Inilah Tanggapan Ustadzah Hj. Irena Handono Atas Statement Tokoh JIL Ulil Absara

Ustadzah Hj. Irena Handono
yang kukagumi
Beberapa waktu lalu tokoh JIL (Jaringan Islam Liberal), Ulil Absar Abdala berkomentar di twitter-nya, bahwa Alquran tidak lengkap, lengkapnya ada dalam Perjanjian Lama (Bibel). 

Berikut kutipan percakapan Ulil di twitter-nya pada 6 Februari 2013,

“Yang lebih tepat: Taurat menafsirkan Quran, sebab banyak info di Quran tentang kisah-kisah Yahudi tidak lengkap. Sepotong-sepotong. Tapi karena banyak keterangan di Quran tentang kisah-kisah Israel terpotong-potong, jadi yang ingin tahu lengkapnya bisa merujuk Taurat. Baca saja Perjanjian Lama dalam bahasa Indonesia. Itu Kitab Suci Yahudi.”

Insya Allah bagi kita yang telah mempelajari Kristologi di tabloid ini atau mengikuti melalui buku-buku atau video tentu akan paham dan geleng-geleng atas komentar Ulil ini. Dua kemungkinan pada sang tokoh JIL ini, mungkinkah dia sama sekali tidak paham tentang Kristologi dan Yahudiologi atau terpola oleh doktrin “Semua Agama Sama”, maka dia menganggap seluruh kitab, Alquran, Bibel, Taurat, Talmud adalah kitab yang memiliki derajat sama. Sama-sama benar, sama-sama wahyu Tuhan. Naif sekali.

Tapi bagaimana jika yang diajak diskusi oleh Ulil atau orang-orang yang membaca komentar Ulil adalah orang-orang yang sama sekali tidak paham dan tanpa mengklarifikasi langsung menelan mentah-mentah menjadikan kebenaran pendapat tokoh JIL ini? Ini berbahaya.

Alquran adalah petunjuk hidup yang lengkap sempurna untuk mencapai tujuan puncak umat manusia. Allah berfirman: “Menunjukkan kepada kebenaran dan jalan yang lurus.“ (TQS 46:30)

Di tempat lain, setelah menyebutkan Taurat dan Injil, Allah berfirman: “Kami turunkan Alquran kepadamu dengan membawa kebenaran, untuk membenarkan dan mengoreksi kitab yang sebelumnya. “ (TQS 5:48)

Mengenai bahwa Alquran meliputi segala sesuatu, Allah berfirman: “Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (TQS 16:89).


Lalu bagaimana dengan Taurat yang terdapat dalam Perjanjian Lama yang ada saat ini? Apakah masih terjaga keasliannya? Kita yakin dengan firman Allah SWT, maka dengan tegas kita jawab, TIDAK. Karena Alquran justru diturunkan untuk mengkoreksi kesalahan-kesalahan dan meluruskan kembali penyimpangan-penyimpangan yang terdapat dalam Taurat.

Bagaimana menjelaskan ayat Allah diatas dari sisi Kristologi, insya Allah kita akan bahas kembali di kesempatan kali ini.


Perjanjian Lama adalah bagian dari Bibel (kitab suci umat Kristen), yang mereka sebut sebagai Alkitab. Sebenarnya sebutan Alkitab sendiri merupakan upaya yang dilakukan missionaris dalam menyebarkan agamanya ke negeri-negeri Muslim agar umat Islam menganggap Bibel mereka adalah wahyu Allah SWT kepada Nabi Isa as. Padahal tidak demikian. Bibel terdiri atas dua bagian yakni Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dan Taurat terletak di dalam Perjanjian Lama.

Kembali kita mengulang kajian yang pernah kita bahas sebelumnya. Kitab Perjanjian Lama atau Old Testament atau disebut Tenakh, terdiri dari 39 kitab yang terbagi 3 bagian yaitu: Tora, Nebiim dan Ketubim. Lima kitab pertama dari Perjanjian Lama adalah Tora atau Taurat yang berarti pengajaran, yakni Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan.

Lalu sisanya 34 kitab? Terdiri atas Nebiim yang berarti kitab para nabi, dan Ketubim berarti pujian. Dalam Ketubim terdapat Mazmur (atau yang mereka yakini sebagai Zabur-nya Nabi Daud as), Amsal Sulaiman, Ayub, Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah, Ester, Daniel, Ezra, Nehemia, Tawarikh.

Masih ingat bagaimana ayat-ayat Bibel yang saya sampaikan di edisi lalu dengan judul AYAT-AYAT BIBEL BUKAN PANDUAN MORAL? Tentu, bagaimana mungkin sebuah kitab yang dikatakan suci sebagai tuntunan agama, panduan moralitas, memuat kalimat-kalimat yang demikian. Dari sini saja kita sudah bisa membuktikan bahwa Perjanjian Lama bukan kitab suci. Dan masih banyak lagi ayat-ayat dengan kalimat tidak patut semacam itu yang bertebaran di Perjanjian Lama. Belum lagi yang ayat-ayat terorisme, ayat-ayat irasional, inkonsistensi, kontradiktif, dsb.

Namun ada yang penting yang harus diketahui oleh umat Islam agar tak mudah terpedaya oleh pemikiran-pemikiran kaum JIL. Berikut ini adalah sebuah pengakuan jujur dari para tokoh gereja, para rohaniawan dan ilmuwan gereja.


Prof Alvar Ellegard dalam bukunya Jesus 100 Years Before Christ (1999) mengatakan, “Tujuan mereka adalah untuk menyebarkan cerita tentang Yesus yang dikemas sesuai dengan ajaran yang telah ditetapkan Gereja mereka, yang dipungut dari berbagai sumber yang cocok dengan keinginan mereka, baik dari sumber sejarah, cerita dongeng, maupun khayalan.”

Dr GC van Niftrik dan DS BJ Boland dalam buku Dogmatika Masa Kini (1967) menyatakan terus terang, “Kita tidak usah malu-malu mengakui bahwa terdapat berbagai kekhilafan tentang angka-angka perhitungan, tahun dan fakta. Dan tak perlu kita pertanggungkan kekhilafan itu pada caranya.”

Dr R Soedarmo: “Dengan pandangan bahwa Kitab Suci hanya catatan saja dari orang, maka diakui juga bahwa di dalam Kitab Suci mungkin sekali ada kesalahan. Oleh karena itu Kitab Suci mungkin sekali ada kesalahan. Kitab Suci dengan bentuk sekarang masih dapat diperbaiki” (Ikhtisar Dogmatika, BPK Jakarta, 1965 hal.47).

Drs ME Duyverman: “Ada kalanya penyalin tersentuh pada kesalahan dalam naskah asli yang dipergunakannya, lalu kesalahan itu diperbaikinya, padahal perbaikan itu sering mengakibatkan perbedaan yang lebih besar dengan yang sungguh asli. Dan kira-kira pada abad keempat, di Antiochia diadakan penyelidikan dan penyesuaian salinan-salinan; agaknya terdorong oleh perbedaan yang sudah terlalu besar di antara salinan-salinan yang dipergunakan dengan resmi dalam Gereja.”

Herman Bakels (1871-1954) dalam buku “Nij Ketters? Ya..Om deere Gods”, ia menuliskan: “Akan tetapi Bijbel (Bibel) kita ini, pasti saya ketahui. Sudah 30 tahun lamanya saya mengincah (mempelajari) Bijbel kita ini dari awal sampai akhir. Oleh karena itu terus terang saya katakan, bahwa di Eropa, saya belum kenal sebuah kitab yang lebih padat dengan hal-hal yang tidak benar dari pada Bijbel.”

Demikianlah pendapat para ahli Teologi Kristen tentang kitab sucinya. Bagaimana mungkin seorang yang mengaku Muslim malah justru membela kitab orang lain yang oleh pemiliknya sendiri bahkan dikatakan sudah terkorupsi?

Tidak ada komentar