Asma Allah Hanya Untuk Ummat Islam
Oleh : Hajjah Irena Handono
(Kajian Kristologi di Tabloid Media Umat)
Beberapa hari yang lalu, saudara seaqidah kita di Malaysia patut bersyukur atas keputusan Pengadilan Tingkat Banding Malaysia yang menerima gugatan pemerintah terkait dengan larangan penggunaan kata Allah untuk kalangan Kristen. Menurut mereka, penggunaan kata Allah untuk menyebut tuhan agama lain dapat memengaruhi ummat Islam untuk berpindah agama. Ironisnya, keputusan tersebut diterima setengah hati oleh kaum Kristen di sana. Hal ini disebabkan, sejak Malaysia mengumumkan kemerdekaannya di tahun 1963, umat Kristen di Malaysia menyebut tuhan dengan sebutan “Allah”, demikian halnya dengan Bibel mereka. Salah satu pihak Kristen yang menyayangkan keputusan tersebut adalah media Katholik, The Herald, dan berrencana untuk menempuh jalur hukum. Kita pun lantas menjadi bertanya-tanya, tepatkah penggunaan kata “Allah” sebagai nama tuhan di kalangan non-Islam, utamanya Kristen?Penyebutan Nama Tuhan di Berbagai Wilayah di Dunia ElvirPenyebutan nama tuhan oleh kaum Zulu di Afrika Selatan barangkali cukup mengagetkan kita. Tuhan Yang Maha Kuasa mereka sebut dengan istilah “Umvelingangi”, yang apabila dilafalkan secara tepat akan terdengar seperti “Walla-hu-gani” atau “Dan Allah Maha Kaya”. Merekapun mendefinisikan tuhan mereka sebagai “Hawu umnimzani! Uyena, umoya oingcwele, akazali yena, futh! Akazalwanga; futhi, akukho lutho olu fana naye” (Oh tuan! Dia adalah jiwa yang murni dan suci. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada yang menyerupai-Nya!). Betapa mirip definisi mereka tentang tuhannya dengan firman Allah dalam Surah Al-Ikhlas. Itu di Afrika Selatan. Di Hindi, kata untuk menyebut Tuhan Yang Maha Kuasa adalah “Pramatma”. Dalam bahasa Sanskrit, “Atma” berarti jiwa, dan “Pram-atma” bermakna Jiwa Besar dan Suci, atau Jiwa Suci. Sementara itu, konsep Barat (Anglo-Saxon dan Teuton) mendefinisikan tuhan dengan sebutan GOD (Inggris), GOT (Afrikaans), GOLT (Jerman), GUDD (Danish, Swedia, Norwegia). Bangsa Latin menyebut nama tuhan dengan sebutan “Deus”, dan bangsa Israel menyebut nama tuhannya dengan sebutan “EL” atau Adonai. Bangsa Yahudi juga dikenal menyebut tuhannya dengan istilah “Yahweh” (YHWH).
Bagaimana Yesus dan Bangsanya Menyebut Tuhannya?
Penyebutan nama tuhan oleh Yesus dapat kita simak bersama dalam Matius 27:46. Ketika Yesus berada di atas salib dan dalam kondisi yang kritis, ia menyeru “Eli, Eli, lama sabakhtani? Artinya, Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Yesus menggunakan kata “E’li” yang dalam kenyataan adalah “Allah” yang sama dengan kitab suci Al-Qur’an. Dalam kitab Wahyu 19:19 juga disebut “Alleluyah, Alleluyah” yang merupakan terminologi Aramaik dan Yahudi. Istilah ini, ketika diucapkan dan dilafalkan dalam bahasa Arab, bahasa yang digunakan dalam Al-Qur’an, akan menjadi “Ya Allahu”, “Ya Allahu”, yang berarti “Ya Allah”. Jadi, “Alleluyah” artinya “Ya Allah”, meskipun umat Kristen hari ini akan memaknainya sebagai “Sampaikan kepadaNya do’a”. Sementara itu, istilah “Yahweh” yang digunakan orang Yahudi untuk menyebut nama tuhannya, merupakan gabungan atas dua frase “Ya” dan “Hwe”. “Ya” bermakna “Ya / Wahai”, sedangkan “Hwe” bermakna “Dia”. Itu sebabnya, orang-orang Yahudi ketika mereka mengatakan “Yahwe” atau yang dalam bahasa Arab “Ya Huwa”, maka kata-kata itu hanya akan berarti untuk memanggil Tuhan Pencipta mereka dalam “pelafalan-Nya” daripada nama sesungguh-Nya. Bagi mereka, nama sesungguhnya dari tuhan mereka adalah “EL/ ELO/ ELOHIM” yang dalam bahasa Arab menjadi Allah dan Allahumma. Dari penyebutan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa dalam bahasa Musa, Yesus, dan Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, nama Tuhan Yang Maha Kuasa adalah ALLAH. Dan sampai di sini, kita tahu, bahwa, satu-satunya ummat manusia yang teguh menjalankan risalah tauhid yang dibawa nabi-nabi terdahulu hanyalah ummat Islam. Meskipun umat Kristen mengaku menjalankan risalah Yesus, justru, yang ia jalankan adalah apa yang diajarkan Paulus (baca tulisan saya di beberapa edisi yang lalu yang berjudul “Paulus Perombak Ajaran Yesus”). Maka, jelaslah bahwa asma Allah hanya untuk ummat Islam.
Asma Allah Telah Ada Semenjak Pra-Islam
Dalam buku The Islamic Invasion, Robert Morey mengatakan bahwa “Allah”-nya Islam adalah Dewa Bulan, dewa pra-Arab dan merupakan berhala. Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, bahwa El, Eloi, Allah, Yahweh, Elohim, adalah sederet kata-kata yang dipakai oleh masing-masing bangsa saat itu untuk menyebut nama tuhannya. Dan kata “Allah” adalah kata yang dipakai oleh bangsa Arab untuk menyebut Tuhan, khususnya oleh para Ahnaf (masyarakat Arab yang mengikuti millatu Ibrahim). Dan perlu dicatat bahwa nama Allah tidak termasuk dalam jajaran nama-nama berhala ataupun dewa-dewa Arab. Kehadiran Rasulullah dengan risalah Islam telah membimbing kaum jahiliyyah untuk mempergunakan kata “Allah” untuk nama Tuhan yang tepat. Begitupun dengan bangsa Israel yang diarahkan oleh nabi-nabinya untuk menggunakan kata “Yahweh” untuk menyebut Tuhan yang tepat. Sekali lagi, tepatlah bahwa asma “Allah” hanya untuk ummat Islam.
Umat Kristen Tidak Konsisten
Kalau kita menilik bagaimana kitab suci umat Kristen menyebut nama tuhannya, kita akan memperoleh suatu penyimpulan bahwa umat Kristen tidak konsisten dalam menggunakan nama tuhan. Bagaimana tidak? Ketika Bibel dengan berbagai versi di dunia menggunakan istilah “GOD” , “FATHER” , dan “LORD” untuk menyebut tuhan, justru, Bibel yang beredar di Indonesia dan Malaysia menggunakan nama “ALLAH” yang juga ditujukan untuk menamai siapa yang disebut “TUHAN” atau “BAPA” itu. Se-mayoritas apapun ummat Islam di Indonesia dan Malaysia, ummat Islam tidak pernah memaksa umat Kristen untuk menyebut Tuhan dengan asma “ALLAH” Yang terjadi justru sebaliknya. Penggunaan istilah-istilah Arab disematkan dalam agama Kristen dengan tujuan pemurtadan. Minimal, liberalisasi aqidah. Bukan kali ini saja mereka “meminjam” nama untuk menyebut tuhan, karena ketika di seluruh dunia kitab suci umat Kristen disebut dengan “Bible”, justru, di kedua negeri muslim ini, kitab suci umat Kristen disebut terang-terangan dengan istilah “Alkitab”. Apa tujuannya? Tidak lain untuk mempropagandakan bahwa “semua agama adalah sama” dan “semua kitab suci pada hakikatnya adalah sama”.
Secara logika, umat Kristen sendiri akan mengalami kebingungan ketika menyebut nama tuhannya. Di satu sisi, ia menggunakan kata “Bapa”, dan di lain sisi ia menggunakan kata “Allah”. Implikasinya, bagaimana kemudian mereka mempertanggungjawabkan doktrin trinitas yang mereka yakini sebagai “tiga dalam satu” dan “satu dalam tiga”? Lebih tinggi mana kedudukan “Allah” dengan “Bapa”? Jika “Bapa” adalah “Allah”, mengapa ada pemilihan istilah kedua kata tersebut untuk ayat-ayat di dalam Bibel? Mengapa tidak diseragamkan saja penggunaan “Bapa” untuk menyebut tuhan, atau “Allah” untuk menyebut tuhan? Mengapa jika Yesus menggunakan kata “Eli” untuk menyebut tuhan, di ayat yang lain penulis Bibel harus menggunakan istilah “Bapa” ?
Kita dapat mencermatinya secara langsung dalam ayat versi Inggris dan Indonesia sebagai berikut.
“Let not your heart be troubled: ye believe in God, believe also in me.” (John 14:1)
"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” (Yohanes 14:1)
"What do you want with us, Son of God?" they shouted. "Have you come here to torture us before the appointed time?" (Matthew 8:29)
“Dan mereka itupun berteriak, katanya: "Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?" (Matius 8:29)
Anehnya, dalam ayat versi Inggris yang lain, penyebutan tuhan dinisbatkan dengan kata “Lord”. Dan dalam versi Indonesia, “Lord” justru diartikan dengan “Tuhan.” Padahal kedudukan “God” dan “Lord” adalah sama.
“And when they were departed, behold, the angel of the Lord appeareth to Joseph in a dream, saying, Arise, and take the young child and his mother, and flee into Egypt, and be thou there until I bring thee word: for Herod will seek the young child to destroy him.” (Matthew 2:13)
“Sesudah orang-orang majusi itu melanjutkan perjalanan mereka, malaikat Tuhan menampakkan diri kepada Yusuf dalam mimpi. Katanya, “Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, dan larilah ke Mesir. Kemudian tinggallah di sana sampai aku memberi kabar kepadamu, karena Herodes sedang mencari Anak itu untuk membinasakan-Nya!” (Matius 2:13)
“But to us [there is but] one God, the Father, of whom [are] all things, and we in him; and one Lord Jesus Christ, by whom [are] all things, and we by him.” (1 Corinthians 8:6)
“Namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup.” (1 Korintus 8:6)
Yang paling mengejutkan adalah ungkapan khas umat Kristen dalam do’a-do’a mereka : “Dalam Nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus”. Silakan dicermati. Adakah dari ungkapan tersebut yang menggunakan istilah “Allah” di sana? Tidak! Ungkapan tadi sama sekali tidak menyebutkan nama Allah. Padahal ketiga oknum tersebut dianggap sebagai tuhan oleh mereka, dan sangat bertolakbelakang dengan ayat pertama surah Al-Fatihah. Lafal “Bismillahirahmanirrahiim” secara jelas menyebutkan “Dengan menyebut nama ALLAH, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Dan secara frontal, ayat yang senantiasa kita baca sebelum kita memulai segala aktivitas, telah menjadi tamparan keras bagi pondasi iman trinitas umat Kristiani. Basmallah adalah fondasi paling esensial bagi ummat Islam. Dari Basmallah pula, penyimpulan kita akan semakin mantap bersuara lantang, bahwa asma Allah hanya untuk ummat Islam.
Di akhir tulisan ini, izinkan saya untuk menguraikan terjemah surah Al-Ikhlas, yang secara tegas memberikan kesegaran atas dahaga keingintahuan kita: siapakah Allah itu?
Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang bertaqwa, dan senantiasa teguh memegang iman Islam hingga akhir hayat nanti. Wallahu walliy at taufiq.
(1) Katakanlah (Muhammad), “Dia-lah ALLAH, Yang Maha Esa. (2) ALLAH tempat meminta segala sesuatu. (3) (ALLAH) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. (4) Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”
Post a Comment