat lalu beliau
berdiri, kemudian bertakbir, kemudian mengangkat kedua tangannya
sehingga sejajar dengan kedua telinganya, kemudian meletakkan tangan
kanannya diatas telapak tangan kirinya dan pergelangan dan punggung
lengan bawah tangan kirinya. Dan ketika hendak rukuu’ beliau mengangkat kedua tangannya seperti itu, kemudian meletakkan kedua tangannya diatas kedua lututnya, kemudian ketika beliau mengangkat kepalanya dari rukuu’ melakukan hal yang sama, kemudian beliau sujud lalu mensejajarkan kedua telapak tangannya dengan telinganya, kemudian duduk
dan ber-iftirosy (menghamparkan kaki kirinya) dan meletakkan telapak
tangan kirinya diatas pahanya dan lututnya yang kiri, dan menjadikan
siku tangan kanannya diatas paha kanannya, kemudian menggenggam dua dari
jarinya dan membentuk lingkaran, kemudian mengangkat jarinya. Aku lihat
menggerak-gerakkannya saat berdoa.”
B) DUDUK IFTIROSY SAAT TASYAHHUD AWAL
Dalam Tasyahhud Awal hendaknya seorang yang sedang sholat memposisikan dirinya dalam sikap Iftirosy, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imam Muslim no: 498, dari ‘Aa’isyah, bahwa:
وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى
Artinya: “Nabi menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya.”Duduk Iftirosy tersebut dapat digambarkan sebagaimana berikut ini :
– Duduk diatas telapak kaki kiri
– Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
C) DUDUK TAWARRUK SAAT TASYAHHUD AKHIR
Dalam Tasyahud Akhir ini, seorang yang sedang sholat hendaknya memposisikan dirinya dalam sikap Tawarruk, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 579, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Az Zubair, beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا قَعَدَ فِى الصَّلاَةِ جَعَلَ قَدَمَهُ الْيُسْرَى بَيْنَ فَخِذِهِ وَسَاقِهِ وَفَرَشَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ
Artinya: “Bahwa Rosulullah apabila duduk dalam sholat (Tasyahhud Akhir), beliau mengedepankan
kaki kirinya (mengeluarkan kaki kirinya) diantara pahanya dan betisnya,
dan menghamparkan kaki kanannya dan meletakkan tangan kirinya diatas
lutur kirinya. Dan meletakkan tangan kanannya diatas paha kanannya,
sembari memberi isyarat dengan telunjuknya.”
– Duduk diatas lantai (sajadah).
– Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
– Ujung kaki kiri diposisikan dibawah betis kaki kanan. Nampak ujung-ujung jarinya.
Sedangkan pandangan mata saat duduk Tasyahhud tersebut adalah
diarahkan ke jari telunjuk tangan kanan, sebagaimana dijelaskan dalam
Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i no: 1160, dishahihkan oleh Syaikh
Nashiruddin Al Albaany, dari Sahabat Wa’il bin Hujr, bahwa
beliau :
وضع يده اليمنى على فخذه اليمنى وأشار بأصبعه التي تلي الإبهام في القبلة ورمى ببصره إليها
Artinya: “Meletakkan tangan kanannya diatas paha kanannya dan
memberi isyarat dengan telunjuknya kearah Kiblat sembari mengarahkan
pandangannya padanya (pada telunjuk tangannya).”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imam An Nasaa’I no: 1275 dan Al Imam
Abu Dawud no: 990, dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany,
dari Sahabat ‘Abdullah bin Az Zubair, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا قَعَدَ فِي التَّشَهُّدِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى ، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ لاَ يُجَاوِزُ بَصَرُهُ إِشَارَتَهُ
Artinya: “Bahwa Rosulullah apabila duduk dalam Tasyahud maka beliau meletakkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya dan memberi isyarat dengan telunjuknya dan pandangannya tidak melewati isyarat telunjuknya.”
E) POSISI PELETAKAN TANGAN SAAT TASYAHHUD
Sedangkan posisi peletakan tangan saat Tasyahhud tersebut adalah
sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imam At Turmudzy no:
294, dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany, dari Sahabat
‘Abdullah bin ‘Umar :
أن النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا جلس في الصلاة وضع يده اليمنى على ركبته ورفع إصبعه التي تلي الإبهام اليمنى يدعو بها ويده اليسرى على ركبته باسطها عليه
Artinya:“Bahwa Nabi apabila duduk dalam sholat, beliau meletakkan
tangan kanannya diatas lututnya dan mengangkat telunjuknya yang kanan
ketika berdo’a dan menghamparkan tangan kirinya diatas lututnya.”
E-1) Posisi peletakan tangan saat Tasyahhud Awal dapat digambarkan sebagaimana berikut ini:
– Telapak tangan kiri diatas lutut kiri.
– Telapak tangan kanan sembari menunjuk kearah Kiblat. Dengan menempelkan ujung ibu jari ke ujung jari tengah. Atau seperti orang menunjuk.
– Pandangan mata tertuju pada ujung jari telunjuk.
E-2) Sedangkan posisi peletakan tangan saat Tasyahhud Akhir dapat digambarkan sebagaimana berikut ini:
– Telapak tangan kiri diatas lutut kiri.
– Telapak tangan kanan sembari menunjuk kearah Kiblat. Dengan menempelkan ujung ibu jari ke ujung jari tengah. Atau seperti orang menunjuk.
– Pandangan mata tertuju pada ujung jari telunjuk.
F) KEADAAN JARI-JEMARI TANGAN KANAN SAAT TASYAHHUD
Adapun keadaan jari jemari tangan kanan saat tasyahhud tersebut adalah membentuk angka 53, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 6153, menurut Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth sanadnya Shahih
memenuhi syarat Al Imam Muslim, para perowinya terpercaya, termasuk
para perowi Al Imam Al Bukhary dan Al Imam Muslim kecuali Hammad bin
Salamah, beliau termasuk perowi Shohiih Muslim; dari Sahabat ‘Abdullah
bin ‘Umar :
أن النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا قعد يتشهد وضع يده اليسرى على ركبته اليسرى ووضع يده اليمنى على ركبته اليمنى وعقد ثلاثا وخمسين ودعا
Artinya: “Bahwa Nabi apabila duduk bertasyahhud beliau meletakkan tangan kirinya diatas lutut kirinya dan meletakkan tangan kanannya diatas lutut kanannya dan membentuk angka 53 kemudian berdoa.”
Atau menggenggamkan seluruh jemari tangan kanan dan menunjuk dengan telunjuknya, dan meletakkannya diatas paha kanannya;
lalu meletakkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya. Sebagaimana
hal tersebut dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imam Muslim no: 580,
dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dimana didalam riwayat itu
dijelaskan bahwa:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصْنَعُ قَالَ كَانَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ كُلَّهَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الَّتِى تَلِى الإِبْهَامَ وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى
Artinya: “Rosulullah apabila duduk dalam sholat maka beliau meletakkan telapak tangan kanannya diatas paha kanannya dengan menggenggam seluruh jarinya dan menunjuk dengan telunjuknya, dan meletakkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya.”
10. LAMANYA GERAKAN SHOLAT :
Gerakan sholat tersebut dilaksanakan dalam waktu yang mendekati sama
lamanya. Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Al Imam Al
Bukhaary no: 801 dan Al Imam Muslim no: 471, dari Sahabat Al Baroo’
bin Azib , beliau berkata:
كَانَ رُكُوعُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَسُجُودُهُ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاء
Artinya:“Adalah rukuu’ dan sujudnya Nabi itu dan ketika beliau mengangkat kepalanya dari rukuu’ dan duduk antara dua sujud; lamanya adalah mendekati sama.”
Juga sebagaimana dalam Hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Al
Imam Muslim no: 397, melalui salah seorang Sahabat yakni Abu Hurairoh, bahwa:
دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَرَدَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- السَّلاَمَ قَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ». فَرَجَعَ الرَّجُلُ فَصَلَّى كَمَا كَانَ صَلَّى ثُمَّ جَاءَ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَعَلَيْكَ السَّلاَمُ ». ثُمَّ قَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ». حَتَّى فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ الرَّجُلُ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا أُحْسِنُ غَيْرَ هَذَا عَلِّمْنِى. قَالَ « إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا
Artinya: “Ada seseorang masuk kedalam Masjid kemudian sholat, kemudian datang
kepada Rosulullah memberi salam, kemudian
Rosulullah menjawab salamnya sembari berkata, “Ulanglah sholatmu, sesungguhnya kamu belum sholat.”
Maka kembalilah orang tersebut mengulang sholatnya, sebagaimana dia
sholat pertama kali. Kemudian ia datang kembali kepada Nabi dan memberi salam. Rosulullah pun
menjawab salamnya, kemudian mengatakan, “Ulanglah sholatmu, sebab kamu belum sholat.”
Diulangnya lagi perbuatan itu hingga tiga kali, sehingga orang itu mengatakan, “Demi Yang mengutusmu dengan kebenaran, sungguh aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari itu. Maka ajarilah aku.”
Maka bersabdalah Rosulullah , “Jika kamu berdiri untuk sholat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Qur’an.
Kemudian rukuu’-lah kamu sehingga kamu rukuu’ dalam keadaan thuma’ninah. Kemudian bangunlah kamu dari rukuu’-mu sehingga kamu ber-I’tidaal dalam keadaan thuma’ninah.
Kemudian sujudlah kamu sehingga kamu bersujud dalam keadaan thuma’ninah. Kemudian bangkitlah kamu dari sujud, sehingga kamu duduk dalam keadaan thuma’ninah. Dan lakukanlah yang demikian itu dalam seluruh sholatmu.”
11. SALAM
Adapun ketika Salam, hendaknya seseorang memalingkan kepalanya ke
kanan hingga putih pipinya terlihat, kemudian memalingkan kepalanya ke
kiri hingga putih pipinya terlihat oleh orang dibelakangnya.
Hal tersebut adalah sebagaimana dijelaskan dalam dalil berikut ini:
Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i dalam As Sunnan Al Kubro no: 1248, dan dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Shahih Sunnan An Nasaa’i no: 1324, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar :
أَنَّهُ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ : السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ، السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ مِنْ هَاهُنَا وَبَيَاضُ خَدِّهِ مِنْ هَاهُنَا
Artinya: “Bahwa Nabi bersalam ke kanan dan ke kiri dengan mengatakan “Assalamu’alaikum Warohmatullah”, “Assalamu’alaikum Warohmatullah” sehingga terlihat putih pipinya dari sini dan putih pipinya dari sini.”
Larangan Gerakan Dalam Sholat
Al-Bukhaari rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: سَمِعْتُ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ، وَلَا يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْب
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, ia berkata : Aku mendengar Qataadah, dari Anas, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “ Seimbanglah kalian ketika sujud, dan janganlah salah seorang di antara kalian meluruskan (menempelkan) kedua lengan/hastanya seperti anjing meluruskannya” [Shahih Al-Bukhaari no. 822].
Hadits lain :
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنْ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَعْتَدِلْ وَلَا يَفْتَرِشْ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ الْكَلْبِ ".
Telah menceritakan kepada kami Hannaad : Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyyah, dari Al-A’masy, dari Abu Sufyaan, dari Jaabir : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila salah seorang di antara kalian sujud, janganlah membentangkan kedua lengannya seperti anjing membentangkannya” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 275; shahih lighairihi].
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ اللَّيْثِ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ دَرَّاجٍ، عَنْ ابْنِ حُجَيْرَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَفْتَرِشْ يَدَيْهِ افْتِرَاشَ الْكَلْبِ وَلْيَضُمَّ فَخْذَيْهِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Malik bin Syu’aib bin Al-Laits : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb : Telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari Darraaj[1], dari Ibnu Hujairah, dari Abu Hurairah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila salah seorang di antara kalian sujud, janganlah membentangkan kedua tangannya seperti anjing membentangkannya. Dan hendaklah ia merapatkan kedua pahanya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 901; shahih lighairihi].
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ حُسَيْنٍ الْمُكْتِبِ، عَنْ بُدَيْلٍ، عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: " نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَفْتَرِشَ أَحَدُنَا ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ "
Telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Haaruun, dari Husain Al-Muktib, dari Budail, dari Abul-Jauzaa’, dari ‘Aaisyah, ia berkata : “Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kami membentangkan lengan kami seperti binatang buas membentangkannya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/257-258; shahih].
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menempelkan kedua lengan ketika shalat dan tidak mengangkatnya. Jumhur ulama dari kalangan Hanafiyyah[2], Maalikiyyah[3], Syaafi’iyyah[4], dan Hanaabilah[5]berpendapat makruh dilakukan, baik pada shalat fardlu maupun shalat sunnah. Adapun madzhab Ibnu Hazm menyatakan haram dan dapat membatalkan shalat bagi siapa saja yang melakukannya.[6]
Kedua pihak berdalil dengan nash-nash yang sama sebagaimana disebutkan di atas. Yang raajih – wallaahu a’lam – adalah pendapat jumhur. Alasannya adalah sikap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallamyang menyamakan perbuatan itu dengan perbuatan anjing atau binatang buas. Dan asal dari hal tersebut menunjukkan kemakruhan.
An-Nawawi rahimahullah berkata :
وَالْحِكْمَة فِي هَذَا أَنَّهُ أَشْبَه بِالتَّوَاضُعِ وَأَبْلَغ فِي تَمْكِين الْجَبْهَة وَالْأَنْف مِنْ الْأَرْض ، وَأَبْعَد مِنْ هَيْئَات الْكَسَالَى فَإِنَّ الْمُتَبَسِّط كَشَبَهِ الْكَلْب ، وَيُشْعِر حَاله بِالتَّهَاوُنِ بِالصَّلَاةِ ، وَقِلَّة الِاعْتِنَاء بِهَا وَالْإِقْبَال عَلَيْهَا . وَاَللَّه أَعْلَم
“Dan hikmah dalam larangan ini adalah bahwasannya ia merupakan sikap tawadlu’, lebih memastikan dalam meletakkan dahi dan hidung ke tanah (ketika sujud), serta lebih jauh dari gaya orang-orang yang malas. Hal itu dikarenakan orang yang membentangkan/menempelkan kedua lengannya menyerupai anjing dan menunjukkan keadaan dirinya yang meremehkan shalat, sedikitnya perhatian kepadanya, dan ingin segera menyelesaikannya. Wallaahu a’lam” [Syarh An-Nawawi, 4/209].
Lantas, bagaimana gambaran sikap/perbuatan yang dilarang tersebut? Perhatikan gambar di bawah :
Posisi Sujud Yang Salah Seperti Anjing |
Posisi Sujud Yang Benar |
Jadi saat sujud jangan sampai lengan dan siku menyentuh tanah atau tempat sujud.
Semoga ada manfaatnya.
Catatan Kaki :
[1] Ibnu Hibbaan berkata :
لَمْ يَسْمَعِ اللَّيْثُ مِنْ دَرَّاجٍ غَيْرَ هَذَا الْحَدِيثِ
“Al-Laits tidak mendengar dari Darraaj selain dari hadits ini” [Shahiih Ibni Hibbaan, 5/245].
[2] Badaai’ush-Shanai’ lil-Kasaaniy, 1/210 dan Tabyiinul-Haqaaiq liz-Zaila’iy1/163.
[3] Al-Mudawwanah, 169.
[4] Al-Majmuu’ 3/341.
[5] Al-Furuu’ li-Ibni Muflih, 1/483 dan Kasysyaaful-Qinaa’ lil-Bahutiy 1/371.
[6] Al-Muhallaa, 4/21.
Post a Comment